Saya kadang bingung, kenapa banyak orang yang tamak akan uang. Saya pun sadar saya juga sangat mencintai uang, saya adalah orang yang hemat. Tapi melihat orang-orang yang bahkan sampai terbilang 'agak gila' dalam mengantongi uang, saya jadi gimana gituh rasanya. Mengapa banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi kaya.
Kalau memang tamak adalah sifat naluriah semua orang, kenapa Tuhan melarang sifat tamak?
Sebenarnya belum ada kesepakatan dari para ahli apakah 'tamak/serakah' merupakan sifat naluriah (innate) manusia atau hasil belajar (acquired). Seandainya seorang manusia hidup sendirian atau hanya sepasang di tengah alam yang sumber daya alamnya tersedia secara berlimpah, apakah perilaku tamak akan juga muncul pada manusia tersebut?Â
Jika ya, maka benar bahwa ketamakan/keserakahan itu bersifat naluriah. Tetapi, jika perilaku serakah itu muncul karena kekhawatiran akan kekurangan sumber daya akibat persaingan antar individu dalam suatu komunitas, maka perilaku serakah itu adalah hasil belajar---buah dari kecerdasan.
Apa pun sumber pendorong ketamakan itu, apakah dibawa atau didapat, yang pasti mayoritas agama melarang manusia untuk belaku tamak. Mengapa?
Pertama - Ketamakan adalah ekspresi keinginan untuk selalu mendapat lebih banyak, lebih tinggi, lebih luas. Sifat keinginan manusia itu tidak pernah ada batas-akhirnya. Orang tamak sulit menemukan kebahagiaan, karena dia tidak pernah merasakan kecukupan atas apa yang ada di dunia ini.
Kedua - Ketamakan itu merusak dan menghancurkan alam. Kerusakan alam itu pada akhirnya akan berdampak buruk pada hidup manusia sendiri.
Oke, baiklah. Bahwa tamak dalam hal apapun akan menjauhkan manusia dari kebahagiaan, termasuk tamak akan harta . Tapi, apa sebenarnya penyebab kebanyakan orang terobsesi dengan uang?
Uang bisa membeli teman. Uang bisa membeli status dan kekuatan. Uang bisa merubah tangisan menjadi tawa. Uang bisa merubah keterpurukan menjadi kemenangan.
Because money buy happiness.
Uang bisa membeli kebahagiaan? I agree.
Se-simple membelikan coklat untuk pasangan, dia menerima dengan senyum bahagia, dan senyum yang itu hanya dapat tercipta kalau kita punya uang.
Sebenarnya terobsesi dengan uang itu (dalam batas wajar tentunya) tidak jadi masalah sama sekali. Jika memang hal tersebut mendatangkan nilai (value) pada diri si empunya, maka tidak ada salahnya ia terobsesi untuk menyimpan dan memiliki hal tersebut.Â
Sayangnya, manusia dari zaman ke zaman terkenal sebagai mahkluk yang rakus (greedy). Masih ingat bagaimana manusia pertama kali jatuh ke dalam dosa? Iya, Adam dan Hawa memakan buah yang dilarang Tuhan untuk dimakan.
Lihat, padahal segala sesuatu sudah Tuhan sediakan di taman Eden, hanya satu pohon yang Tuhan larang untuk dimakan buahnya. Namun, Adam dan Hawa tergoda dan memakan buah tersebut. Manusia itu rakus, selalu ingin lebih. Itu kata kuncinya: lebih.
Kerakusan manusia itu bukan hanya pada aspek mengingini barang (object) saja, tetapi juga menyebar kepada aspek-aspek lain. Contohnya: ingin jabatan yang tinggi, ingin lebih dikenal banyak orang, ingin lebih pandai daripada orang lain, ingin lebih unggul daripada orang lain. Semuanya berakar dari keinginan daging yang menginginkan hal yang lebih, lebih, dan lebih.
Jadi, sekarang ini banyak yang berpikir: sesuatu yang lebih = sukses. Lihat bagaimana ukuran kesuksesan seseorang di mata masyarakat; mereka melihat seberapa megah rumah yang dimiliki orang itu, seberapa mewah dan banyak mobil yang dia miliki, seberapa tinggi jabatannya dan terlebih lagi, seberapa banyak harta yang dia punya. Maka tidak heran banyak sekali anak muda yang akhir-akhir ini selalu mengejar harta benda duniawi demi dianggap sukses oleh masyarakat. Padahal definisi kesuksesan yang sebenarnya bukanlah seperti itu.Â
Saya ingin mengutip kata-kata Jim Carrey:
I think everybody should get rich and famous and do everything they ever dreamed of so they can see that it's not the answer.
Saya sangat setuju dengan kutipan tersebut. Kebahagiaan sejati tidak berasal dari kesuksesan duniawi, menjadi kaya raya ataupun dikenal banyak orang. Kebahagiaan sejati datang dari keinginan kita yang tulus; bukan keinginan masyarakat. Kesuksesan adalah hal yang simple sebenarnya, misal dari passion kita.
Jika kita punya passion menjadi dokter yang benar-benar tulus hanya ingin membantu orang sakit tanpa mendapatkan imbalan, maka lakukanlah. Tidak perlu mendengar tanggapan masyarakat, karena kita hanya melakukan apa yang benar-benar tulus ingin kita lakukan. Jika punya passion menjadi fotografer, seniman tato, penulis, barista, ataupun petani maka lakukanlah itu tanpa perlu mendengar tanggapan masyarakat.
Kesuksesan ada pada diri kita sendiri, kitalah yang menentukan parameternya, dan terlebih lagi, kita yang harus buat diri sendiri bahagia. Bukan masyarakat.
Setelah mendefinisikan arti kesuksesan, maka kita akan mengerti nilai (value) yang ada pada diri. Nilai di dalam diri kita itu sangatlah berharga, lebih berharga daripada segala harta benda duniawi. Kita sangat boleh menggunakan harta benda sebagai alat untuk meningkatkan nilai diri. Â Tapi ingat, gunakan harta benda hanya sebagai alat. Jangan pernah menggunakan harta benda sebagai patokan sumber nilai diri kita. Sesuatu yang bernilai itu bisa berupa pengalaman, pengetahuan, hubungan, dan kebebasan. Intinya, jangan pernah memprioritaskan harta benda, tetapi prioritaskan nilai dalam diri.
Sebagai penutup, Anda mungkin belum pernah mendengar Ali Banat, seorang pemuda Muslim dari Sydney, Australia, yang menjalani hidup dengan bermacam-macam pakaian desainer dan mobil mewah.Â
Dikutip dari hidayatullah.com, banyak orang mengenalnya setelah video Gifted with Cancer-nya viral. Dalam videonya tersebut, dia menunjukkan ruang tidurnya yang penuh dengan sepatu Louis Vuitton, sebuah gelang seharga $60,000, juga mobil Ferrari Spider seharga $600,000.Â
Namun setelah mengetahui ia mengidap sakit kanker di mana ia tidak memiliki banyak waktu untuk hidup, harta adalah bukan lagi sesuatu yang ingin dia kejar. Dokter memberi vonis bahwa Ali hanya memiliki waktu tujuh bulan lagi. Alhamdulullah, Ali dapat bertahan hingga tiga tahun, dan sisa waktu dia habiskan untuk melakukan kebaikan.
Organisasinya, Muslim Around the World (MATW), telah membantu ribuan orang di sejumlah negara antara lain Togo, Ghana, dan Burkina Faso. Ali bekerja keras mencari sponsor dan pergi mengunjungi beberapa negara di Afrika. Dari uang donasi, MATW menyalurkannya untuk membangun desa bagi 200 janda, sebuah masjid, sebuah sekolah ke rumah bagi 600 anak yatim, sebuah pusat kesehatan, dan bisnis-bisnis untuk mendukung masyarakat lokal. Gagasan mendirikan organisasi amal MATW terlahir dari kesadaran bahwa ketika ia mati nanti, semua kekayaannya tidak akan ikut bersamanya, kecuali yang ia jadikan sebagai amal shalih.
"Semuanya berawal ketika saya berziarah ke kuburan saudara saya yang dahulu juga menderita kanker. Saya berada di kuburan dan merenung sendirian. Anda akan pergi sendirian, tidak akan ada orang di sana menemani Anda, tidak ada ibu, tidak ada ayah, tidak ada saudara laki-laki, tidak ada saudara perempuan, tidak ada kecuali amal Anda."
"Uang Anda tidak akan ada untuk Anda, satu-satunya hal yang akan ada untuk Anda adalah sedekah (amal) dan itulah satu-satunya hal yang akan membantu Anda di kuburan sampai Anda tiba di tujuan akhir Anda (akherat)," ujarnya.
Silakan menumpuk harta sebanyak-banyaknya, tujuan bukanlah menjadi kaya raya semata, tetapi hal bermanfaat apa yang dapat kita ciptakan dari uang tersebut. Silakan membeli kebahagiaan dengan uang, tetapi berikan juga pada orang lain. Tidak ada ruginya untuk memberi. Terlepas apakah benar ada ganjaran di akhirat bagi pelaku kebaikan, memberi sejatinya adalah menerima. Ada kebahagiaan yang langsung terasa saat berbagi dengan sesama. Tingkatkan nilai diri Anda dengan uang! Jadilah orang sukses menurut definisi Anda sendiri!
Sumber: Kisah Haru 'Pemuda Milyader' Ali Banat, Sumbangkan Harta Sebelum Allah Memanggilnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H