Mohon tunggu...
OAP
OAP Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

Mulai menyukai sejarah dan filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Siapakah yang Benar? Sebuah Dialetika

6 Desember 2024   08:49 Diperbarui: 16 Desember 2024   13:36 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

B: Jadi, maksudmu kita tidak boleh mendasarkan kebenaran hanya pada perasaan dan emosi kita?

A: Itu maksudku. Bagaimana menurutmu?

B: Ya, kamu benar. Tapi, bagaimana kita meyakinkan orang lain bahwa perasaan dan emosinya bisa berisiko bias terhadap kebenaran?

A: Untuk meyakinkan orang lain, kita mungkin perlu menunjukkan bahwa perasaan dan emosi tidak selalu mencerminkan kenyataan yang objektif. Misalnya, perasaan takut bisa membuat seseorang menghindari hal yang sebenarnya aman, sementara rasa senang bisa menutupi potensi bahaya.

B: Tapi, apakah tidak ada situasi di mana perasaan kita justru membantu kita untuk merasakan kebenaran yang lebih dalam? Seperti intuisi, misalnya. Bukankah perasaan juga bisa menjadi bentuk pemahaman yang tidak terjelaskan dengan logika?

A: Itu benar. Intuisi dan perasaan memang kadang memberi petunjuk yang sulit dijelaskan dengan logika. Namun, kita harus berhati-hati. Ketika kita mengandalkan perasaan, kita bisa saja tersesat dalam hal-hal yang bersifat subjektif. Jadi, seharusnya kita menggabungkan rasionalitas dan emosi, bukan mengandalkan salah satunya saja.

B: Jadi, kamu ingin mengatakan bahwa kebenaran bukan hanya tentang apa yang kita rasakan, tapi juga tentang apa yang bisa kita buktikan secara rasional?

A: Tepat sekali. Kebenaran harus berdasar pada bukti yang objektif dan dapat diuji. Tapi, ini bukan berarti kita harus meniadakan perasaan sepenuhnya. Perasaan dan emosi tetap memiliki peran, terutama dalam memahami konteks manusiawi dan etis.

B: Jadi, apakah menurutmu kebenaran itu absolut, ataukah bisa berubah tergantung konteks dan perspektif?

A: Kebenaran yang bersifat absolut memang ada, terutama dalam hal-hal yang berbasis pada fakta yang tidak terbantahkan---misalnya hukum alam. Namun, dalam hal moral dan sosial, kebenaran bisa jadi lebih relatif. Itu tergantung pada budaya, nilai-nilai, dan pengalaman pribadi. Kita harus bijak dalam membedakan keduanya.

B: Jadi, meskipun kita memiliki kebebasan untuk memilih, kita juga perlu menerima batasan---batasan yang ditentukan oleh fakta objektif dan kebenaran moral yang lebih universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun