A: Maksudku, bagaimana mungkin seseorang yang sudah dianggap dewasa dapat memilih kebenaran hanya berdasarkan pendapat pribadinya? Itu tampaknya cukup berisiko. Bukankah kamu setuju dengan itu?
B: Iya, saya rasa kamu benar. Seseorang tidak seharusnya memilih apa yang dianggap benar hanya berdasarkan pandangannya sendiri. Mungkin bahkan orang dewasa pun tidak seharusnya diberikan kebebasan mutlak untuk menentukan kebenaran.
A: Itu maksudku---bahwa kebenaran harus ditentukan oleh individu atau lembaga yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang relevan untuk itu.
B: Tapi, kamu tahu tidak tentang perasaan dan emosi seseorang? Bukankah itu juga penting?
A: Maksudmu, haruskah kita menjaga perasaan dan emosi orang lain?
B: Ya, sebagai orang dewasa, kita perlu menjaga perasaan dan emosi orang lain, bukankah begitu?
A: Itu bisa dibenarkan. Namun, tidakkah kamu melihat bahwa perasaan dan emosi seseorang sering kali mengikuti keyakinannya? Atau bahkan keyakinan bisa dipengaruhi oleh perasaan dan emosi?
B: Kamu benar. Saya menyadari bahwa perasaan dan emosi ada pada siapa saja, bahkan pada hewan seperti mamalia dan primata. Tapi, bukankah itu wajar jika seseorang memiliki perasaan dan emosinya sendiri?
A: Kamu benar. Tapi bagaimana dengan orang yang sedang sedih atau berduka? Tidakkah mereka cenderung melihat segala sesuatu dengan cara yang suram? Sebaliknya, orang yang bahagia mungkin melihat segalanya dengan cara yang indah.
B: Apakah maksudmu bahwa perasaan dan emosi seseorang mempengaruhi pandangannya tentang apa yang benar?
A: Iya, itu maksudku. Perasaan dan emosi seseorang, bahkan yang sudah dewasa, bisa sangat berisiko menyebabkan bias dalam memilih apa yang dianggap benar.