Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penjor-Penjor Berjejer : Hari Raya Telah Tiba

23 September 2024   13:02 Diperbarui: 23 September 2024   13:58 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

- Daun-daunan (plawa) melambangkan kekuatan Hyang Sangkara.

- Pala bungkah dan pala gantung sebagai simbol kekuatan Hyang Wisnu.

- Tebu melambangkan kekuatan Hyang Sambu.

- Sanggah Ardha Candra sebagai simbol kekuatan Hyang Siwa.

Secara keseluruhan, penjor beserta perlengkapannya menjadi simbol kekuatan Sang Hyang Tri Purusa. Penjor yang telah dilengkapi dengan sarana ditancapkan di lebuh sebelah kanan pintu masuk pekarangan, dengan sanggah dan lengkungan ujung penjor menghadap ke arah jalan. Setiap bahan pembuat penjor memiliki makna dan filosofi tersendiri. Menurut lontar Tutur Dewi Tapini lamp. 26, disebutkan bahwa...

Ndah Ta Kita Sang Sujana Sujani, Sira Umara Yadnva, Wruha Kiteng Rumuhun, Rikedaden Dewa, Bhuta Umungguhi Ritekapi Yadnya, Dewa Mekabehan Menadya Saraning  Jagat  Apang  Saking  Dewa  Mantuk  Ring  Widhi,  Widhi  Widana  Ngaran Apan Sang Hyang Tri Purusa Meraga Sedaging Jagat Rat, Bhuwana Kabeh, Hyang Siwa  Meraga  Candra,  Hyang  Sadha  Siwa  Meraga  "Windhune",  Sang  Hyang Parama Siwa Nadha" Sang Hyang Iswara Maraga Martha Upaboga, Hyang Wisnu Meraga  Sarwapala,  Hyang  Brahma  MeragaSarwa  Sesanganan,  Hyang  Rudra Meraga  Kelapa,  Hyang  Mahadewa  Meraga  Ruaning  Gading,  Hyang  Sangkara Meraga  Phalem,  Hyang  Sri  Dewi  Meraga  Pari,  Hyang  Sambu  Meraga  Isepan, Hyang Mahesora Meraga Biting

Penjor dalam Konteks Budaya Bali. 

Penjor dalam konteks budaya Bali mencerminkan keterkaitan antara manusia, alam, dan Tuhan. Ini sejalan dengan filosofi Tri Hita Karana, yang menekankan pentingnya tiga hubungan harmonis: antara manusia dan Tuhan, antar sesama manusia, serta antara manusia dan alam. Penjor yang ada dalam upacara adat Bali menggambarkan hubungan mendalam antara kehidupan spiritual masyarakat Bali dengan seni dan tradisi. Seni penjor sangat terkait dengan nilai-nilai agama Hindu yang membentuk pandangan hidup masyarakat Bali.

Selain itu, penjor juga melambangkan simbol-simbol flora dan fauna dalam kosmologi Bali. Dalam artikel "Jagad Raya: Representation of Flora and Fauna in Wooden Craft From A Cosmological Perspective", dijelaskan bahwa simbol-simbol dalam kerajinan kayu tradisional Bali, termasuk penjor, merefleksikan filosofi dan pandangan hidup masyarakat yang terhubung dengan alam semesta.

Dalam penelitian Atmaja (2016) yang berjudul "Kontestasi Penjor Galungan-Kuningan di Bali: Visualisasi Doa Petisi secara Demonstratif untuk Kemakmuran pada Era Masyarakat Tontonan," disimpulkan bahwa penjor merupakan simbol yang memiliki beragam makna, termasuk aspek agama, seni, ekonomi, dan sosial. Penelitian lain oleh Mahaputra (2016) berjudul "Komodifikasi Penjor di Kota Denpasar Tahun 2000--2015" menunjukkan bahwa penjor telah ada sejak pemerintahan Raja Sri Jaya Kasunu. Sebagai ciri khas agama Hindu di Bali, penjor tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap dalam ritual keagamaan, tetapi juga telah beralih fungsi dan berdampak pada kegiatan ekonomi, sosial budaya, dan politik. Kedua studi ini fokus pada kajian bentuk dan sejarah penjor, serta mengkaji berbagai bentuk penjor yang digunakan selama perayaan Galungan dan Kuningan, sambil mengaitkan pemaknaan relevan dari komodifikasi yang ada. Dari sudut pandang pemaknaan, penjor yang beragam dan menarik mengaitkan perspektif agama sebagai simbol dalam menjalankan ritual keagamaan, terutama bagi umat Hindu. Kajian ini juga memanfaatkan pendekatan multidisipliner.

Menariknya, makna filosofis penjor tidak hanya terbatas pada Bali. Dalam artikel "Memaknai Tari Baris Sumbu di Pura Desa Semanik, Desa Pelaga, Petang, Kabupaten Badung", disebutkan konsep "purusa dan pradhana" yang ada dalam atribut penjor, seperti tipat dan bantal, melambangkan perkawinan antara pria dan wanita yang menghasilkan kehidupan baru serta kesejahteraan bagi masyarakat. Bentuk penjor yang melengkung juga dapat diinterpretasikan sebagai representasi kosmos, dengan berbagai ornamen yang mencerminkan flora dan fauna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun