Mohon tunggu...
Nur Rohmatus
Nur Rohmatus Mohon Tunggu... Sekretaris - Mahasiswi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswi Universitas di Malang Pendidikan Islam Anak Usia Dini '17

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjadi Orangtua yang Lebih Baik Tanpa Overparenting

2 Oktober 2019   18:06 Diperbarui: 2 Oktober 2019   18:10 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : pxhere.com

Semua orangtua sudah pasti memiliki keinginan untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya sehingga terkadang segala hal yang dilakukan anak haruslah seperti apa yang diinginkan orangtua, dan tujuan para orangtua ini adalah demi memastikan agar anak-anaknya tidak melakukan kesalahan.

Namun, jika para orangtua sudah memiliki atau bahkan sudah melakukan hal tersebut kepada anak-anaknya, maka berhati-hatilah karena bisa jadi orangtua tersebut sudah terjebak dalam pola pengasuhan yang overparenting.

Pola pengasuhan yang overparenting di sini dapat terjadi ketika orangtua telah mencampuri semua urusan anak, sehingga anak tidak bisa mandiri karena semua hal yang dilakukannya terus diawasi oleh orangtua. Padahal seharusnya anak harus dibiarkan mengatasi masalahnya sendiri agar kelak saat dewasa nanti, sang anak mampu memecahkan masalah yang sedang dia hadapi.

Sedikit contoh sederhana dari pola pengasuhan overparenting adalah ketika seorang anak memiliki tugas sekolah yang susah di mana anak belum mampu untuk menyelesaikannya, maka orangtua yang overparenting memutuskan untuk mengerjakan tugas sekolah sang anak tersebut.

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa hal ini dapat membuat anak tidak percaya pada kemampuan diri mereka sendiri. Pengasuhan yang overparenting membuat anak tidak pernah belajar dari kesalahannya karena orangtua lebih dulu menghalangi anak untuk melakukan kesalahan.

Namun sebagai orangtua diperbolehkan untuk mencampuri urusan sang anak apabila sang anak melakukan hal yang berbahaya.

Bila orangtua selalu mencampuri segala hal yang dialami anak, maka saat dewasa anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak mandiri karena sang anak tidak mengetahui apa yang harus dilakukan tanpa berkonsultasi dengan orangtuanya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan cinta dan perhatian yang cukup dari orangtuanya nantinya akan tumbuh menjadi anak yang tangguh dan tidak mudah merasa tertekan dan stres. Namun jika berlebihan, itu namanya overparenting.

Hal itulah yang menyebabkan mengapa overparenting bisa berdampak buruk bagi masa depan anak. Pola pengasuhan yang salah tidak akan hanya berdampak pada perkembangan emosi dan mentalnya, namun juga fisik sang anak.

Dengan adanya overparenting ini, beberapa efek samping yang didapatkan dari pola pengasuhan overparenting, di antaranya:

  • Anak akan selalu bergantung kepada orangtua saat membuat keputusan dalam hidupnya.
  • Besar kemungkinan bahwa anak akan tumbuh dengan rasa tidak percaya diri
  • Kurangnya kemampuan anak untuk hidup mandiri
  • Anak cenderung memiliki komunikasi yang rendah
  • Anak tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri

Overparenting biasanya berasal dari keinginan orangtua untuk mengelola ketidaknyamanan diri sendiri karena mereka tidak bisa menyaksikan anak mereka terluka, gagal, atau membuat kesalahan.

"Di sisi lain, orangtua merasa bersalah karena mendisiplinkan anak mereka dan mereka menolak untuk menegakkan konsekuensi," lanjut Amy Morin dosen Psikologi di Universitas Northeastern di Boston, Amerika Serikat.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari overparenting, berikut di antaranya:

Kurangi campur tangan orangtua. Semakin banyak campur tangan dari orangtua, maka semakin membuat proses belajar anak terputus.

Jika orangtua ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, maka biarkan anak bebas bereksplorasi. Berikan anak kepercayaan untuk melakukan hal sesuai keinginannya dan belajar dari kesalahan yang ia lakukan.

Bersikap lebih sabar. Seringkali, orangtua merasa gemas melihat anak melakukan kesalahan berulang ulang, seperti mengerjakan PR atau tugas sekolah yang menurut orangtua adalah soal yang mudah namun sang anak mengerjakannya dalam waktu yang lama.

Tetapi, orangtua tetap harus menahan dan melatih kesabaran diri sendiri, dan biarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri dengan kemampuan yang ia miliki yang sesuai dengan dirinya sendiri.

Biarkan mereka berjalan jalan sendiri tanpa ditemani. Saat orangtua mengajak anak untuk bermain di taman, biarkan anak bereksplorasi sesuai keinginannya tapi tentunya tetap diawasi dari jauh.

Orangtua tak perlu berada di sampingnya setiap saat. Apabila orangtua mengawasi dan selalu membuntuti anak dari dekat, maka anak tidak akan bebas bereksplorasi dengan lingkungannya.

Sesekali ubahlah rutinitas. Cobalah mengubah satu dua aktivitas harian agar sang anak tidak merasa bosan dan tetap bersemangat menjalani hari-harinya. Dengan mengubah beberapa aktivitas harian maka anak akan lebih banyak mendapatkan pengetahuan dan juga pengalaman.

Menjadi mandiri bukan berarti anak tidak memerlukan orangtuanya lagi, namun mereka akan lebih mudah menemukan apa yang ia inginkan dalam hidup untuk merasa bahagia, ketika ia bisa memilih dan memutuskan hal sesuai apa yang ia inginkan.

Membiarkan anak tumbuh dengan keinginan dan kesadaran sendiri, tentu akan membuatnya jauh lebih mudah mencapai kebahagiaan.

Jadi, biarkan anak anak melakukan kesalahan, biarkan anak anak belajar, dan biarkan anak anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun