Salah satu sisi Kota Yogyakarta yang menggelitik adalah Kotagede. Aneka sudut pandang menikmatinya. Bagaimana kalau sepotong lorongnya? Kepo dengan Kipo, bonus Joglo hingga Masjid Gedhe Mataram.
Kipo penganan khas Kotagede
Kepo dengan kipo. Kalau kepo mah singkatan dari knowing every particular object. Mirip dengan kurios, mau tahu lebih detail. Meski sering dimaknai dari sisi koq usil sih mau tahu saja.
Lah kalau kipo adalah penganan khas Kotagede. Konon banyak pembeli menanyakan dengan bahasa daerah Jawa nama penganan. "Iki apa?" Berulang hingga alih sebutan ki apa, kipa yang secara bunyi suara mirip kipo.
Pernah mendapat oleh-oleh alias buah tangan kipo. Satu dos berisi 10 bungkus penakan paduan daun pisang berbaju kertas dengan merk dagangnya. Setiap bungkusan terdiri dari 5 penganan kipo.
Sangat terkesan dengan keunikan tampilan dan rasa, Kipo Bu Djito. Mengulik publikasi ini adalah penjual awal penganan Kipo beralamat di Jl Mondorokan. Diberitakan sangat laris sehingga kalau kesiangan datang di toko sering kehabisan.
Badalah, hipotesis awal terbukti. Datang di toko pukul 11an sang Kipo sudah habis. Ganti haluan nih, minta roti waru juga habis. Sebut ukel ditunjukkan penganan berbalut gula. Jadilah cukup membeli Legamara. Ini sebagian penganan jadul dari Kotagede.
[Legamara isinya mirip lemper. Pembeda pada cara pembungkusan, kemudian setiap sejumlah bungkusan diikat dengan tali serutan bambu. Unik tampilannya. Melengkapi jadah manten khas Yogya yang mirip semar mendem yang digapit dan dibakar]
Pengelola toko Kipo Bu Djito sangat ramah. Beliau menyarankan bisa pesan via WA pagi hari, pembayaran dapat dilakukan dengan transfer. Sedang pengambilan barang juga dilakukan dengan layanan daring. Ooh toko penganan tradisional khas Kotagede yang adaptif dengan pemasaran kekinian.
Berempati dengan rasa ingin incip kipo, beliau menawarkan mencoba kipo dari pembuat terdekat. Masuk jalan di samping kiri toko. Nah ini dia Kipo bu Muji. Urung dari Bu Djito jumpa Bu Muji. Ini tampilannya.
Penganan mungil dari tepung ketan dengan isian enten-enten paduan kelapa gula. Dipanggang menghasilkan aroma khas. Setiap unit berisi 5 buah Kipo berukuran mungil.
Simbok pecinta cagar merunut si Kipo. Kipo ini ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda pada tahun 2019 dengan Nomor Registrasi 201900954. Pengusul Provinsi DI Yogyakarta. Kini sering jadi suguhan aneka acara.
Susur Lorong Gang Soka
Tujuan berikutnya usai menjinjing Kipo adalah Masjid Gedhe Mataram. Gambaran awal dari Kipo Bu Djito mari susuri Jl Mondorokan ke arah Pasar Legi, belok kanan terlihat tanda arah lokasi. Tidak terlalu jauh.
Antara kaki dan otak tidak selalu sinkron. Kaki melangkah menyeberang gang Soka tepat di seberang Kipo. Terpikat dengan Gg Soka yang rapi bersih dengan ukuran lumayan lebar. Hanya berpapasan dengan motor karena mobil dilarang masuk.
Rumah Pesik Art & Heritage
Baru sekian langkah menyusuri Gg Soka terlihat bangunan berwarna hijau dengan arsitektur cantik. Merupakan arsitektur akulturasi Jawa, Asia, dan Eropa. Belok sejenak terasa citarasa seni dan budaya yang luar biasa. Lah simbok hanya dari kulit keindahan mata saja.
Melihat penanda Rumah Pesik Art & Heritage dan penanda Lech Walesa, Presiden Polandia pernah singgah. Ampiran tanpa kesengajaan, barulah teringat salah satu rumah kalang yang dijadikan jujugan wisata Kotagede.
Menunduk terlihat penataan jalan unik estetik. Bila banyak gang menempatkan gundukan polisi tidur untuk pengingat pengendara motor, Gg Soka punya cara lain. Bukan gundukan namun tatanan batu hias putih melintang di jalan. Tetap datar dengan efek penghambat laju motor.
Mata cagar menangkap sinyal situs cagar budaya. Merunut mendapat data No. Reg. 3402122003.3.2021.731 Status Cagar Budaya. Langgar Dhuwur adalah langar keluarga yang berada di loteng atas.
Penanda bagian sejarah kawasan masa Islam Mataram. Lokasinya di Gang Soka No. B2 171 Celenan RT 08/RW 02 Kel. Jagalan. Berdampingan dengan Rumah Pesik.
Melangkah dari langar dhuwur, pejalan berjumpa dengan tempat istirahat semacam gardu pos ronda. Konon dulunya dijaga opas keamanan. Nah tergoda belok kanan membaca penanda Omah UGM.
Omah UGM
Lorong lebih sempit menuju omah UGM dari Gg Soka. Mari masuk kita akan disambut ibu penanggung jawabnya. Ada pendapa gagah agung di depan. Kemudian masuk ke rumah utama. Susunan menggambarkan rumah tradisional Jawa.
Ada Senthong tengah, ruang sentral yang disakralkan sebagai penghormatan kepada Dewi Sri. Pengingat masyarakat Jawa yang agraris. Biasanya untuk menyimpan benda pusaka, ruang semadi. Senthong tengah didampingi oleh senthong kiwa (kamar kiri) dan senthong tengen (kamar kanan).
Hmm Omah UGM ini laksana laboratorium. Sebagai laboratorium budaya sangat lengkap. Pun sebagai laboratorium arsitektur. Melongok banyaknya kajian arsitektur karya para ahli yang belajar di Omah UGM ini. Mari lanjut ditelaah oleh para pembelajar.
Susur lorong tanpa bekal, serendipitas
Tidak selalu perjalanan seturut dengan rencana. Rencana awal dari Kipo menuju Masjid Gedhe Mataram. Ndilalah, tetiba kepincut blusukan melalui Lorong Gg Soka. Kendilalahan atau kerennya serendipitas, melakukan hal spontan dan menjumpai hal yang sebelumnya tidak dipikirkan.
Mengikuti insting masuk Gg Soka. Jalan semakin menjauhi tujuan awal. Tanpa bekal pengetahuan pun yang mudah minuman, hehe jadi mampir beli minuman kemasan. Mari saatnya GPS gunakan penduduk sekitar.
Mengacu pada arah Masjid Gedhe Mataram, bukan lagi sebagai tujuan namun arah pandu kompas. Mangga silakan belok kiri terus hingga berjumpa dengan tembok makam. Ke kiri mengikuti tembok makam sedikit menanjak sampailah di tujuan.
Tembok dan Sendang KemuningÂ
Wow bersyukur susur Lorong berjumpa dengan panjangnya tembok batas Makam Raja pun Masjid Gedhe Mataram. Masih banyak bagian yang utuh dengan ketebalan temboknya.
Perjumpaan berikutnya adalah Sendang Kemuning. Tempat bebersih diri berada di luar lingkup Masjid pun makam. Pengguna putra dan putri dipisahkan.
Paduraksa Lor Masjid Gedhe Mataram
Leganya susur lorong mengarah ke koordinat yang diarah. Inilah Paduraksa Lor (gerbang utara) Masjid Gedhe Mataram. Bangunan bersejarah gerbang masjid dari arah utara. Perwujudan akulturasi Hindu Islam di era Mataram Islam.
Kompleks Masjid Gedhe Mataram memiliki paduan arsitektur Jawa, Isam dan Hindu. Ditetapkan sebagai status cagar budaya No. Reg. 3402122003.3.2017.305. Dikukuhkan dengan SK Menteri:Per.Menbudpar.No.PM25/PW.007/M.
Penutup
Demikian Sepotong Lorong Kotagede: Kipo, Joglo hingga Masjid Gedhe Mataram. Kepingan sangat kecil dari Kawasan Cagar Budaya Kotagede. Melongok sejarah budaya pijakan melangkah ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H