Mohon tunggu...
Nur Fitriani
Nur Fitriani Mohon Tunggu... Lainnya - Hi Fellas !

Hi Fellas !

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Deradikalisasi di Indonesia: Apakah Program Deradikalisasi Pemerintah Cukup Efektif dalam Menangani Terorisme?

28 Desember 2020   20:10 Diperbarui: 28 Desember 2020   20:19 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Deradikalisasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengubah ideologi radikalisme baik individu maupun kelompok terorisme agar mereka tidak lagi melakukan tindakan / aksi kekerasan. Adanya insiatif akan perlunya pembuatan kebijakan deradikalisasi di Indonesia yakni sejak Februari 2007 guna menghentikan terbentuknya kelompok–kelompok terorisme, namun secara formal program deradikalisasi mulai di sepekati tahun 2012 oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). 

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sendiri dibentuk atas dasar Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 tahun 2010 yakni sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab langsung ke presiden dalam menanggulangi masalah terorisme baik dalam menyusun kebijakan penanggulangan terorisme maupun dalam membentuk satuan tugas.

Deradikalisasi di Indonesia memiliki kecenderungan menggunakan cara soft power dikarenakan hal tersebut dinilai lebih efektif dalam menangani para pelaku aksi terorisme, daripada menggunakan cara–cara hard power menggunakan instrumen militer yang dinilai kurang efektif dan berdampak pada semakin terdorongnya pelaku terorisme untuk mengadopsi paham radikalisme, hal tersebut membuat pemerintah menggunakan pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, pendidikan, dan sosial budaya. 

Sasaran program deradikalisasi ini difokuskan kepada status narapidana teroris dan mantan narapidana teroris beserta keluarganya. Program deradikalisasi pemerintah tidak serta merta dilakukan oleh pihak pemerintah saja, namun adanya kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil yang berperan penting dalam menanggulangi terorisme serta organisasi tersebut sekaligus sebagai pihak penengah antara pembuat kebijakan dengan jaringan akar rumput.

 Adapun organisasi masyarakat sipil yang ikut serta menjadi mitra program deradikalisasi pemerintah diantaranya Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), AMAN Indonesia, Yayasan Mitra Nasrani, Yayasan Pancasila, dan lain sebagainya.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam program deradikalisasinya memang perlu untuk menjalin kerjasama dengan berbagai elemen yang ada di masyarakat seperti halnya keterlibatan organisasi masyarakat sipil dalam mencegah terpaparnya masyarakat dengan isu intoleransi, radikalisme, dan terorisme. 

Pemerintah memiliki pandangan yang cukup optimis akan keberhasilan program deradikalisasinya dengan kehadiran organisasi masyarakat sipil yang ikut bersinergi didalamnya, hal tersebut dikarenakan organisasi masyarat sipil cukup dekat dengan akar rumput, hal tersebut membuat keefektifan program deradikalisasi untuk mencegah mantan napiter mengulangi aksi kekerasannya kembali dan program deradikalisasi yang dirancang oleh organisasi masyarakat sipil cenderung menggunakan pendekatan yang menekankan pada kegiatan–kegiatan sosial, seperti diadakannya pelatihan kerja, penyediaan lapangan kerja, dan lain sebagainya hal tersebut menjadi pembeda antara program deradikalisasi yang dirancang oleh pemerintah dengan organisasi masyarakat sipil, yang mana program deradikalisasi pemerintah lebih menekankan penanaman ideologi kebangsaan kepada napiter.

Tahapan–tahapan program deradikalisasi sendiri terdapat 4 tahap, yakni : Identifikasi, Rehabilitasi, Reedukasi, dan Reintegrasi Sosial. Tahap Identifikasi ini merupakan tahapan untuk mengetahui asal mula pelaku melakukan aksi terornya beserta menjadi tahapan agar para identifikator mengetahui alasan mereka melakukan aksinya tersebut. 

Tahap Rehabilitasi ini merupakan tahapan yang berusaha untuk mengubah pribadi napiter menjadi lebih baik, dikarenakan pada tahap ini terdapat pembinaan kepada para napiter harapannya agar para napiter setelah keluar dari lapas memiliki keahlian yang baru untuk dapat kembali berbaur kepada masyarakat, serta dalam tahap rehabilitasi ini merupakan salah satu pendekatan kepada para napiter dikarenakan adanya dialog terbuka agar meluruskan pemahaman napiter terhadap paham radikalisme yang mereka anut, hal ini agar para napiter dapat meninggalkan pemahaman tersebut agar tidak merugikan orang lain. 

Tahap Reedukasi ini bertujuan untuk menyadarkan para napiter tentang bahaya yang ditimbulkan oleh aksi terornya tersebut serta terdapat juga pendidikan karakter dan penguatan keagamaan. dan Tahap Reintegrasi Sosial ini merupakan tahap penyiapan para napiter agar dapat kembali ke lingkungan masyarakat, dalam tahapan ini terdapat beberapa agenda yang telah dipersiapkan seperti diadakannya sosialisasi dan beberapa kegiatan yang dapat menjadikan mereka memiliki skill baru untuk lebih siap dalam menjalani kehidupan setelah keluar dari lapas.

Di masa pandemi saat ini program deradikalisasi yang telah di rancang oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tetap berjalan dengan baik, meskipun keadaan saat ini membuat perubahan kebijakan didalamnya seperti mengubah program deradikalisasi yang semula dilakukan secara offline menjadi online.

Situasi saat ini tidak menyurutkan program deradikalisasi tetap dilakukan, karena di era teknologi informasi yang semakin pesat dikhawatirkan terjadinya perubahan penyebaran paham radikalisme melalui internet, maka dalam upaya kewaspadaan terhadap hal tersebut pemerintah mencoba untuk memperketat pengawasannya. 

Ada pula aksi pemerintah dalam memberikan bantuan berupa bahan makanan yang diberikan kepada mantan napiter agar mereka bisa bertahan hidup dengan baik dan merasa diperhatikan oleh pemerintah. Pemberdayaan ekonomi juga bisa menjadi salah satu cara pendekatan deradikalisasi. 

Cara lain yang dilakukan oleh pemerintah dalam program deradikalisasi yaitu dengan memberdayakan mantan napiter sebagai duta perdamaian, sebagai contoh seperti diundangnya mantan napiter dalam sosialisasi tentang bahaya radikalisme, diundangnya mantan napiter di dalam lapas sebagai narasumber untuk menceritakan pengalaman mereka selama menjadi bagian dari aksi terorisme.

Terbesit pula pertanyaan, apakah program deradikalisasi di Indonesia ini berhasil / efektif dalam menanggulangi permasalahan terorisme ? Banyak sekali penelitian yang mengkritik bahwasannya program deradikalisasi di Indonesia masih kurang efektif / belum mampu dalam menyadarkan para napiter atas aksi kekerasannya tersebut, hal ini dikarenakan cara pendekatan pemerintah khususnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang masih lemah, seperti hal nya janji pemerintah dalam membantu perekonomian mantan napiter yang nyatanya masih belum tersalurkan dengan baik dan merata, hal tersebut membuat mantan napiter ini kecewa sehingga mereka memutuskan untuk bergabung kembali pada kelompok terorisme yang lebih menjanjikan mereka bantuan secara finansial. 

Hal semacam itu juga bisa menjadi kritik kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan kembali perekonomian para mantan napiter, berusaha untuk memutuskan hubungan mereka dengan jaringan terorisme terdahulu, memberikan perlindungan kepada mantan napiter agar terhindar dari ancaman jaringan terorisme yang pernah mereka ikuti, dan yang paling penting yakni pemerintah juga harus menggandeng elemen masyarakat seperti organisasi masyarakat sipil agar program deradikalisasi ini dapat lebih luas dan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun