Di dalam buku ini dijelaskan bahwa untuk menjadi perempuan pembelajar, terlebih dahulu kita harus mengetahui hakikat manusia. Murthada Munthahari menjelaskan enam dimensi yang dimiliki manusia, yang sekaligus menunjukkan dimensi spiritualnya. Dimensi-dimensi tersebut dapat disimpulkan menjadi beberapa hal, bahwa fitrah atau hakikat manusia berasal dari kebaikan, manusia dengan potensi yang dianugerahkan Tuhan kepadanya akan senantiasa berproses dan cenderung pada kebaikan, serta meski dalam perjalanan hidupnya sempat 'jatuh' atau menempuh langkah yang 'buruk', akhirnya manusia akan cenderung kembali pada kebaikan. Perempuan pembelajar adalah tipe manusia yang berusaha mendekati kebaikan. Ia akan memaknai dan menggunakan hidupnya secara positif karena ia selalu belajar dari setiap peristiwa sehari-hari.
Buku ini juga membahas tentang membentuk karakter dan kualitas diri yang baik. Perempuan pembelajar akan menggunakan hidupnya untuk hal-hal yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun orang lain. Selain itu, perempuan juga harus belajar menata perasaan dan pikiran agar seimbang. Seperti dalam menyikapi masalah, merangkai inner beauty, serta belajar untuk menjadi mandiri.
Tidak hanya itu saja, dalam hal cinta pun perempuan harus belajar. Kita tahu cinta adalah anugerah besar dari Tuhan yang harus disyukuri dan dijaga, baik kesuciannya maupun keberadaannya. Cinta kepada Tuhan, orang tua, saudara, teman, alam, dan sebagainya. Lantas bagaimana dengan cinta lawan jenis yang sering diperbincangkan? Dalam buku ini, penulis menjelaskan cara perempuan pembelajar mencintai seseorang (lawan jenis). Perempuan pembelajar tidak sembarang dan gampang menitipkan dan membagi cintanya pada lawan jenis. Ia mengerti bahwa mencintai laki-laki harus melibatkan hati dan pikiran. Harus melihat aspek lahir dan batin. Ketika sudah memilih (setelah memperhatikan aspek-aspek tertentu), perempuan pembelajar akan menjaga rasa cintanya dalam bingkai kesetiaan. Kesetiannya menggambarkan kehebatan perempuan itu sendiri.
Dalam konteks pacaran, misalnya, perempuan pembelajar tidak akan membiarkan dirinya jatuh pada lobang kemaksiatan. Ia tahu membedakan antara cinta dan syahwat. Pun jika perempuan pembelajar disakiti atau dikhianati pasangannya, ia akan tetap tenang, bermuhasabh diri, bertabayyun serta mencari jalan keluar dengan tidak emosi apalagi meluapkannya pada hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri. Selalu ada sisi positif yang bisa diambil dari setiap peristiwa. Begitulah cara berfikir perempuan pembelajar.
Pada bab selanjutnya, penulis membahas tentang perempuan belajar untuk menjadi cantik. Cantik di sini tidak hanya terpaku pada fisik (outer) akan tetapi berhubungan dengan dalam diri perempuan itu sendiri (inner beauty). Menurut buku ini, perempuan yang cantik adalah perempuan yang menyadari arti dan fungsi hidupnya, berkepribadian kuat, tidak mudah goyah dan tergoda pada mitos-mitos duniawi, cerdas dalam melihat, menilai, dan mengatasi setiap persoalan hidup, tenang namun tegas dalam menyikapi sesuatu, mandiri, serta menjaga kebersihan da n keindahan (kecantikan) dirinya.
Kelebihan Buku
Menurut saya, buku ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca oleh setiap perempuan. Buku ini mampu memberikan informasi tentang menjadi perempuan seutuhnya. Menjadi perempuan dengan pemikiran terbuka dan berani untuk sejajar dengan kaum laki-laki tanpa menyalahi kodrat sebagai perempuan itu sendiri. Bahasa yang digunakan pun cukup ringan dan tidak terlalu berat. Cocok untuk dibaca oleh siapapun.
Kekurangan Buku
Buku ini terlalu ringkas dan sedikit dalam memaparkan suatu pembahasan. Sehingga banyak pertanyaan-pertanyaan tertentu (khususnya dari saya sebagai pembaca) yang tidak dapat terjawab secara keseluruhan oleh buku ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H