Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Miss You] "Minus Malum"

5 Desember 2018   15:26 Diperbarui: 5 Desember 2018   15:42 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesan Aquila menjadi pedoman dalam diagram alir logika dan data yang kini menjadi penggerak entitas En di ranah virtual. Sisa-sisa kemanusiaan Nebula yang baru saja meretas, menafikan kesatuan mereka.

Sinkronisasi sistem yang dilakukan Aquila menampilkan galat besar yang sesungguhnya. Jiwa Nebula meronta dan berlepas dari kekang tubuh En. Kode-kode unik dari pikiran seorang Nebula bergerilya merasuki materi-materi padat, cair, maupun gas di dunia rekayasa milik Bulan Sabit Perak.

Kini, lebih mudah baginya untuk memetakan segala kisah, kejadian, algoritma, dan segala penciptaan dalam realita buatan. Dengan matanya yang tidak lagi berbatas, Nebula berselancar menembus ruang, waktu, dan memori para perempuan.

Sementara En, kian meliar dan kembali tunduk pada kendali sistem yang gagal. Kericuhan yang terjadi akibat perburuan virus OZ dan dualitas Elfat menjadi distraksi.

Demi menelusuri data yang runtut, Nebula menyingkir dan bermain-main dengan dimensi.

Menggunakan kehendak yang memancarkan gelombang otak, Nebula mengubah kode-kode biner yang berhamburan menjadi citra tiga dimensi. Visual paling sederhana yang sanggup dicerna sinapsis manusianya.

Rumah karantina, pemakaman, museum, lautan, pondok-pondok. Kisah cinta dan benci yang fana, ikatan keluarga, virus Baron yang telah terurai dan kandas tergilas, juga ... virus OZ.

Sejenak, ia terpukau pada iterasi program yang menyebabkan kekacauan ini tidak kunjung menemui akhiran.

Pantaslah para perempuan selalu gagal menemukan Geni. Sebelum sistem Bulan Sabit Perak dapat mencapai virus OZ, terbentang halang rintang dari tokoh perempuan dengan cakra merah menyala.

Tidak hanya satu, tapi dua.

Satu perempuan yang berikatan dengan virus OZ, sedangkan satu lagi terus menyilang, menjadi tembok yang menghalangi pertautan mereka.

Repetisi kekacauan akibat kode-kode hilang yang mengganggu pintu kesadaran.

Dengan kecepatan cahaya, Nebula mendekat, menelusuri jaringan kode dua perempuan yang bersinggungan dengan Geni. Penglihatannya meliuk di tengah ruang hampa dengan barisan angka biner yang berpendaran.

Mundur, Nebula! Suara Aquila terdengar jauh.

Debur ombak melintas pada pendengaran Nebula yang bekerja di luar program. Penglihatannya juga mengalami sedikit guncangan. Buram. Nebula paham, sesuatu yang tidak beres tengah terjadi di laboratorium.

Ia tidak peduli.

Selepas "gempa" reda, Nebula menelusup dalam persilangan cakra tiga tokoh yang jadi masalah. Bergegas memecah, mencari, dan menjalankan simulasi.

Nebula, berhenti! Terdengar kembali suara Aquila. Intonasinya penuh kemarahan, sekaligus kepanikan.

Terlambat.

Alternatif realita tergambar di sebuah bidang datar. Berisi rencana besar Bulan Sabit Perak, dan upaya OZ memberangus mereka. Tidak ... lebih tepatnya, menyadarkan.

Lily, Elfat, dan Geni. Di antara mereka, ada satu kunci untuk mengembalikan kewarasan para perempuan.

Bulan Sabit Perak salah menyangka.

Tidak ada kehancuran yang dibawa oleh virus dengan kodifikasi G3N1. Dialah kunci yang justru dapat mengembalikan sistem sesuai tujuan awal. Hisab dan keadilan yang mereka sepakati bersama.

Dan, sekarang ...

Nebula hanya terpikir satu cara untuk menuntaskan semuanya.

***

Di ruangan serba putih yang berisi tubuh-tubuh setengah hidup, seorang perempuan muda mengumpat berkali-kali. Aquila. Wajahnya merah padam oleh kemarahan.

Jari-jarinya yang lentik, begitu cekatan merangkai bahasa program dengan selipan nama "Nebula", yang berusaha ia enyahkan dari program.

FAILED. FAILED. FAILED. 

Tulisan merah itu bertubi-tubi tampil di layar. Berkali-kali ia mencoba, berkali-kali pula menemui kendala yang sama.

"Menyerahlah, Aquila. Jangan biarkan dendam merasukimu lebih dalam." Suara perempuan tua dari arah belakang meremangkan bulu kuduk Aquila.

Sosok hologram kebiruan yang sedikit transparan berdiri tegap, menatapnya tajam. Perempuan berwajah bijaksana yang sangat dikenalnya. Ketua perkumpulan Bulan Sabit Perak.

"Madam ..." Aquila tergugu.

"Menyingkirkan Nebula, lalu apa?"

Aquila tertunduk pilu. Matanya nanar menatap kaki ranjang yang menopang tubuh Larisa. "Tidak boleh ada makhluk bernama laki-laki di muka bumi," bisik Aquila pelan, namun menghujam.

"Nebula bukan salah satunya."

"Tapi, dia selalu berpihak pada patriarki!"

Hologram Madam menatap Aquila kasihan. "Aquila ... perkumpulan ini dipersatukan oleh masa lalu yang hampir serupa. Nebula, kamu, Larisa, juga saya. Tapi ... kamu paham. Kita saling menopang untuk memaafkan, alih-alih memupuk dendam."

Pikiran Aquila mengawang. Masa lalu yang mencekam kembali hadir mencacah hatinya. Ketika sosok yang semestinya menjadi pelindung, justru memangsanya dengan brutal.

Tangan Aquila mengepal. Kebencian pada ayahnya semakin menjadi-jadi. Belum lagi, kala terlintas bayang-bayang tubuh ibu yang mati mengenaskan penuh lebam biru kehitaman.

"Lupakan, Aquila. Transformasikan kenangan itu menjadi penyulut semangat kita menuntut keadilan untuk para perempuan. Bukan meneruskan kejahatan. Sadarkah? Kamu baru saja hendak menyakiti Nebula"

Aquila menunduk dengan perasaan dan pikiran berkecamuk. Giginya gemeretak. Tubuhnya bergetar.

Tak berdaya mencegah, Madam hanya menyaksikan Aquila yang bergerak cepat menuju lemari rahasia di laboratorium. Tidak sampai dua detik, sebuah pistol Tokarev telah mengarah ke kepala Aquila yang kalut memejamkan mata. Telunjuknya gemetar meraih pelatuk.

Singkat saja. Suara nyaring, diikuti bunyi ledakan menggelegar, memecah atmosfer ruangan. Meleset. Aquila tumbang, pingsan. Jiwa Aquila masih memiliki waktu untuk memperbaiki keadaan.

Sementara di sampingnya, Elfat terkulai, terengah-engah memegangi tangan Aquila.

Naas! Kelegaan tidak berlangsung lama. Peluru mengenai komputer yang bertindak sebagai pengendali sistem.

Hologram Madam serta-merta menghilang. Kondisi menjadi semakin suram bagi Bulan Sabit Perak. Tubuh-tubuh perempuan yang terbujur penuh kabel mengejang.

Beban baru bagi Elfat yang sendirian menghadapi kekacauan.

... bersambung.

***

N. Setia Pertiwi

Cimahi, 05 Desember 2018

*Cerpen ini dibuat untuk bermain-main dengan rindu: Lilik, Mim, En.

Cerita terkait:

1. Perayaan Para Perempuan

2. En, Pesta Belum Berakhir!

3. Wawancara Kematian

4. Kedatangan Nyonya Lily

5. Syair Kematian

6. Geni di Sarang Kematian

7. Kuasa Sang Nyonya Besar

8. Korpus Data Baron

9. Pengkhianatan Lily

10. Kegilaan di Museum

11. Kaleidoskop Pikiran En

12. Pemberontakan El

13. Persembunyian yang Terlalu Dekat Neraka

14. Katastrofe Bulan Sabit Perak

15. Misteri Nyai

16. Savana Iblis

17. Pintu Kesadaran Nebula

18. Repetisi Kekacauan

19. The Lost Code

20. Minus Malum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun