Mohon tunggu...
Naufal Syam
Naufal Syam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan Fans Kardus

Sejarah, Filsafat, Hukum, Politik dan Sepakbola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Liverpool Itu Inggris atau Scouse?

14 September 2022   20:31 Diperbarui: 14 September 2022   21:11 1566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: unherd.com/david Jeffery

Tepat pada tanggal 8 September 2022 dunia dikejutkan dengan berpulangnya salah satu orang yang paling dihormati di Inggris raya, yaitu Ratu Elizabeth II yang wafat di Istana Balmoral, Aberdeenshire, Skotlandia pada usia yang ke 96 tahun. Wafatnya Ratu Elizabeth II sendiri menjadi salah satu kematian pemimpin bangsa yang paling menyita perhatian dunia. Wanita yang bernama asli Elizabeth Alexandra Mary lahir pada 21 April 1926 dan naik takhta pada 6 Februari 1952, setelah ayahnya Raja George VI meninggal dunia.

Selama Ratu Elizabeth II berkuasa sejak 6 Februari 1952 hingga kematiannya tanggal 8 September 2022. Inggris telah mengalami banyak dinamika salah satunya dalam sepak bola, sebab Tim Nasional Inggris sendiri menjadi juara dunia tahun 1966 tepat saat Ratu Elizabeth II berkuasa. Oleh karena itu, disaat beliau wafat banyak klub Liga Inggris mengucapkan bela sungkawa media sosial, tak lama setelah pengumuman wafatnya Ratu Elizabeth II. Menariknya, ada satu klub yang mana sudahlah paling lambat memberi ucapan bela sungkawa juga sampai menutup kolom komentar, yakni Liverpool dan Everton. Kedua klub ini berasal dari Kota Liverpool.   

Apalagi jika kita menilik sejarahnya, antara Merseyside dan Kerajaan Inggris memiliki hubungan yang sangat buruk. Kota Liverpool sendiri termasuk kedalam wilayah Country Merseyside atau bisa dikatakan Provinsi Merseyside bahkan Scouse (sebutan untuk orang Merseyside) sendiri sangat ogah untuk menyanyikan lagu kebangsaan Inggris, yaitu "God Save the Queen/King" karena bagi mereka untuk apa kita berharap Tuhan melindungi raja atau ratu, bukankah Tuhan berhak melindungi semua umatNya terlepas dari apapun itu stratanya?

Ada beberapa pemain asli Scouse yang pernah kegep ogah menyanyikan lagu kebangsaan Inggris, seperti Wayne Rooney dan Trent Alexander Arnold. Federasi Sepakbola Inggris (FA) sendiri menyatakan bahwa menyanyikan lagu kebangsaan merupakan pilihan pribadi masing-masing sehingga apa yang dilakukan Wayne Rooney dan Trent Alexander Arnold tak akan dipermasalahkan oleh FA tak akan dipermasalahkan. Namun, tetap saja Tindakan mereka jelas menuai cemoohan terutama dari media ataupun orang Inggris itu sendiri.

Liverpool sendiri dulunya merupakan kota pelabuhan yang berkembang pada abad ke 17, pada masa itu Liverpool menjadi gerbang masuk dan keluarnya barang-barang dari dan ke Inggris. Hanya saja kejayaan Liverpool sebagai kota Pelabuhan akhirmya sirna sejak dibangunnya Kanal Manchester, dahulu antara Liverpool dan Manchester mencerminkan simbiosis mutualisme yang mana Manchester adalah kota industri, sedangkan Liverpool adalah kota pelabuhan. Barang yang diproduksikan Manchester nantinya akan dikirim ke Liverpool untuk dipasarkan mengingat Manchester tidak memiliki lautan dan lokasinya tidak sestrategis Liverpool, membuat Manchester sangat bergantung pada Liverpool, pun dengan Liverpool yang sangat bergantung terhadap stok barang yang di Manchester untuk diperjual-belikan.

Sayangnya tepat disaat James Watt berhasil menemukan mesin uap pada tahun 1769, terjadi yang namanya Revolusi Industri yang terjadi di Inggris. Akibat dari Revolusi Industri banyak pabrik-pabrik berdiri bak jamur dan salah satu yang terdampak ialah Manchester. Sayangnya karena revolusi jugalah terjadi persaingan sengit antara beberapa kota yang ada di Inggris, salah satunya ialah Liverpool vs Manchester. Mengingat Liverpool saat itu memiliki pelabuhan terbaik di Inggris, hingga mereka seenaknya menaikkan biaya ekspor dan impor. Hal ini membuat pemerintah Manchester berpikir untuk membuat jalur pengiriman yang lebih murah dan efisien agar barang-barang yang diproduksikan di Manchester tidak perlu harus mampir ke Liverpool untuk dipasarkan. Jelas pembangunan kanal Manchester membuat perekonomian Liverpool hancur lebur. Kanal tersebutlah yang membuat rivalitas antara Liverpool dan Manchester meningkat. Kelak persaingan antara keduanya kita kenal dalam sepak bola dengan istilah "North West Derby" yang merupakan rivalitas antara Liverpool FC vs Manchester United.

Akibat dari hancurnya ekonomi Liverpool yang membuat Liverpool menjadi daerah miskin yang ada di Inggris. Hal ini diperparah dengan adanya istilah "Scouse" yang merupakan aksen sekaligus ejekan bagi warga Merseyside, khususnya Kota Liverpool. Aksen Scouse terbilang berbeda dengan aksen British yang merupakan aksen khas Inggris. Aksen ini sendiri mulai ada dan diakui pada tahun 1950an. Apalagi ditambah dengan julukannya sebagai kota pelabuhan yang memungkinkan banyak imigran datang dengan budayanya masing-masing, Liverpool memang beda dengan kota-kota kain di Inggris.

Selain itu, Liverpool sendiri kerap kali berseteru dengan pemerintahan Inggris, terutama pada tahun 1970-1980an kala itu terjadi krisis yang menyebabkan PHK secara besar-besaran. Hal tersebut diperparah dengan adanya kerusuhan Toxteth, sebuah distrik di pusat Liverpool, pada 1981 yang melibatkan polisi setempat dengan komunitas kulit hitam. Tak lama setelah itu, pada tahun pada 15 April 1989 meletuslah Hillsborough Disaster yang menewaskan total 97 orang yang terjadi, kerusuhan antara pendukung Liverpool dan pendukung Nottingham Forest dalam pertandingan semifinal Piala FA. Sayangnya Perdana Menteri Inggris saat itu, Margaret Thatcher yang mendapat julukan "Iron Lady" dan media The Sun justru menyalahkan pendukung Liverpool yang dianggap barbar. Apalagi Thatcher sendiri tidak pernah mengusut tuntas kasus ini meskipun Thatcher sempat mengunjungi Stadion Hillsborough. Namun, nyatanya Thatcher tetap bersikukuh bahwa biang dari kejadian tersebut merupakan ulah pendukung Liverpool sendiri.

Biarpun demikian, faktanya penyebab dari kejadian tersebut bukanlah karena pendukung Liverpool, melainkan karena kelalaian dari pihak South Yorkshire Police. Ada satu teori yang yang menyatakan bahwa Thatcher bersikeras mempertahankan argumennya karena ia berutang jasa pada South Yorkshire Police pada saat meletusnya peristiwa "Battle of Orgreave". Setelah dilakukan penyelidikan terbaru pada tahun 2012, Pengadilan Tinggi London akhirnya menyatakan kesalahan ada pada pihak South Yorkshire Police yang dianggap lalai dan gagal dalam mengatur aliran penonton yang membludak ke stadion Hillsborough serta diperparah bahwa crowd control stadion yang buruk.

Oleh karena itu, pada saat Margaret Thatcher meninggal pada tanggal 8 April 2013, kematiannya justru disambut dengan tawa bahagia oleh pendukung Liverpool. Ini dibuktikan dengan lima hari setelah wafatnya Thatcher kebetulan terdapat pertandingan Liga Primer Inggris yang mempertemukan antara Reading dan Liverpool. Kebetulan laga tersebut sekaligus memperingati Hillsborough Disaster, segenap elemen klub Reading di Stadion Madejski memberikan sebuah tribute kehormatan untuk mengenang 96 korban Hillsborough Disaster, mengingat peristiwa tersebut terjadi tanggal 15 April 1989. Sebelum pertandingan mulai, seluruh ruas jalan yang ada di Kota Reading hingga ke Stadion Madejski, terdengar suara "Ole, ole, Maggie`s dead, dead, dead" dari pendukung Liverpool. Saat pendukung Liverpool melakukan conga selama 15 menit sembari menyuarakan chant "We will all do a conga `cos Maggie is a gonner", pendukung Reading pun membalasnya dengan chant "Always the victims" dan "We pay your benefits".

Total 96 kursi Stadion Madejski dikosongkan sebagai bentuk penghormatan. Selain itu, chairman Reading, Sir John Madejski memimpin sesi mengheningkan cipta untuk 96 korban Hillsborough Disaster. Kebetulan pada saat itu diketahui korbannya 96 orang, namun temuan terbaru ternyata 97 orang. Setelah mengheningkan cipta untuk para korban Hillsborough Disaster selesai, Stadion Madejski bergemuruh kembali. Sayangnya gemuruh itu justru lebih ditunjukkan kepada seseorang yang baru saja meninggal, yaitu Margaret Thatcher. Spanduk yang berisi hinaan terhadap Thatcher pun dibentangkan. Mulai dari spanduk "You didn't care when you lied, We don't care that you died" hingga yang bertuliskan "a stroke of good luck". Ada pula spanduk "Ding Dong! The Witch is Dead". Kata-kata tersebut diadaptasi dari judul lagu The Wizard of Oz yang merajai tangga lagu setelah kematian Thatcher. Bahkan spanduk yang bertuliskan "We`re gonna have a party" dengan gambar Thatcher yang tua renta tengah dikejar malaikat maut, turut dikibarkan.

Kebencian terhadap Thatcher sebenarnya bukan hanya untuk warga Kota Liverpool, melainkan juga untuk semua pendukung sepak bola di Inggris atau biasa disebut "Hooligan". Karena Thatcer sendiri sangat membenci sepak bola terutama sikap Hooliganisme padahal sepak bola sendiri sudah menjadi agama bagi Sebagian masyarakat Inggris, belum lagi Inggris juga merupakan tempat lahirnya olahraga si kulit bundar (sepak bola). Selain itu, Thatcher juga membenci serikat buruh yang ia anggap sebagai beban negara. Menariknya Kota Liverpool sendiri merupakan kandangnya Partai Buruh Inggris, sedangkan Thatcher berasal dari Partai Konservatif Inggris yang justru tidak pernah laku di Liverpool. 

Meskipun kasus sudah selesai dan Iron Lady telah wafat, tensi antara Inggris dan Liverpool masih belum usai. Pada tanggal 4 Agustus 2019, dalam pertandingan Community Shiled antara Liverpool dan Manchester City yang diadakan di Stadion Wembley, London. Saat lagu kebangsaan Inggris, God Save The Queen dinyanyikan sebelum pertandingan mulai, para pendukung Liverpool justru memberikan sikap tak hormat dan meneriakkan kata "boo" tepat dihadapan anggota kerajaan yang saat itu dihadiri oleh Pangeran William.

Hal serupa terjadi lagi, pada tanggal 30 Juli 2022, juga dalam pertandingan Community Shield yang mempertemukan antara Liverpool dan Manchester City lagi. Namun, diadakannya bukan di Stadion Wembley, London melainkan di Stadion King Power, Leicester. Para pendukung Liverpool kembali mencemooh dan meneriakkan kata "boo" tepat saat lagu kebangsaan Inggris, God Save The Queen diputar. Kini sang ratu telah wafat dan lagu kebangsaan resmi berubah menjadi "God Save The King" karena yang naik tahta menggantikannya ialah Raja Charles III.

Biarpun begitu, tidak semua rakyat Inggris mulai senang dengan monarki apalagi sosok Raja Charles III sendiri sebenarnya kurang disukai oleh kebanyakan rakyat Inggris untuk menggantikan Ratu Elizabeth II. Namun, apapun itu menarik untuk disimak bagaimana masa depan Inggris di bawah kepemimpinan seorang raja yang telah berusia 73 tahun dan bagaimana tanggapan warga Merseyside, khususnya Kota Liverpool. Walaupun demikian, tidak semua orang Liverpool (Liverpudlian) membenci Inggris, menariknya Tim Nasional Inggris pernah dikaptenin oleh Liverpudlian sekaligus legenda hidup mati Liverpool, yakni Steven Gerrard.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun