Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pagar Laut, Reklamasi dan Mendapatkan Tanah Strategis Secara murah dengan Ocean Grabbing?

1 Februari 2025   06:33 Diperbarui: 1 Februari 2025   07:56 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pagar laut (sumber : antaranews) 

 

Kisah pagar Laut di pantai kabupaten  Tangerang,  Banten membikin atmosfer publik heboh. Sejak awal Januari, penemuan pagar laut  yang membentang sejauh 30,16 kilometer sangat misterius. Beragam pertanyaan muncul,  Untuk apa itu dibangun, tidakkah itu  membatasi nelayan untuk melaut?

Pagar laut tersebut terdiri dari bambu-bambu yang ditancapkan ke dasar laut. Berbagai pihak berwenang, mulai dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat, turun tangan untuk menangani masalah ini. Beberapa pihak mengaku terlibat dalam pembangunan pagar laut tersebut, sementara yang lain membantahnya. Silang sengkarut terus terjadi.

Siapa yang memberikan izin, siapa yang membangun, perlu modal besar untuk membangunnya, Tentu sangat liar pemikiran orang mengenai kasus itu. Dugaan pun bermunculan,  Tidakkah ini ingin mendapatkan tanah secara murah dengan menyerobot pantai?  Jawabannya bisa ya. Biasanya mekanismenya seperti ini. Dipagari dahulu,  dibuatkan sertifikat tanah  atas nama seseorang atau perusahan, setelah sekian lama, lalu diurug dengan tanah (reklamasi), lalu dibuat Gedung bertingkat, dan taman hiburan, atau dibuat  perlindungan habitat laut,  sebagai gimmik  kalau begini, maka permainan , oligarki, pemodal, penguasa, serta sindikat jual beli sertifikat di jajaran penguasa dengan pemodal terjadi, ketika rakyat bergerak dalam sekala kecil, pihak keamanan digerakkan, dengan membayarnya, dibangun opini ini itu dan penegak hukum  juga disuap. Jadilah mendapatkan tanah dengan biaya murah, mulus bukan?

Dibangun opini, bagi mereka yang bijak, narasinya seolah untuk membela, .  Pembangunan pagar laut ini bertujuan untuk mengatasi masalah abrasi pantai dan melindungi daerah pesisir dari dampak perubahan iklim, seperti naiknya permukaan air laut. Pagar laut ini juga berfungsi untuk melindungi wilayah daratan yang padat penduduk dan berkembang pesat, seperti Tangerang, dari potensi banjir rob yang dapat merusak infrastruktur dan kehidupan masyarakat. Benarkah? Entahlah.

Akan hadir, sang permerhati lingkungan berteriak, dengan konstruksi opini menarik, seperti pembangunan pagar laut tersebut bisa berdampak pada ekosistem pesisir yang kaya akan kehidupan laut, seperti mangrove, yang berfungsi sebagai pelindung alami dari erosi dan sebagai habitat bagi berbagai spesies laut. Selain itu, ada kekhawatiran terkait dengan akses masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya laut untuk mata pencaharian mereka, seperti nelayan tradisional, yang mungkin terpinggirkan atau terhalang oleh pembangunan pagar tersebut. Terakhir semuan nelayan yang terpinggirkan itu, direkkrut jada satpam, atau tukang parkir. Selesai sudah.

Lihatlah kasus Pulau Serangan di Bali yang kini semakin ramai. Awalnya melalui reklamasi, tetapi sekarang masyarakat yang tinggal di sana semakin terpinggirkan, meskipun pihak PT Bali Turtle Island Development (BTID) selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali membantah hal tersebut. Warga yang selama ini tinggal di Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, mulai merasakan dampaknya. Nama Pantai Serangan di Google Map kini berubah menjadi Pantai Kura Kura Bali (Surf Surf by The Waves), dan nama Jalan Pulau Serangan juga berubah menjadi Jalan Kura Kura Bali. Selain itu, pedagang yang biasa berjualan di kawasan tersebut kini terancam, dan ada kekhawatiran terkait gangguan terhadap aktivitas umat Hindu, karena di sana terdapat situs pura yang dianggap suci(https://elshinta.com/).

Sisi Indah pulau Serangan Bali (sumber : superlive.id)
Sisi Indah pulau Serangan Bali (sumber : superlive.id)

TESIS TENTANG "OCEAN GRABBING"

Kasus pagar laut ini seakan membenarkan tesis , Bennett, N. J., Govan, H., & Satterfield, T. (2015). Dalam artikelnya yang menarik dengan judul, Ocean grabbing.yang dimuat dalam jurnal  Marine Policy, 57, 61-68,  tesisnya adalah tentang  " Ocean grabbing" ini tepat, untuk dipetakan pada kasus Pagar laut yang lagi heboh itu,  lalu apa yang dimaksud dengan Ocean grabbing?

Ocean grabbing adalah istilah yang relatif baru yang semakin banyak diterapkan pada berbagai inisiatif dan transaksi terkait pembangunan, konservasi, dan pengelolaan perikanan . Istilah ini muncul seiring dengan berkembangnya literatur mengenai perampasan lahan (land grabbing), yang merujuk pada pembelian atau perampasan tanah (sering terjadi di negara-negara jauh) oleh perusahaan transnasional atau nasional, pemerintah, individu, atau LSM. Ini bisa mencakup 'perampasan' tanah untuk bahan bakar, produksi pangan, investasi, konservasi, atau tujuan lainnya, misalnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah 'ocean grabbing' mulai merujuk pada kekhawatiran serupa yang berkaitan dengan hak dan mata pencaharian para nelayan skala kecil dan masyarakat pesisir yang rentan.

Secara khusus, pada tahun 2012, Olivier De Schutter, pelapor khusus PBB tentang hak atas pangan, memperingatkan: "'Ocean grabbing' -- dalam bentuk kesepakatan akses yang merugikan nelayan skala kecil, tangkapan yang tidak dilaporkan, penyusupan ke perairan yang dilindungi, dan pengalihan sumber daya dari populasi lokal -- bisa menjadi ancaman yang sama seriusnya dengan 'land grabbing'

 Baru-baru ini, beberapa LSM dan World Forum of Fisher People menulis sebuah laporan berjudul "The Global Ocean Grab," yang bertujuan untuk mengeksplorasi proses-proses pengambilan hak yang berdampak negatif pada masyarakat pesisir dan nelayan skala kecil .

Para penulis menyarankan bahwa ocean grabbing terjadi melalui "mekanisme yang beragam seperti tata kelola perikanan (inter)nasional dan kebijakan perdagangan dan investasi, penetapan kawasan konservasi daratan, pesisir, dan laut yang 'no-take', kebijakan (eko)turisme dan energi, spekulasi keuangan, dan ekspansi operasi industri pangan dan perikanan global, termasuk akuakultur berskala besar, di antara lainnya".

Ocean grabbing mungkin memang terjadi melalui inisiatif-inisiatif ini. Bagi individu dan komunitas yang menghuni daerah pesisir atau bergantung pada sumber daya laut untuk mata pencaharian atau kebutuhan hidup, hilangnya ruang laut atau sumber daya laut adalah masalah yang sangat nyata dan mendesak.

Namun, pelabelan semua inisiatif konservasi (misalnya, kawasan lindung laut) atau pembangunan (misalnya, ekowisata) yang melibatkan alokasi kembali ruang atau sumber daya sebagai "ocean grabbing" juga bisa kontraproduktif. Meskipun istilah 'ocean grabbing' sudah digunakan dalam literatur populer, istilah ini belum mendapat perhatian akademik yang mendalam dan masih kurang didefinisikan dengan jelas.

Oleh karena itu, penting untuk memberikan dasar untuk menilai inisiatif-inisiatif tersebut dan membedakan ocean grabbing yang merugikan dari inisiatif yang menggunakan proses tata kelola yang tepat dan yang dianggap bermanfaat oleh dan untuk masyarakat lokal, masyarakat, dan ekosistem. Selanjutnya, para penulis mendefinisikan istilah ocean grabbing, mengkarakterisasi inisiatif yang mungkin dilabeli demikian, dan menyajikan kerangka analitis untuk menilai inisiatif konservasi atau pembangunan yang melibatkan alokasi kembali ruang atau sumber daya laut dan pesisir. Sebagai pijakan  mengusulkan agenda untuk masa depan.

SEJARAH  OCEAN GRABBING?

Perubahan dalam alokasi wilayah dan sumber daya laut telah terjadi sepanjang sejarah manusia. Begitu pula, segala bentuk pembangunan atau pengelolaan lingkungan di wilayah laut atau pesisir pada dasarnya melibatkan alokasi atau alokasi ulang hak untuk mengontrol, mengakses, atau menggunakan ruang laut atau sumber daya. Lalu, apa yang mendefinisikan suatu inisiatif, kebijakan, atau tindakan sebagai ocean grabbing? Apa bentuk-bentuk yang mungkin terjadi? Apa yang sedang dirampas dan oleh apa? Siapa yang melakukan perampasan ini? Siapa yang terdampak dan bagaimana? Siapa yang diuntungkan? Bagaimana atau melalui apa proses dan tindakan yang menyebabkan terjadinya ocean grabbing?

Sebagai titik awal untuk diskusi ini, penulis mengusulkan definisi berikut untuk ocean grabbing: Ocean grabbing merujuk pada pengambilalihan atau perampasan penggunaan, kontrol, atau akses terhadap ruang laut atau sumber daya dari pengguna sumber daya sebelumnya, pemegang hak, atau penghuni. Ocean grabbing terjadi melalui proses tata kelola yang tidak tepat dan mungkin melibatkan tindakan yang merusak keamanan manusia atau mata pencaharian atau menghasilkan dampak yang merugikan kesejahteraan sosial-ekologis. Ocean grabbing dapat dilakukan oleh lembaga publik atau kepentingan swasta.

Berdasarkan definisi ini dan pertanyaan-pertanyaan di atas, dua entitas fisik yang mungkin "dirampas" adalah: sumber daya dan ruang. Sumber daya laut bisa berupa yang hidup atau tidak hidup. Misalnya, ocean grabbing pertama kali digunakan untuk merujuk pada perburuan stok ikan. Spesies individual (misalnya paus, kuda laut, teripang) dan habitat (misalnya terumbu karang, hutan mangrove) juga bisa dirampas. Entitas tidak hidup mungkin termasuk pasir, batu, atau mineral dasar laut serta hidrokarbon. Ruang laut dan pesisir juga mencakup zona permukaan laut, dasar laut, kolom air, pantai, bukit pasir pesisir, laguna, terumbu karang, hutan mangrove, atau padang lamun. Ruang fisik ini dapat terkait dengan aktivitas ekonomi atau penggunaan historis, namun juga bisa menjadi area dengan makna spiritual atau budaya  atau sumber daya yang sangat terhubung dengan praktik adat atau lembaga tata kelola yang sudah lama ada

Perampasan itu sendiri bisa terjadi melalui pengambilan sumber daya secara ilegal, perampasan tanah untuk pariwisata, penyusupan ke area untuk ekstraksi sumber daya, pemindahan komunitas saat penciptaan Kawasan Perlindungan Laut (MPA), atau perampasan tanah komunitas setelah bencana alam. Ini juga bisa terjadi sebagai akibat dari perubahan atau ketidakamanan hak atas tanah [6,21], termasuk perubahan kepemilikan yang tidak diinginkan, kehilangan hak atas tanah atau hak akses (dalam kasus pengucilan yang tidak sah), dan/atau kehilangan hak terkait untuk menggunakan, memanen, mengelola, atau menghalangi orang lain. Hal ini dapat terjadi akibat alokasi ruang yang dipindahkan dari publik ke privat, dari privat ke privat, dari privat ke publik, atau antar bentuk ruang publik -- misalnya, dari ruang publik akses umum menjadi ruang publik akses terbatas. Secara khusus, contoh ocean grabbing melalui alokasi ulang ruang dapat terjadi sebagai akibat kebijakan pengelolaan lingkungan atau perikanan, di mana sumber daya laut diprivatisasi, atau alokasi atau penggunaan sumber daya baru diberikan (misalnya, dari ikan komersial atau ikan pangan ke pariwisata). Ocean grabbing juga dapat terjadi dalam bentuk pengurungan ruang -- untuk satu atau beberapa penggunaan -- atau perubahan dalam rezim kepemilikan. Inisiatif privatisasi dapat, misalnya, meningkatkan alokasi pribadi atas dan kontrol terhadap.

sebelumnya publik (terbuka, kolam bersama, atau milik negara) sumber daya perikanan. Pengurungan juga merujuk pada pembatasan akses atau penggunaan suatu area yang dipicu oleh sumber tidak langsung, seperti pencemaran ruang (misalnya, menjadi beracun dan tidak dapat digunakan sehingga menyebabkan pengurungan de facto).

Berbagai aktor dan organisasi dengan motivasi yang berbeda mungkin dituduh melakukan ocean grabbing melalui berbagai inisiatif yang tercantum di Tabel 1. Motivasi tersebut mungkin didasarkan pada niat yang baik atau niat yang dinyatakan, seperti yang dimiliki oleh beberapa organisasi non-pemerintah lingkungan (ENGOs), yayasan, perusahaan, investor sektor swasta, individu, dan pemerintah yang mungkin tanpa sadar melakukan "ocean grabbing" atas nama "konservasi", "pengelolaan lingkungan", atau "pembangunan".

Misalnya, ENGOs mungkin tanpa sengaja memfasilitasi perampasan ruang pesisir atau laut melalui promosi kawasan lindung pesisir kecil atau kawasan perlindungan laut besar (LMPA), dengan tujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati atau mengisi kembali stok perikanan. Inisiatif juga bisa didorong oleh keuntungan atau aspirasi politik untuk kontrol sosial atau teritorial. Pemerintah negara dapat melaksanakan reformasi tanah atau memaksa pengungsian penduduk dari wilayah dalam negara mereka atau wilayah luar negeri yang jauh, baik melalui inisiatif konservasi; memproduksi area yang sebelumnya dianggap marginal; atau mengembangkan sumber daya perikanan yang dianggap belum dimanfaatkan atau tidak produktif. Dua kondisi atau asumsi yang bermasalah adalah bahwa sumber daya tersebut belum dialokasikan (misalnya, kepada nelayan skala kecil) dan bahwa sumber daya tersebut belum berlebih dipanen. Pemerintah sering kali menerapkan kebijakan lingkungan baru (berkisar dari pembatasan perikanan hingga alokasi ulang hak penangkapan ikan -- misalnya, ITQ) yang memengaruhi kelompok yang terpinggirkan.

Tindakan pemerintah di suatu negara mungkin juga membatasi aktivitas kelompok di negara lain. Kepentingan korporasi atau swasta bisa -- melalui cara legal (misalnya, negosiasi kuota panen atau hak akses dalam ZEE, investasi swasta dalam perikanan yang terperas, proyek pengembangan besar) atau cara ilegal (misalnya, penangkapan ikan IUU) -- menggusur kelompok lokal atau merusak hasil tangkapan perikanan nelayan skala kecil.

Penggerak ocean grabbing seberagam cara yang digunakan untuk melakukannya. Para penulis berpendapat bahwa penggerak utama dari ocean grabbing adalah: permintaan global, tekanan pembangunan, demografi lokal, pasar finansial, proses politik, perubahan lingkungan global, dan penurunan lingkungan. Permintaan global untuk makanan laut menyebabkan negara-negara maju di Asia, Eropa, dan Amerika Utara mengembangkan armada perikanan jarak jauh dan bernegosiasi untuk sewa di perairan asing .

Pasar ikan yang berorientasi ekspor di negara berkembang sering didorong oleh pasar global, bukan pasokan domestik Permintaan tambahan (misalnya, untuk makanan, obat-obatan, sumber daya, pariwisata, dan energi) dan faktor demografis (misalnya, migrasi dan peningkatan populasi lokal) juga dapat menyebabkan tekanan pembangunan pada sumber daya dan ruang laut. Pasar finansial global dan spekulasi modal dapat memfasilitasi alokasi ulang sumber daya laut -- khususnya melalui pendanaan progresif perikanan atau penciptaan pasar layanan ekosistem, yang memungkinkan sumber daya laut untuk diinvestasikan dan diperdagangkan di pasar finansial yang jauh. Perubahan lingkungan global dan degradasi lingkungan dapat bergabung dengan bentuk kelangkaan lainnya -- misalnya, krisis keuangan, keterbelakangan, degradasi lingkungan, penurunan sumber daya -- yang juga dapat mendorong perampasan terkait sumber daya dan konservasi. Narasi yang bersaing tentang kelangkaan lingkungan (pembangunan berlebihan) dan sumber daya yang tidak terpakai (keterbelakangan) dapat menyebabkan pengurungan progresif dari commons oleh kombinasi inisiatif konservasi dan pembangunan.

Ciri khas dari ocean grabs adalah bahwa mereka berdampak negatif pada pengguna sumber daya sebelumnya, pemegang hak, atau penghuni. Yang menjadi perhatian khusus adalah komunitas pesisir yang terpinggirkan dan rentan serta kelompok-kelompok, termasuk nelayan skala kecil, pemilik tanah tradisional, pemegang hak tanah historis, kelompok adat, dan perempuan. Pertimbangan gender sangat penting di sini karena nelayan perempuan dan pengumpul mungkin mengakses dan menggunakan area serta sumber daya yang berbeda dari laki-laki -- misalnya, area pantai dan terumbu karang yang terletak dalam jangkauan pandang komunitas.

 Inisiatif ocean grabbing juga dapat menguntungkan populasi yang lebih baru dibandingkan dengan populasi yang sudah lama ada atau sebaliknya. Tidak hanya komunitas dan kelompok lokal, tetapi juga pemerintah, dari skala nasional hingga lokal, mungkin juga menjadi tidak berdaya atau terpinggirkan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan ketika ocean grabbing terjadi. Negara-negara berkembang dan negara-negara pulau kecil yang sedang berkembang mungkin sangat rentan terhadap pengaruh dan bujukan oleh pemerintah eksternal, organisasi multilateral, atau organisasi sektor swasta melalui cara-cara yang beragam seperti tekanan politik, pertukaran utang untuk alam, atau pemaksaan. Pemerintah lokal juga mungkin tidak berdaya melawan keputusan yang dibuat di tingkat yang lebih tinggi dalam negara mereka sendiri. Pertanyaan terkait adalah siapa yang diuntungkan -- populasi yang jauh, investor korporat, elit lokal, atau birokrat pemerintah yang kuat? Kekhawatiran yang mendasari adalah apakah inisiatif tersebut telah atau akan memperburuk ketidaksetaraan dan semakin meminggirkan atau memperbaiki situasi individu, kelompok, atau pemerintah yang rentan.

AKTIVITAS APA YANG TERMASUK  OCEAN GRABBING?

Tidak semua tindakan konservasi atau pembangunan yang melibatkan alokasi ulang ruang atau sumber daya berujung pada hasil negatif atau merupakan ocean grabbing. Lalu, apa yang mendefinisikan sebuah inisiatif sebagai ocean grabbing? Literatur kritis yang luas tentang land grabbing dan diskusi awal mengenai ocean grabbing memberikan wawasan di sini

. Misalnya, literatur ini menunjukkan bahwa "grabbing" difasilitasi melalui marginalisasi masyarakat lokal, transaksi yang tidak transparan atau korup, subversi proses politik atau demokratis, pemindahan fisik dan perampasan secara kekerasan, akumulasi dan pengecualian melalui privatisasi progresif, menyebabkan kerusakan lingkungan, serta merusak ketahanan pangan, di antara kemungkinan lainnya. Alih-alih terlibat dalam diskusi panjang, kritik-kritik ini digunakan sebagai dasar yang terinformasi untuk mengevaluasi apakah tindakan tertentu merupakan ocean grabbing.

Ada tiga pertimbangan utama yang dapat digunakan untuk menilai apakah sebuah inisiatif merupakan atau bukan "ocean grabbing": (1) kualitas tata kelola, (2) adanya tindakan yang merusak keamanan dan mata pencaharian manusia, dan (3) dampak yang dihasilkan yang secara negatif memengaruhi kesejahteraan sosial-ekologis.

Pertama, pertimbangan mendasar adalah kualitas tata kelola itu sendiri. Tata kelola dapat dipahami sebagai struktur, institusi, dan proses yang digunakan untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan. Ini berkaitan dengan cara kekuasaan dan otoritas dijalankan melalui institusi ekonomi, politik, sosial, dan administratif. Kualitas tata kelola -- yang sering disebut sebagai "kebaikan" tata kelola -- adalah kontrak sosial normatif antara negara, sektor swasta, dan masyarakat sipil mengenai cara aktor seharusnya menjalankan kekuasaan dan tanggung jawab mereka.

performa dan tindakan harus terjadi . Sebagai contoh, mungkin disepakati bahwa tindakan yang merusak institusi demokratis, adat dan aturan lokal, atau pengaturan tata kelola yang sudah ada sebelumnya, atau kebijakan yang memarginalkan kelompok yang rentan, tidak dapat diterima dan oleh karena itu tidak seharusnya terjadi.

Istilah "tata kelola yang baik" dipopulerkan dalam dokumen kebijakan Program Pembangunan PBB Governance for Sustainable Human Development, yang mendefinisikannya sebagai "...partisipatif, transparan, dan akuntabel. Ini juga efektif dan adil. Dan mempromosikan supremasi hukum".

Menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), tata kelola yang baik berkaitan dengan "...lingkungan di mana operator ekonomi berfungsi...distribusi manfaat...[dan] hubungan antara penguasa dan yang dikuasai". Dokumen kebijakan internasional ini dan banyak lainnya menunjukkan bahwa tata kelola yang baik sangat penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi yang efektif, sementara itu sendiri juga merupakan tujuan yang layak. Konsep dan argumen serupa muncul dalam dokumen kebijakan dan literatur akademik yang berfokus pada hubungan antara tata kelola yang baik dan pengelolaan serta konservasi lingkungan.

Kualitas tata kelola dapat dinilai berdasarkan sejumlah kriteria: mempertimbangkan konteks, melibatkan proses dan otoritas pengambilan keputusan yang sesuai, memperhatikan keadilan dan keragaman perspektif, pemeliharaan hak dan supremasi hukum, serta apakah institusi tersebut partisipatif, transparan, akuntabel, dan sah. Aspek penting dari legitimasi adalah apakah kebijakan atau tindakan yang dilaksanakan benar-benar merupakan cara yang efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tata kelola meta yang baik juga menjadi pertimbangan, yang kami maksudkan adalah ketiadaan kekuatan-kekuatan korup yang tersembunyi (misalnya, tokoh yang berpengaruh) yang bertindak pada tata kelola secara tak terlihat; atau normalisasi perilaku korup.

Pertimbangan kedua adalah apakah inisiatif tersebut merusak atau memperkuat mata pencaharian dan keamanan manusia, terutama bagi komunitas atau kelompok rentan yang terdekat. Keamanan merujuk pada keadaan aman dari bahaya atau perasaan bebas dari ancaman eksistensial atau ancaman terhadap objek referensi. Konsep keamanan manusia bukanlah konsep defensif atau militer seperti keamanan nasional, melainkan konsep integratif yang mempertimbangkan keselamatan, kelangsungan hidup, kesejahteraan, mata pencaharian, dan martabat individu

 Inti dari keamanan manusia adalah kebebasan dari kebutuhan, ketakutan, atau bahaya dan kebebasan untuk mengejar aspirasi seseorang. Mirip dengan tata kelola yang baik, pertimbangan keamanan manusia memungkinkan kita untuk memeriksa apakah tindakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara moral -- atau layak disebut tidak adil dan tidak dapat diterima. Konsep ini juga mengharuskan perhatian diberikan pada penilaian risiko, pencegahan, perlindungan, dan kompensasi saat kerusakan dinilai.

Laporan Pembangunan Manusia 1994 menggambarkan 7 aspek keamanan manusia -- ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, pribadi, komunitas, dan politik . Meskipun beberapa pihak mengkritik definisi ini karena terlalu menyeluruh untuk dapat dikelola, pandangan luas tentang keamanan manusia memungkinkan evaluasi multi-dimensional terhadap kelayakan tindakan. Meskipun ada banyak kategorisasi yang ada, kategori mata pencaharian dan ketahanan pangan, keamanan pribadi dan politik, serta keamanan komunitas adalah yang paling berguna untuk memahami apa yang dimaksud dengan ocean grabbing. Konsep keamanan manusia UNDP "...menekankan bahwa orang perlu dapat merawat diri mereka sendiri: semua orang harus memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan paling dasar mereka dan mencari nafkah mereka sendiri. Memenuhi kebutuhan dasar dan mata pencaharian memerlukan kemampuan dan akses ke aset. Oleh karena itu, pengepungan ruang publik atau privatisasi sumber daya bersama

sumber daya, yang diperlukan untuk mata pencaharian, pendapatan, pangan, atau kebutuhan dasar dapat dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan manusia. Risiko terhadap keamanan pribadi mencakup ancaman yang membahayakan integritas tubuh, kelangsungan hidup, atau martabat individu. Keamanan politik menjamin bahwa hak asasi manusia dasar dilindungi. Bahaya bagi keamanan komunitas mencakup ancaman terhadap eksistensi, fungsi, atau kedaulatan suatu komunitas geografis atau kelompok etnis, budaya, atau mata pencaharian.

Pertimbangan ketiga dan terakhir adalah apakah inisiatif, tindakan, atau kebijakan menghasilkan dampak ekologis negatif atau dampak langsung yang memengaruhi kesejahteraan komunitas yang terdekat atau kelompok rentan. Kesejahteraan adalah konsep multi-faset yang mencakup dimensi fisik, sosial, budaya, institusional, dan ekonomi  -- yang telah diperiksa melalui ukuran subyektif atau obyektif dalam kerangka mata pencaharian berkelanjutan, kemiskinan, kerentanannya, atau kesehatan Istilah 'kesejahteraan sosial-ekologis' digunakan di sini untuk mengakui karakter yang saling terkait dari kesejahteraan dalam sistem sosial-ekologis pesisir yang dipengaruhi oleh ocean grabbing.

Pembangunan komunitas pesisir dan kesejahteraan individu bergantung pada kesehatan lingkungan, kelimpahan sumber daya, dan keutuhan serta produktivitas habitat. Inisiatif pembangunan mungkin menyebabkan kerusakan pada kesehatan lingkungan dan dengan demikian pada manusia -- misalnya, melalui pencemaran air tawar yang diperlukan untuk minum, tanah yang digunakan untuk pertanian, atau daerah pesisir yang menghasilkan hasil laut. Penangkapan ikan berlebihan oleh armada komersial dan armada perairan jauh atau kapal IUU dapat menyebabkan penurunan keberlanjutan dan kelimpahan sumber daya perikanan yang sangat dibutuhkan untuk mata pencaharian lokal dan kelangsungan hidup.

Habitat yang utuh diperlukan untuk ekosistem yang produktif dan dapat memberikan perlindungan dari badai atau jaringan pengaman sosial bagi komunitas pesisir. Ekosistem mangrove atau terumbu karang dapat rusak atau terdegradasi secara irreparabel melalui pembangunan yang tidak tepat.

Selain itu, tindakan alokasi ulang itu sendiri tidak menentukan apakah inisiatif tersebut adalah ocean grabbing, karena tindakan yang melibatkan alokasi ulang ruang dan sumber daya selalu terjadi baik untuk tujuan pengelolaan lingkungan, konservasi, atau pembangunan ekonomi. Banyak dari inisiatif ini sebenarnya bermanfaat secara ekologis dan sosial dan diinginkan oleh konstituen.

Oleh karena itu, menentukan apakah suatu inisiatif adalah "ocean grabbing" adalah latihan normatif tentang apa yang merupakan proses, tindakan, dan hasil yang dapat diterima. Tiga pertimbangan utama di sini adalah: (1) kualitas proses tata kelola, (2) adanya tindakan yang merusak keamanan manusia, dan (3) timbulnya dampak negatif terhadap kesejahteraan sosial-ekologis.

Sebagai contoh, suatu kawasan perlindungan laut mungkin dianggap sebagai ocean grabbing jika (a) persetujuan bebas, sebelumnya, dan informasi tidak dinegosiasikan atau (b) itu menyebabkan pemindahan paksa. Demikian pula, suatu skema akuakultur bisa disebut ocean grabbing jika (a) dibangun tanpa izin di area yang memiliki hak atas tanah historis, (b) milisi menggunakan kekerasan untuk mengusir penduduk sebelumnya, (c) komunitas kehilangan akses ke area yang mereka andalkan untuk hasil pangan, atau (d) itu merusak produktivitas ekologis atau menyebabkan keracunan pada sumber daya. Jika sumber daya perikanan dialokasikan kembali dari nelayan skala kecil melalui kebijakan lingkungan baru (a) tanpa proses yang sah, sementara juga (b) merusak mata pencaharian dan ketahanan pangan tanpa bentuk restitusi yang dapat diterima, ini mungkin dianggap sebagai kasus jelas dari ocean grabbing.

DISKUSI DAN PENELITIAN MASA DEPAN

 Kawasan perlindungan laut, pendekatan berbasis hak, kebijakan perikanan atau sewa, proyek pembangunan pesisir, dan berbagai inisiatif lain yang sebelumnya telah dilabeli sebagai ocean grabbing bukan merupakan ocean grabbing jika dilaksanakan dengan cara yang menghormati, jika mereka mendukung mata pencaharian lokal dan tidak merusak keamanan manusia, serta jika mereka menghasilkan hasil sosial-ekologis yang positif. Menjamin bahwa hal ini terjadi kemungkinan akan memerlukan kontrol yang memadai, termasuk pemantauan dan evaluasi berkelanjutan terhadap proses dan hasil. Perlu dicatat bahwa dalam banyak kasus akan lebih sulit untuk dijelaskan daripada contoh ilustratif yang diberikan di sini -- seperti dalam kasus pengelolaan laut atau inisiatif konservasi, di mana tujuan mungkin untuk meningkatkan stok ikan atau memperbaiki habitat di daerah yang kondisi lingkungannya sudah berdampak pada komunitas lokal atau mata pencaharian. Kerugian jangka pendek dari inisiatif tersebut mungkin tidak diinginkan, tetapi manfaat jangka panjang mungkin jauh lebih besar daripada kerugian tersebut. Dalam hal ini, proses tata kelola yang digunakan perlu diperiksa serta adanya atau tidaknya tindakan kompensasi.

Tujuan akhir dari eksplorasi ocean grabbing seharusnya adalah untuk mencari solusi guna mengurangi terjadinya hal tersebut, misalnya melalui pengembangan kode etik dan dokumen praktik terbaik . Ini berada di luar ruang lingkup studi ini dan memerlukan program penelitian yang sistematis, termasuk dokumentasi bentuk-bentuk serta di mana, kapan, bagaimana, mengapa, dan oleh siapa ocean grabbing terjadi. Berikut adalah daftar topik  yang mungkin dimasukkan dalam penyelidikan semacam itu:

  1. Studi kasus empiris yang mendokumentasikan ocean grabbing di berbagai lokasi;
  2. Faktor pendorong ocean grabbing;
  3. Analisis spasial dan catatan sejarah ocean grabbing;
  4. Konsekuensi dari ocean grabbing; dan,
  5. Solusi untuk menghindari atau menanggulangi ocean grabbing.

Ada banyak pertanyaan tambahan yang mungkin diajukan yang sulit dikategorikan di sini. Misalnya, ada kebutuhan untuk menangani pertanyaan etika terapan dan kebijakan seperti: Siapa yang seharusnya memiliki hak apa terhadap ruang atau sumber daya laut untuk berapa lama dan untuk tujuan apa? Diskusi tentang ocean grabbing juga menuntut pengembangan alat analitis yang memadai untuk menilai apakah inisiatif yang dipromosikan ("ocean grab") benar-benar merupakan metode terbaik (secara etis, efektif, atau efisien) untuk mencapai tujuan perikanan, sosial, atau konservasi yang diinginkan. Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini akan memerlukan pendekatan perspektif yang beragam dan pendekatan analitis dari geografi, studi pembangunan, antropologi, sosiologi, etika, sejarah, ilmu politik, ekonomi, ekologi politik, dan ilmu sosial-ekologis interdisipliner.

Sebagai kesimpulan, istilah ocean grabbing dan kerangka evaluasi yang ditawarkan di sini mungkin berguna untuk beberapa alasan. Penggunaan pertama adalah untuk menyoroti bahaya dari ocean grabbing. Pemerintah, LSM, perusahaan, lembaga multilateral, dan inisiatif tata kelola global perlu memperhatikan kritik ini dan mengambil langkah-langkah untuk terlibat dalam proses tata kelola yang sesuai, menghindari tindakan yang merusak keamanan manusia, dan menghasilkan hasil sosial dan ekologis yang positif bagi nelayan skala kecil, komunitas lokal, dan masyarakat secara keseluruhan. Ini mungkin memiliki dampak untuk merusak legitimasi inisiatif atau organisasi. Misalnya, beberapa inisiatif konservasi dan perencanaan laut skala besar, meskipun berniat baik, mungkin dengan mudah membuat pendukung, advokat, dan pelaksana lupa akan dimensi sosial dari konservasi dan pentingnya proses tata kelola yang tepat.

 Juga penting untuk memastikan bahwa ilmu pengetahuan atau cita-cita tinggi tidak digunakan untuk membenarkan kebijakan atau tindakan negatif. Meskipun ide seperti konservasi mungkin layak dalam prinsip, ini tidak berarti itu layak dalam praktik. Organisasi dan promotor dari suatu ideal, kebijakan, program, atau tindakan perlu memahami implikasi dunia nyata dari inisiatif pengelolaan lingkungan, konservasi, dan pembangunan. Inisiatif-inisiatif ini mempengaruhi orang-orang nyata -- yang sering kali sudah menjadi anggota kelompok rentan dan kurang terwakili -- di rumah dan komunitas mereka. Promotor konservasi dan pembangunan harus secara memadai membenarkan alokasi ulang ruang dan sumber daya dalam setiap kasus, tetapi ini tidak harus menjadi satu-satunya langkah yang diambil.

Penggunaan kedua dari kriteria di atas adalah untuk meningkatkan akuntabilitas. Konsep ocean grabbing dapat diterapkan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah, organisasi, dan individu atas tindakan mereka. Dalam kasus terburuk, ini bisa berlaku pada pelanggaran hak asasi manusia, tetapi juga bisa digunakan untuk menunjukkan penggerogotan ketahanan pangan bagi nelayan skala kecil atau proses tata kelola yang meragukan (seperti kesepakatan belakang layar, korupsi, atau pemaksaan).

Penggunaan ketiga adalah untuk mempromosikan praktik yang baik. Tujuan utamanya adalah untuk mendorong para pendukung dan pelaksana inisiatif yang terkait dengan lautan yang melibatkan alokasi ulang ruang atau sumber daya untuk lebih memperhatikan dan memastikan bahwa proses tata kelola yang tepat diikuti, tindakan yang sesuai diambil, dan hasil yang bermanfaat dihasilkan. Kekhawatiran utamanya adalah, bagaimanapun juga, bahwa ekses terburuk dari "ocean grabbing" terutama berdampak pada kelompok lokal dan terpinggirkan yang semakin kehilangan kekuatan dan terpengaruh secara negatif.

Akhirnya, untuk menegaskan kembali poin yang telah dibuat sebelumnya, meskipun ocean grabbing adalah ancaman yang sangat nyata, kita juga perlu sangat berhati-hati terhadap penerapan istilah ini secara berlebihan dan tanpa kritik pada semua inisiatif yang melibatkan perubahan dalam alokasi sumber daya atau ruang laut. Menyebut semua inisiatif konservasi dan pembangunan sebagai "ocean grabbing" akan sama tidak produktifnya, yang dapat merusak potensi positif dari inisiatif berbasis tempat serta agensi dan pilihan lokal. Definisi dan kerangka kerja yang ditawarkan di sini dapat membantu menghindari kesalahan pelabelan inisiatif, sambil menyoroti bahaya ocean grabbing, meningkatkan akuntabilitas, dan mempromosikan praktik yang baik. Poin-poin yang disampaikan di sini tentu saja baru permulaan dari dialog dan agenda penelitian yang jauh lebih panjang mengenai ocean grabbing.

REDUKSI DAMPAK OCEAN GRABBING

Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh ocean grabbing, ada beberapa pendekatan yang bisa diterapkan, baik pada tingkat kebijakan, praktik pengelolaan sumber daya laut, maupun melalui keterlibatan komunitas lokal. Berikut adalah beberapa cara yang dapat membantu mengurangi dampak ocean grabbing:

1. Peningkatan Tata Kelola yang Baik

  • Transparansi dan Akuntabilitas: Mengembangkan dan memastikan adanya proses pengambilan keputusan yang transparan dan akuntabel, di mana semua pihak terkait, terutama masyarakat lokal, dilibatkan dalam setiap tahap perencanaan dan implementasi kebijakan.
  • Penguatan Sistem Hukum: Memastikan bahwa hukum dan regulasi yang ada mendukung perlindungan hak-hak masyarakat lokal, terutama terkait dengan pengelolaan ruang laut dan sumber daya alam mereka.

2. Pemberdayaan Komunitas Lokal

  • Keterlibatan Masyarakat: Mengikutsertakan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan mengenai penggunaan ruang laut dan sumber daya alam, serta memberi mereka hak untuk mengakses dan mengelola sumber daya alam mereka secara adil.
  • Pendidikan dan Kesadaran: Menyediakan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat setempat untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak mereka, serta cara-cara mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan.

3. Pengakuan dan Perlindungan Hak atas Tanah dan Laut

  • Pengakuan Hak Tradisional: Memastikan bahwa hak-hak komunitas adat dan kelompok marginal atas tanah dan laut mereka diakui dan dilindungi dalam kebijakan dan peraturan yang ada.
  • Penguatan Tenurial: Memberikan perlindungan terhadap hak-hak pengelolaan sumber daya laut oleh nelayan skala kecil dan masyarakat pesisir yang bergantung pada sumber daya alam tersebut untuk mata pencaharian mereka.

4. Penerapan Kebijakan yang Berbasis pada Keadilan Sosial

  • Distribusi Manfaat yang Adil: Kebijakan dan inisiatif yang berhubungan dengan pengelolaan laut dan sumber daya alam harus memastikan distribusi manfaat yang adil untuk semua pihak, khususnya masyarakat yang paling terdampak.
  • Pencegahan Penggusuran: Hindari penggusuran paksa terhadap komunitas yang bergantung pada laut sebagai sumber mata pencaharian mereka. Jika perlu ada pemindahan, pastikan ada kompensasi yang memadai dan akses ke sumber daya yang setara di lokasi baru.

5. Pemantauan dan Evaluasi yang Berkelanjutan

  • Pemantauan Dampak Sosial dan Ekologis: Melakukan pemantauan yang berkelanjutan terhadap dampak sosial dan ekologis dari setiap kebijakan atau proyek yang berpotensi menyebabkan ocean grabbing, dengan melibatkan masyarakat setempat dalam proses evaluasi.
  • Penyesuaian Kebijakan: Jika ditemukan dampak negatif, kebijakan harus bisa disesuaikan atau diperbaiki agar tidak merugikan masyarakat lokal dan ekosistem.

6. Penguatan Kerjasama Internasional dan Kebijakan Global

  • Kebijakan Global yang Adil: Mendukung kebijakan internasional yang memperkuat hak-hak masyarakat lokal dan mencegah eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya laut, termasuk kebijakan yang melarang praktik perikanan ilegal dan tidak sah (IUU fishing).
  • Pengawasan oleh Organisasi Internasional: Memperkuat peran organisasi internasional dalam memantau dan memberikan rekomendasi terhadap kebijakan yang berpotensi menyebabkan ocean grabbing, serta memfasilitasi dialog antarnegara terkait masalah pengelolaan sumber daya laut.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dampak buruk dari ocean grabbing dapat diminimalisir, sambil menciptakan sistem pengelolaan sumber daya laut yang lebih adil dan berkelanjutan. Moga bermanfaat***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun