Pakem pewayangan dan cerita persilatan menarik bila dipadukan. Tersemat benang merah pembelajaran kearifan lokal. Itulah yang disimak Limbuk kala berkunjung ke Kebun Raya (KR) Indrakila. Mari ikuti narasinya.
Kebun Raya Indrakila
Kebun Raya Indrakila berada di Kelurahan Kemiri, Kecamatan Majasanga, Kabupaten Boyolali. Bertemakan tumbuhan hutan hujan dataran rendah Jawa bagian timur. Ditata dengan pola tematik dan penamaan taman seturut dunia pewayangan.
Kebun Raya seluas 8.9 hektar ini diresmikan pada tahun 2019. Pada tahun 2023 mendapat penetapan sebagai salah satu kebun dari 4 KR terbaik versi Badan Riset Inovesi Nasional (BRIN). Bersama dengan KR Banua (Kalsel), KR Balikpapan, dan KR Itera Kabupaten Lampung Selatan.
Limbuk kembaran simbok kebun berkesempatan dolan ke KR Indrakila akhir November ini. Cukup merogoh kocek 5.5k untuk tiket masuk. Yakin kuat memutari lahan hampir 9 hektar?
Tersedia persewaan sukuter listrik di dekat loket masuk. Kalau datang pada libur akhir pekan tersedia kendaraan wira-wiri semacam mobil kereta. Sebagai info hari Senin biasa KR ini tutup loh. Nah kunjungan di hari biasa mari sediakan sukuter alami alias kaki untuk putar KR.
Jejak Pewayangan di KR Indrakila
Peneraan nama Indrakila mengusik rasa kepo. Bukankah Indrakila adalah gunung tempat Arjuna penengah Pandawa bertapa. Buah dari ketetapan hati mendapat panah Pasopati dari Batara Siwa. Bila Indrakila dilekatkan pada KR unik ini, kiranya melimpah kearifan lokal mengalir bagi pengunjungnya.
Setidaknya diwujudnyatakan dalam 5 fungsi KR. Meliputi konservasi melestarikan keanekaragaman tumbuhan. Fungsi penelitian dan pendidikan. Serta fungsi wisata dan jasa lingkungan.
Taman Bambu Madrim. Berisi koleksi beberapa jenis bambu. Tumbuhan multi guna dengan aneka tafsir filosofisnya.
Dewi Madrim adalah ibunda dari si kembar Nakula dan Sadewa dalam Pandawa. Beliau rela sati mati bersama suaminya Raja Pandu. Mempercayakan putra kembarnya pada asuhan Dewi Kunti. Inikah alasan penempatan taman Madrim di bagian depan KR Indrakila?
Taman Arjuna. Menempati luasan yang membentang. Kekhasannya adalah koleksi tumbuhan lokal. Tumbuhan yang perlu dikonservasi agar tidak punah dari sejarah.
Menyusuri taman Arjuna yang luas melewati jalan yang bersih. Tertata rapi dengan paving block penyesap air hujan. Tatanan ekologis sekaligus artistik.
Taman tanaman pangkas, Sadewa. Hamparan tumbuhan yang tertata rapi dengan pola tertentu. Disusun model labirin dengan pola gunungan wayang. Secara berkala dipangkas agar rapi. Terlihat indah bila dinikmati dari ketinggian gardu pandang.
Kearifan kesediaan dipangkas untuk seturut pola. Labirin penggambaran pengembaraan. Tidak selalu mudah jalan keluar namun selalu ada jalan keluar dari suatu masalah kehidupan.
Taman Nakula diterakan bagi tematik tanaman obat. Keluarga 5 Pandawa, si kembar Sadewa yang dicatat memiliki keahlian dalam pengobatan. Mengenali dan mendayagunakan tumbuhan berkasiat obat.
Kearifan lokal tumbuhan obat berkembang dalam etnobotani jamu. Setiap komunitas lokal memiliki pengetahuan dan keterampilan meracik obat dari alam.
Taman Yudistira. Hanya sekilas memperhatikan taman Yudistira. Sulung dari Pandawa yang sangat dihormati dan disayangi oleh keluarganya.
Pandawa putra Raja Pandu dan Dewi Kunti adalah Yudistira, Bima, dan Arjuna. Sedangkan putra dari Dewi Madrim adalah Nakula dan Sadewa.
Ooh ternyata Limbuk terlewat amatan taman Bima dan taman Kunti. Keterbatasan kekuatan langkah hanya mampu menjelajah kurang dari seperempat areal. Itupun tidak tapis.
Koleksi tumbuhan paku ditata pada taman yang apik. Juga semacam rumah kaca. Ditengarai dengan nama Taman Abiyasa. Begawan Abiyasa adalah ayahanda raja Pandu alias Eyang/kakek para Pandawa.
Jejak cerita silat di KR Indrakila
Salah satu monumen dengan patung menjulang di bagian atas perbukitan sangat menggoda. Kamipun rela sedikit mendaki mendatanginya. Itulah monumen Sasrabirawa.
Banyak pengunjung berhenti untuk berfoto di depannya. Atau berpose dengan kaki kiri diangkat, tangan kanan teracung ke atas dan tangan kiri siaga di dada ciaatt... ajian sasrabirawa.
Bagi penggemar cerita silat Nagasasra Sabukinten karya SH Mintardja pasti langsung senyum dikulum. Yup tokoh Mahesa Djenar sang empunya ajian sasrabirawa. Semoga kekuatan ajian sasrabirawa juga melekat pada KR Indrakila. Mengelola luapan panas bumi dengan fungsi paru-paru kota.
Gerbang Pasingsingan. Ikon KR Indrakila. Gerbang ini sudah mencolok penglihatan sejak dari jembatan merah penyeberangan. Semakin memesona menikmatinya dari dekat.
Sekilas teringat Chiang Khai-Sek Memorial di Taipei yang hanya sempat dinikmati dari jendela bus. Eh malah menemukan di KR Indrakila. Pasingsingan adalah tokoh nyalawadi (rahasia/misterius) dan teka-teki pada cersil Nagasasra Sabukinten. Nama lainnya adalah Umbaran.
Berkat kejelian dan kecerdasan Mahesa Djenar, terkuak sosok Pasingsingan adalah Panembahan Ismaya dari Padepokan Karang Tumaritis. Limbuk sederhananya mengenali beliau adalah Ki Semar. Panakawan para Pandawa.
Weladalah ternyata gerbang ini sebagai pengikat alias benang merah jejak pewayangan dan cerita silat. Panembahan Ismaya alias Ki Semar simbol kearifan lokal. Semoga kesatuan simbol ini mengejawantah dalam fungsi KR Indrakila.
Sisi Ekologi Artistik
Penataan KR Indrakila mencerminkan perencanaan yang artistik ekologia. Ketersediaan kran air hujan belum sempat Limbuk coba karena terburu waktu. Hanya sempat foto saja. Hasil dari kegiatan di E house yang memproses air hujan menjadi siap minum.
Masih banyak sisi ekologi yang tersedia seperti rumah anggrek, rumah kaktus pun rumah kompos. Ada pojok energi baru dan terbarukan. Bila waktu dan tenaga longgar masih ada sajian air terjun maupun embung alit.
Saran buat para pengunjung ada baiknya memperhatikan sekilas peta KR Indrakila sehingga mendapat gambaran isinya. Juga bila waktu dan tenaga terbatas membuat urutan prioritas. Kalau kami asal jalan semampunya tanpa target.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HSungguh kombinasi unik mengunjungi KR Indrakila. Berekreasi, belajar, memuaskan rasa ingin tahu melalui observasi. Hingga menautkan kisah pewayangan dan cerita silat. Inilah sekilas Limbuk menyimak kearifan lokal di Kebun Raya Indrakila.