Aku menggeleng.
"Itu ..." Hening menunjuk wajahku.
Refleks, aku memegang pipi. Di tanganku, terlihat lunturan spidol yang kukenakan untuk menghias mata. Hujan mulai turun.
Aku panik. Menarik Hening berteduh di saung dekat taman.
Senja tidak hadir kali ini. Kelabu dan monokrom. Hanya aku dan Hening yang tetap memancarkan warna. Hangat, tertawa, menutupi rasa sakit kami, sendiri-sendiri.
Doaku sore ini, waktu dapat membeku mengabadikan kebersamaan kami.
"Baiklah, sudah hampir adzan Maghrib. Hujan sudah reda. Aku pulang dulu ya."
Aku patah hati seketika. Merengut. Hening malah tertawa.
"Jangan memasang wajah begitu. Kau selalu berhasil membuatku senang. Besok kita bertemu lagi."
Hening memasukkan sebungkus cokelat dariku ke dalam tas. Sementara mawar kuning dan putih, aman tergenggam oleh tangannya.
Hening melambai, "Assalamu'alaikum."