Mohon tunggu...
Dahrun Usman
Dahrun Usman Mohon Tunggu... Essais, Cerpenis dan Kolomnis -

Manuisa sederhana yang punya niat, usaha dan kemauan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Full Day School dan Pesantren?

14 Juni 2017   16:25 Diperbarui: 14 Juni 2017   16:29 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditengah-tengah pro kontra Kemendikbud yang mau menerapkan Full Day School awal semester ini, sejatinya ada lembaga pendidikan yang jauh lebih dari sekedar full day school,yaitu Pesantren. 

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki ciri khas tersendiri di Indonesia. Sebagian ahli sejarah menyebutnya dengan zawiyahkarena letak bangunannya yang terpencil dari pusat keramaian dan metoda belajarnya melingkar yang disebut dengan bandongan.

Menurut Zamakhsari Dhofier (Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kyai, LP3S, 1986;18), pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang mempunyai lima unsur yaitu; Kyai, masjid, santri, pondok dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Salah satu unsur terpentingnya adalah Kyai, karena kepemimpinannya yang kharismatik dan kemampuan agamanya yang mendalam. Oleh karena itu, dalam konteks pendidikan masyarakat dan perubahan sosial, sosok Kyai selalu menjadi sumber inspirasi dan penyaring segala unsur-unsur baru (discovery and inovation) pembawa perubahan yang akan memasuki masyarakat (culture broker).

 Sementara Marwan Sarijo mengatakan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang memberikan  pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem bandongan, sorogan,danwetonan. Para santri diberikan pondokan yang dalam istilah pendidikan modern memenuhi kriteria pendidikan non formal dan menyelenggarakan pendidikan formal dalam bentuk Madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai tingkatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (ummat).

Singkatnya, dalam pemahaman klasik, pendidikan pesantren bertujuan mendidik supaya santri (siswa) menguasai ilmu agama Islam secara mendalam agar selamat dikehidupan dunia dan akherat. Akan tetapi, di era modern sekarang ini, pesantren sudah dikelola lebih profesional, manajemen modern dan pandangan hidup futuristik. Selain menyediakan guru/ustad yang lulus dari pendidikan pesantren, mereka juga menyediakan para guru yang lulus dari perguruan tinggi. Tidak hanya sekedar menyandang gelar sarjana tetapi juga menyandang gelar master pendidikan dan doktor.

Dengan demikian, maka pesantren sudah menjadi salah satu lembaga pendidikan masa depan di Indonesia setelah sekolah umum. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan tuntutan masyarakat (ummat), maka kurikulum pendidikan pesantren juga dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman tanpa harus melunturkan unsur-unsur nilai tradisionalnya.

Pesantren zaman sekarang tidak hanya mempelajari ilmu agama semata (dengan rujukan kitab kuning/klasik) tetapi sudah mengintegrasikan materi agama dengan pelajaran umum yang berbasis sains dan teknologi. Sehingga lahirlah pondok pesantren modern di berbagai wilayah Indonesia. Dengan demikian, maka pesantren sudah mampu mengapus image yang melekat dalam dirinya sebagai "lembaga pendidikan jadul", tetapi sudah menjadi salah satu tempat pilihan utama orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Sebab orang tua berharap anak-anaknya akan pandai secara holistik (pandai ilmu agama, sians, dan teknologi) sehingga nantinya akan manusia yang sempurna (alinsankamil) dan selamat dunia-akheratnya.

Pada awal perkembangan berdirinya pesantren, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa pesantren adalah tempat mendidik anak-anak "bandel" yang tidak patuh pada orang tua dan tidak bisa dididik pada sekolah umum. Anggapan seperti itu sekarang sudah tidak relevans lagi, karena banyak ilmuwan besar dan tokoh bangsa Indonesia yang lahir dari pendidikan pesantren dimana mereka adalah anak-anak yang baik dan patuh pada orang tua. Kasus kaburnya 17 santri dari pesantren Inabah 17 Putera Ciamis, pada tanggal 27 Februari 2010 yang menyebabkan 7 santri meninggal karena terseret arus di sungai Citanduy memang membuat kita perihatin. Tetapi itu tidak bisa dijadikan sebagai argumen sebagai bentuk kegagalan pesantren mendidik santrinya.

Kita semua berharap kasus-kasus serupa tidak akan pernah terulang kembali dengan cara meningkatkan kerja sama dan komunikasi yang intensif antara pihak pesantren dengan orang tua santri serta meningkatkan kualitas pelayanan terhadap santri.

Sebagai pendidik, mari kita lakukan refleksi terhadap perkembangan positif yang banyak dilakukan oleh pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Meningkatnya kualitas pelayanan belajar dalam lembaga pendidikan pesantren semakin menambah kepercayaan masyarakat. Bagaimanapun juga, pesantren sekarang sudah dipercaya oleh masyarakat (ummat) menjadi lembaga yang mampu berperan menjalankan pendidikan moral, akademik, skill, dan psikoterapi bagi para remaja yang terjerumus menggunakan obat-obat terlarang. Karena remaja yang ketergantungan pada obat-obat terlarang tidak cukup hanya berobat secara medis, tetapi juga harus berobat secara mental.

Di sinilah peran Kyai sebagai "dokter mental" sangat dibutuhkan oleh mereka. Sehingga Pesantren dan Kyai sebagai pemimpinnya, menjadi lembaga terdepan dalam pembangunan moral, ahlak, dan mental generasi bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, Antropolog Clifford Gertz membagi peran Kyai dalam mendidik ummat menjadi dua hal; Pertama, Kyai sebagai tokoh sentral dalam perubahan sosial (agent of change) di masyarakat. Sehingga Kyai harus mengarahkan ummatnya kepada perubahan zaman yang positif dan membangun, serta mengoreksi dan memperbaiki ummat apabila perubahan sosial yang terjadi mengarah kepada hal yang negatif dan merusak. Kedua, Kyai sebagai pemimpin ummat berfungsi sebagai penyaring (filter) terhadap pengaruh dan perubahan kebudayaan secara global (culture broker). Apabila pengaruh dan perubahan kebudayaan asing dalam masyarakat mengarah kepada kemudharatan, maka Kyai wajib untuk menyeru ummatnya agar tidak mengikutinya.

Kedua peran penting Kyai tersebut kemudian secara kontinyu di dukung dan dilaksanakan oleh para santri baik di dalam maupun di luar pesantren bersama masyarakat. Sehingga dalam konteks pendidikan pesantren modern sekarang ini, peranan tersebut oleh masyarakat disebut sebagai Santri Partisipatoris. Kita semua berusaha dan berdo'a agar generasi muda kita sekarang adalah generasi yang cakap, cerdas, bermoral, berahlak mulia dan mempunyai integritas yang tinggi dalam pembangunan nasional. Dan, penulis berharap generasi-generasi seperti itu akan lahir dari lembaga pendidikan pesantren, disamping lembaga-lembaga pendidikan formal/umum lain tentunya. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun