Pendahulu penting lainnya adalah perkembangan teori komputasi dan komputer digital pada 1940-an dan 1950-an. Tokoh-tokoh seperti Kurt Gdel, Alonzo Church, Alan Turing, dan John von Neumann memiliki peran penting dalam kemajuan ini. Komputer modern, atau mesin Von Neumann, nantinya akan menjadi alat yang sangat berperan dalam ilmu kognitif, baik sebagai metafora untuk pikiran maupun sebagai perangkat penelitian.
Istilah ilmu kognitif pertama kali diperkenalkan oleh Christopher Longuet-Higgins dalam tanggapannya terhadap laporan Lighthill pada tahun 1973, yang membahas perkembangan riset kecerdasan buatan pada waktu itu. Pada dekade yang sama, jurnal Cognitive Science dan Cognitive Science Society didirikan. Pertemuan pembentukan Cognitive Science Society berlangsung di University of California, San Diego pada tahun 1979, yang menjadikan ilmu kognitif sebagai disiplin ilmu yang diakui secara internasional. Pada tahun 1972, Hampshire College mulai menawarkan program sarjana pertama di bidang ilmu kognitif, yang dipimpin oleh Neil Stillings. Selanjutnya, pada tahun 1982, dengan bantuan Stillings, Vassar College menjadi perguruan tinggi pertama di dunia yang memberikan gelar sarjana dalam ilmu kognitif. Pada tahun 1986, Cognitive Science Department pertama di dunia didirikan di University of California, San Diego.
Pada 1970-an dan awal 1980-an, seiring dengan meningkatnya akses ke komputer, penelitian kecerdasan buatan semakin berkembang. Peneliti seperti Marvin Minsky menulis program komputer dalam bahasa seperti LISP untuk mencoba menggambarkan langkah-langkah yang dilalui manusia dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, dengan harapan dapat lebih memahami pemikiran manusia dan bahkan menciptakan kecerdasan buatan. Pendekatan ini dikenal dengan "AI simbolik"
Namun, batasan-batasan dari pendekatan AI simbolik mulai tampak. Misalnya, tampaknya tidak realistis untuk secara lengkap mencatat seluruh pengetahuan manusia dalam format yang bisa digunakan oleh program komputer simbolik. Pada akhir 1980-an dan 1990-an, munculnya jaringan saraf dan koneksionisme sebagai paradigma penelitian memberi alternatif baru. Dalam pandangan ini, yang sering dikaitkan dengan James McClelland dan David Rumelhart, pikiran dianggap sebagai serangkaian asosiasi kompleks yang terstruktur dalam jaringan berlapis. Meski demikian, kritik terhadap koneksionisme muncul karena model ini sering kali terlalu kompleks dan kurang memiliki daya penjelasan yang jelas, sementara model simbolik lebih efektif untuk beberapa fenomena tertentu. Belakangan ini, terdapat upaya untuk menggabungkan kedua pendekatan tersebut, sehingga memanfaatkan kelebihan keduanya. Meskipun kedua pendekatan ini bermanfaat untuk menguji hipotesis dan mengeksplorasi pemahaman kognisi serta fungsi otak tingkat rendah, keduanya masih menghadapi kekurangan dari segi kelayakan biologis.
Koneksiisme telah terbukti berguna untuk memodelkan bagaimana kognisi berkembang dalam otak manusia dan muncul seiring perkembangan. Pendekatan ini memberikan alternatif untuk memahami berbagai cara kognisi berkembang, selain pendekatan yang terlalu spesifik pada domain tertentu. Sebagai contoh, ilmuwan seperti Jeff Elman, Liz Bates, dan Annette Karmiloff-Smith berpendapat bahwa jaringan-jaringan otak berkembang melalui interaksi dinamis antara jaringan tersebut dan input dari lingkungan.
Kemajuan dalam komputasi kuantum, termasuk kemampuan untuk menjalankan rangkaian kuantum pada komputer kuantum seperti IBM Quantum Platform, telah mempercepat penelitian yang memanfaatkan prinsip-prinsip mekanika kuantum untuk model kognitif.
Ilmu kognitif adalah disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pikiran manusia bekerja, termasuk proses-proses mental seperti persepsi, perhatian, memori, bahasa, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan pembelajaran. Bidang ini menggabungkan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk psikologi, ilmu komputer, linguistik, neurosains, filsafat, dan antropologi, untuk memahami bagaimana otak dan pikiran berfungsi.
Secara umum, ilmu kognitif berfokus pada bagaimana informasi diproses oleh otak, bagaimana kita memahami dunia di sekitar kita, serta bagaimana kita menghasilkan perilaku dan tindakan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman. Dalam perkembangan terbaru, ilmu kognitif juga sering berhubungan dengan kecerdasan buatan (AI) dan pengembangan teknologi yang dapat meniru atau mendukung fungsi kognitif manusia.
Beberapa subtopik yang dipelajari dalam ilmu kognitif antara lain:
- Persepsi -- Bagaimana kita merasakan dan menafsirkan dunia melalui indera kita.
- Memori -- Proses penyimpanan, pengorganisasian, dan pengambilan informasi.
- Bahasa -- Bagaimana kita memahami, menghasilkan, dan memproses bahasa.
- Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan -- Cara kita menganalisis situasi dan membuat keputusan atau solusi.
- Kognisi Sosial -- Bagaimana kita memahami orang lain dan berinteraksi dalam konteks sosial.
- Neurosains Kognitif -- Studi tentang hubungan antara otak dan proses kognitif.
Ilmu kognitif berusaha menjelaskan bagaimana kita menginterpretasikan dunia, berpikir, belajar, dan berkomunikasi, serta bagaimana proses-proses tersebut dapat diterapkan dalam teknologi, pendidikan, dan pengembangan perangkat lunak yang lebih pintar.
Mengembangkan ilmu kognitif di Indonesia menghadapi sejumlah kendala yang dapat menghambat kemajuan dan penerapannya secara optimal. Beberapa kendala utama tersebut meliputi: