Di alam liar, jamur tiram dapat ditemukan hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan yang sejuk, tumbuh di atas batang pohon yang telah lapuk atau pohon yang sudah ditebang, karena termasuk jamur kayu.Â
Dalam budidaya, substrat yang digunakan harus meniru kondisi habitat alami jamur ini. Serbuk gergaji kayu, yang merupakan limbah dari penggergajian kayu, adalah media yang umum digunakan untuk membudidayakan jamur tiram.
Nama jamur tiram, baik nama Latin dan nama umum merujuk pada bentuk tubuh buah jamur tersebut. Nama Latin pleurotus (telinga samping) merujuk pada pertumbuhan batang yang menyamping terhadap topi, sementara ostreatus (dan nama umum dalam bahasa Inggris, oyster) merujuk pada bentuk topi yang menyerupai kerang dua katup dengan nama yang sama. Penyebutan oyster juga bisa berasal dari tekstur licin jamur tersebut. Nama jamur oyster abu-abu bisa digunakan untuk P. ostreatus.
ASAL USUL JAMUR TIRAM
Pleurotus pertama kali dibudidayakan di Jerman selama Perang Dunia I sebagai upaya untuk menyimpan makanan, dan dokumentasi pertama mengenai budidayanya dilakukan oleh Kaufer (Kaufert F et al. 1936). Saat ini, sejumlah spesies Pleurotus dibudidayakan secara komersial karena kandungan mineralnya yang tinggi, manfaat medisnya, siklus hidup yang cepat, kemampuannya dalam mendaur ulang limbah pertanian dan industri tertentu, serta kebutuhan sumber daya dan teknologi yang rendah (Sibel Yildiz et al. 2002).
Substrat yang digunakan untuk menumbuhkan jamur Pleurotus juga bernilai sebagai pupuk dan pengkondisi tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman (Brenneman JA et al. 1994). Selain itu, limbah yang telah difermentasi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak setelah proses budidaya jamur (Soto-Cruz O et al. 1994). Oleh karena itu, budidaya Pleurotus dapat membantu mengatasi masalah penting terkait pembuangan limbah tanah, memberikan keuntungan ekonomi, serta menjaga kelestarian lingkungan.
Berbagai penelitian dari berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa jamur Pleurotus memiliki kandungan gizi yang tinggi dan mengandung berbagai senyawa bioaktif, seperti terpenoid, steroid, fenol, alkaloid, lektin, dan nukleotida, yang telah diisolasi dan diidentifikasi dari tubuh buah, miselium, dan kultur jamur, yang menunjukkan potensi efek biologis yang menjanjikan (Lindequist et al. 2005). Namun, sebagian besar temuan ini tersebar. Dalam ulasan ini, kami merangkum temuan terbaru mengenai berbagai aspek dari jamur Pleurotus.
DISTRIBUSI DAN HABITAT
Jamur oyster tersebar luas di banyak hutan beriklim sedang dan subtropis di seluruh dunia, meskipun tidak ditemukan di Barat Laut Pasifik Amerika Utara, yang digantikan oleh P. pulmonarius dan P. populinus. Jamur ini adalah saprotrof yang berfungsi sebagai pengurai utama kayu, terutama pohon gugur, dan pohon beech khususnya. Jamur ini adalah jamur pembusuk kayu dengan rot putih.
Jamur oyster standar dapat tumbuh di banyak tempat, tetapi beberapa spesies terkait lainnya, seperti jamur oyster bercabang, hanya tumbuh pada pohon. Mereka dapat ditemukan sepanjang tahun di Inggris.
Meskipun jamur ini sering terlihat tumbuh pada pohon kayu keras yang sedang mati, jamur ini hanya tampak bertindak secara saprofitik, bukan parasitik. Ketika pohon mati karena penyebab lain, P. ostreatus tumbuh pada massa kayu mati yang berkembang pesat. Jamur ini sebenarnya menguntungkan hutan dengan mengurai kayu mati, mengembalikan unsur dan mineral penting ke dalam ekosistem dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman dan organisme lain. Jamur oyster juga dapat mengakumulasi litium.