Duduk menanti layanan semangkuk racikan sumsum, cendol, biji telasih, ketan hitam, tape, gula merah pun santan plus es batu. Segar dingin. Tersedia durian bagi peminat khusus.
Perjalanan panjang pebisnis es dawet telasih sejak berdirinya Pasar Gede. Kios ini dikelola oleh keturunan ketiga dari penjual awalnya. Mata dan telinga menangkap perputaran uang dalam bisnis es dawet.
Semangkuknya 14K tanpa durian. Lah kalau pesan 20 cup apalagi nambah beberapa pernik penganan. Beberapa lembar merah seratusan ribu rupiah berpindah tangan. Mengikuti perkembangan metode pembayaran, jepret ponsel transaksi berlangsung.
Lambung tengah sudah diisi energi, pemantik memori suasana saba pasar. Lenjongan dan es dawet telasih memasok kenangan dan cerita. Simbok mengulangi lagi los jamu racikan. Empon-empon, simplisia basah kering menguarkan aroma khas jamu. Lain kali disajikan tersendiri.
Keluar dari pasar. Lingkungan sekitar berganti dandanan dari suasana Natal Tahun Baru bersiap menyambut acara Imlek. Denyut nadi pasar selalu baru. Kadang tenang diselingi riuh. Terima kasih lenjongan dan es dawet telasih pengikat rasa keterdekatan Kota Solo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H