Ternyata dibanding laki-laki, menurut data dari BPS, lebih banyak perempuan yang pendidikannya berakhir di Perguruan Tinggi.
Terlepas dari fakta tersebut sebenarnya saya merasa bahwa hal itu diakibatkan oleh tuntutan dunia pekerjaan. Perempuan gigih untuk kuliah demi mendapatkan pekerjaan atau mendapatkan pekerjaan yang lebih layak lagi.
Namun, sekarang kita lihat banyak lulusan perguruan tinggi tapi menganggur. Pasti akan muncul pertanyaan, buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi tapi akhirnya nganggur? Sia-sia bapak banting tulang untuk nguliahin kamu, nak!. Belum lagi, kalau sudah menikah kemungkinan akan berhenti kerja juga.
Kesimpulannya, perempuan gak usah kuliah.
Benarkah seperti itu cara berpikirnya?
Dari zaman dahulu, perempuan cenderung dianggap sebelah mata oleh kebanyakan orang. Banyak anggapan perempuan tidak perlu menyandang gelar pendidikan yang terlalu tinggi.
Di sisi lain, perempuan sering menjadi korban kekerasan maupun pelecehan seksual. Untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, maka pada tahun 1975 PBB menetapkan tanggal 8 Maret sebagai hari perempuan internasional.
Berbicara mengenai perempuan yang sering dipandang sebelah mata, lantas bagaimana agar perannya tidak disepelekan orang lain? Pendidikan adalah jawabanya.
Meskipun pada kenyataanya, tidak sedikit para orang tua yang menyepelekan pendidikan bagi anak perempuannya.
Dan seperti yang saya singgung di awal, buat apa sekolah tinggi-tinggi, ngabisin biaya, ujung-ujungnya paling balik ke dapur sama ngurus anak. Terkadang ketidaksadaran akan pentingnya pendidikan tersebut juga terjadi pada perempuan itu sendiri.
Mindset tersebut salah besar, kenapa? Karena, perempuan adalah orang yang paling berpengaruh untuk membangun generasi berikutnya, dalam berkeluarga perempuan pun dituntut untuk bisa dalam segala hal.
Memberikan pendidikan yang layak untuk perempuan bukan untuk melalaikan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu atau untuk menyaingi laki-laki, namun untuk membangun generasi yang handal, berpikiran luas dan kreatif yang pada intinya untuk membantu menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Penyair ternama Hafiz Ibrah berkata dalam syairnya:
“Al-Ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq”.
Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya, jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.
Dari syair ini dapat kita tangkap bahwa perempuan, yang nantinya akan menjadi seorang ibu, merupakan sekolah pertama pada setiap generasi baru yang lahir, generasi yang akan menjadi pemimpin bagi bangsa.
Pelaksanaan pendidikan tanpa melibatkan kaum perempuan sama saja dengan melanggengkan kebodohan bagi generasi selanjutnya.
Syair di atas senada dengan quote di bawah ini.
“Jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang. Namun, jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi.” (Moh. Hatta).
Terdapat pula istilah,
“Wanita adalah tiang negara. Jika ingin menegakkan negara, lindungilah wanita; dan jika ingin menghancurkan negara, hinakanlah wanita”.
Secara perundang-undangan, jelas tertulis dalam Pasal 28C ayat (1), setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Undang-undang tidak mempriotaskan hanya gender tertentu yang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan adalah hak setiap orang, tidak terkecuali pada perempuan.
Pembuktian peranan perempuan tidak bisa dianggap remeh. Perempuan mempunyai cara dan banyak sekali perempuan yang memperlihatkan hasil kinerjanya yang maksimal.
Sebut saja Ibu Susi Pudjiastuti yang pernah menjabat sebagai Menteri Perikanan, Walikota Surabaya Ibu Tri Rismaharini, dan masih banyak lagi perempuan mengambil peranan penting di Indonesia sekarang ini.
Di dunia internasional, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, menjadi perbincangan publik baru-baru ini. Ia dikenal sebagai figur pemimpin dengan rasa empati tinggi, dan sukses memimpin Selandia Baru sebagai negara pertama di dunia yang kembali ke normalitas pra-pandemi covid-19.
Pentingnya pendidikan untuk perempuan bukan saja bermanfaat untuk dirinya, tapi juga untuk generasi berikutnya dan tidak mustahil ia juga dapat membawa perubahan bagi dunia. Jika dirangkum, berikut merupakan peran pendidikan bagi penguatan peran perempuan:
1. Modal untuk Berperan;
Laki-laki maupun perempuan memiliki peran masing-masing di kehidupan sehari-hari. Perempuan yang tidak berpendidikan sama dengan perempuan yang tidak memiliki keahlian.
Pertanyaannya, bagaimana seorang perempuan akan berperan secara maksimal jika ia tidak memiliki pendidikan dan skill? Oleh karena itu, wajar jika pendidikan disebut sebagai kunci penguatan peran perempuan.
2. Mengurangi Angka Kemiskinan;
Mengutip laporan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) tahun 2012, peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Untuk masuk ke dunia kerja ini, pendidikan nyaris merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang perempuan. Dengan adanya keterlibatan perempuan dalam dunia kerja, tingkat kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarga dapat ditingkatkan.
3. Mengurangi Angka Kematian;
Mengutip prestasi-iief.org, pentingnya pendidikan untuk perempuan memiliki dampak terhadap penurunan angka kematian ibu hingga 66%. Angka ini setara dengan menyelamatkan sekitar 189.000 nyawa ibu.
Hal ini dipengaruhi karena kesadaran pendidikan perempuan yang semakin tinggi berbanding lurus dengan pengetahuan akan risiko kematian akibat hamil dan melahirkan pada usia dini.
4. Mencegah Perdagangan Manusia;
UN Women menyebutkan, perempuan miskin dan tidak berpendidikan sangat rentan mengalami perdagangan manusia. Sehingga pendidikan adalah sebuah keniscayaan agar perdagangan manusia dapat dicegah.
Selain empat di atas, masih banyak lagi manfaat pendidikan dalam rangka menguatkan peran perempuan untuk memajukan bangsa. Perlu digarisbawahi bahwa pendidikan di sini bukan hanya berupa pendidikan formal, SD hingga perguruan tinggi, akan tetapi lebih luas dari itu.
Kita ketahui bersama keterlibatan perempuan dalam pendidikan di Indonesia masih menuai tantangan yang besar. Oleh karena itu, peran pemerintah untuk mengedukasi masyarakat dan menyediakan fasilitas pendidikan mutlak diperlukan. Pihak swasta juga diharapkan bisa ikut ambil bagian dalam mewujudkan pendidikan yang layak bagi perempuan.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H