Di zaman sekarang, ada kemungkinan bahwa ijazah bisa dibeli atau diperoleh dengan mudah oleh mereka yang memiliki uang atau kekuasaan, tanpa harus mengikuti seluruh proses pendidikan yang telah ditetapkan. Saya mengatakan ini karena pernah mendengar isu tentang sebuah universitas yang menjual ijazah tanpa mengharuskan seseorang mengikuti pembelajaran. Bahkan, saya pernah melihat seseorang yang membeli ijazah SD di Jakarta, meskipun orang tersebut tidak pernah bersekolah di sana dan masih berasal dari desa yang sama dengan saya.
Masalah pendidikan yang muncul akibat kekuasaan sering kali berkaitan dengan ketidakmerataan akses pendidikan, kurangnya sumber daya untuk pendidikan di beberapa wilayah, dan pengaruh politik yang memengaruhi kurikulum dan proses pembelajaran. Hal ini dapat menyebabkan kesenjangan dalam kualitas pendidikan antara daerah dan juga membatasi kebebasan akademik. Solusinya harus mencakup pemerataan distribusi sumber daya pendidikan dan memastikan bahwa kebijakan pendidikan didasarkan pada kebutuhan siswa, bukan kepentingan politik atau kekuasaan.
PENDIDIKAN DAPAT MEMENGARUHI DISTRIBUSI KEKUASAAN
Relasi antara kekuasaan dan pendidikan adalah suatu topik yang mencakup bagaimana kekuasaan memengaruhi sistem pendidikan, dan sebaliknya, bagaimana pendidikan dapat memengaruhi distribusi kekuasaan dalam masyarakat. Beberapa aspek utama dari hubungan ini meliputi:
Pertama, Kontrol atas Kurikulum. Kekuasaan yang dimiliki oleh negara, kelompok elit, atau pihak tertentu dapat mempengaruhi apa yang diajarkan di sekolah dan universitas. Kurikulum pendidikan sering kali mencerminkan nilai-nilai, ideologi, dan prioritas dari kelompok yang mengendalikan kekuasaan. Misalnya, dalam banyak kasus sejarah, pihak berkuasa sering memilih untuk menyaring atau mengubah narasi sejarah, politik, atau budaya tertentu agar sesuai dengan agenda mereka.
Kedua, Akses terhadap Pendidikan. Kekuasaan juga memengaruhi siapa yang memiliki akses ke pendidikan. Kelompok yang berkuasa, baik dalam konteks negara, kelas sosial, atau etnis, dapat mengatur atau membatasi akses ke pendidikan berkualitas. Dalam masyarakat yang hierarkis, mereka yang berada di strata atas cenderung memiliki akses yang lebih baik ke pendidikan, sementara kelompok yang lebih miskin atau terpinggirkan mungkin dihadapkan pada akses yang terbatas.
Ketiga, Pendidikan sebagai Alat Pembentukan Kekuasaan. Pendidikan juga berfungsi sebagai alat untuk memperkuat atau mengubah struktur kekuasaan. Melalui pendidikan, individu diajarkan nilai-nilai yang mendukung sistem sosial dan politik yang ada, atau bahkan berpotensi menantang kekuasaan yang dominan. Di banyak negara, pendidikan digunakan untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang mendukung kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial yang dominan, serta mengurangi potensi ketegangan sosial.
Keempat, Pengaruh Politik dalam Kebijakan Pendidikan. Kebijakan pendidikan sering kali dipengaruhi oleh kekuasaan politik, dan perubahan dalam pemerintahan dapat membawa perubahan besar dalam sistem pendidikan. Misalnya, jika suatu pemerintah berideologi konservatif atau progresif, hal ini akan mempengaruhi kebijakan pendidikan, seperti pendekatan terhadap ilmu pengetahuan, seni, atau hak-hak minoritas dalam kurikulum.
Kelima, Pendidikan dan Kritis terhadap Kekuasaan. Sebaliknya, pendidikan juga memiliki peran dalam mempersiapkan individu untuk berpikir kritis terhadap kekuasaan. Pendidikan tinggi, khususnya di bidang ilmu sosial dan humaniora, seringkali berfungsi untuk membuka kesadaran tentang ketidaksetaraan, keadilan sosial, dan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan demikian, pendidikan bisa menjadi alat untuk menantang atau merubah struktur kekuasaan yang ada, terutama melalui kesadaran politik dan sosial.
Keenam, Reproduksi Kekuasaan melalui Pendidikan. Salah satu pandangan teori kritis, seperti yang dikembangkan oleh Pierre Bourdieu, menyatakan bahwa pendidikan dapat bertindak sebagai alat untuk mereproduksi struktur kekuasaan yang ada, yaitu dengan memastikan bahwa kelas sosial yang dominan tetap mempertahankan posisi mereka. Bourdieu berbicara tentang konsep habitus (polarisasi budaya yang diperoleh dari lingkungan sosial) yang sering kali dipertahankan dan diteruskan melalui sistem pendidikan.
Secara keseluruhan, relasi kekuasaan dengan pendidikan sangat erat dan saling mempengaruhi. Kekuasaan mempengaruhi arah dan tujuan pendidikan, sementara pendidikan juga memiliki potensi untuk mempengaruhi distribusi kekuasaan dalam masyarakat, baik dengan memperkuat status quo maupun dengan mendorong perubahan sosial. Moga bermanfaat ****