Waktu menunjukkan pukul 13.35 kala kami ibu-ibu memasuki halaman luas rumah limasan di kawasan kota Wonosari, Gunung Kidul. Sega Berkat Mbah Pawira Ranti demikian tulisan di spanduk. Jagad maya menuliskannya Sega Berkat MPR, serasa nama panggungnya. Menyentuh sisi filosofi daun jati ramah lingkungan.Â
Sega Berkat MPR
Segera ibu penjual meracik pesanan. Diambilnya piring anyaman lidi lalu dialasi selembar daun jati. Nasi sesuai pesanan, biasa, setengah atau tanpa nasi.
Tangannya terampil menata paduannya dari soun, oseng tempe, serundeng kelapa. Lauknya tersedia pilihan empal daging, babat, iso, ayam maupun telor. Bagi penggemar masakan pedas, oseng tempenya sungguh joss. Awas ranjau cabai utuh didalamnya.
Penikmat sega berkat bebas memilih tempat duduk. Mau nostalgia kursi turop rotan, bangku kayu atau sofa masa kini. Posisi warung makan ini tepat di sebelah rumah induk gaya limasan. Serasa makan di bagian gandhok simbah.
Izin melongok ke dapur. Badalah ruang memasaknya sangat luas dengan jajaran tungku kayu bakar. Dandang pun panci pemasak bertengger di atas tungku membara. Setoran kayu bakar diantar dengan pickup langsung.
Nah ini ruang patehan tempat menyeduh teh, pengingat masa kecil. Seorang ibu meracik pesanan aneka minuman. Tampak sebongkok besar daun jati di ruang tersebut.
Kedatangan kami bisa disebut agak terlambat. Sebelumnya penata dolan sudah mengontak pengelola warung makan sehingga masih disediakan masakan. Bahkan soun dipasok masakan baru yang masih panas.
Berdecap paduan antara nikmat sega atau nasi pulen beraroma khas daun jati dengan derajat pedasnya oseng tempe. Masakan rasa rumahan dinikmati di gandhok di depan dapur. Mengulik kenangan akan sega berkat masa kecil.
Sega berkat atau nasi berkat, sajian makanan daerah Wonogiri. Merambat juga ke kabupaten sebelahnya Gunung Kidul dan Pacitan. Ketiga kabupaten pemangku gunung sewu. Empunya Gunung Sewu Global UNESCO Geoparks.
Tradisi kami di pinggang Gunung Lawu ada ulih-ulih. Nasi dengan lauk sederhana dibungkus daun jati. Sebagai rasa terima kasih kepada kerabat yang hadir pada hajatan. Mulai dari sepasaran bayi (bayi usia 5 hari), pun hajatan lain. Berbeda dengan ater-ater (hantaran), yang diantar langsung ke rumah.
Sega berkat MPR wujud dari kreativitas penjualnya. Masa prihatin ekonomi era pandemi pengungkitnya. Bermula dari penyedia abon sapi. Melebarkan sayap ke sega berkat.
Rezeki menghampiri insan tekun kreatif. Peminat racikan sega berkatnya meningkat. Penyedia sarapan hingga makan siang. Makan di tempat, dibungkus hingga pesanan. Terlihat tumpukan box makan penyajiannya tetap dialasi daun jati.
Daun jati dalam bahasa daerah Jawa disebut jompong. Tampilannya sederhana dengan bagian luar daun berbulu terasa agak kasar (kasap, bahasa Jawa). Ujaran tangannya nggodhong jati (berasa daun jati) dapat membuat anak gadis murung.
Padahal bisa dimaknai positif rajin bekerja. Pembelajaran tentang penilaian dari tampakan luar sekilas yang belum tentu hakiki. Jangan nilai daun dari kasapnya bulu, hehe.
Luwih aji godhong jati aking (lebih berharga daun jati kering). Ungkapan yang sangat dalam. Daun jati kering dinilai tidak berharga karena mudah remuk. Lah kalau seseorang diumpamakan, masih lebih berharga daun jati kering. Betapa remuk redam, penghinaan tiada tara. Pengingat menjaga ajining diri (harga diri).
Saat kemarau panjang, hamparan tanaman jati menata diri. Mengurangi penguapan agar mampu bertahan dengan menggugurkan daunnya. Daun sebagai pemasok energi melalui proses fotosintesis rela gugur bersama demi keberlanjutan hidup. Nrima ing pandum dalam siklus kehidupan.
Bagi masyarakat sekitar hutan, daun dan ranting jati adalah berkat pemeliharaan alam. [Bonus lagi enthung (kepompong) jati] Penduduk memanen daun jati, mengikatnya model melingkar sepemeluk orang dewasa. Menjadi pendapatan langsung dalam transaksi.
Daun jati ramah lingkungan
Mari simak pengelola sega berkat MPR usai pengunjung makan. Diambilnya bekas peralatan makan. Sendok garpu dimasukkan pada bagian pencucian. Alas daun jati masuk keranjang sampah. Sekilas mirip nasi jamblang, Cirebon. Piring anyaman lidi kembali ditumpuk. Secara berkala dicuci dijemur.
Tumpukan daun jati bekas pakai bersifat biodegradable. Secara alami dapat didegradasi memenuhi kaidah daur ulang (recycle). Salah satu pilar 4R penopang ramah lingkungan.
Banyak hasil kajian pengomposan daun jati (Tectona grandis Linn. F.). Mengurangi serasah dan sampah daun jati mengubahnya menjadi kompos. Berikutnya kompos daun jati siap menyuburkan tanaman budidaya.
Sampah daun jati dan serasah runtuhan jati kering juga siap di reuse (digunakan kembali) sebagai sumber energi. Baik bahan bakar secara langsung ataupun diubah menjadi bentuk briket.
Pengomposan dan pembriketan limbah daun jati. Penerapan daur ulang dan pengubahan bentuk sebagai sumber energi terbarukan. Rantai kecil upaya ramah lingkungan.
Daun jati pembungkus pengawet alami
Daun jati umum dijadikan pembungkus. Selain daun pisang, waru, mendong, sempur dll. Sebelum era pembungkus plastik berkembang. Tidak usah dipertentangkan, akal budi manusia menuntunnya memilih sesuai peruntukannya.
Kajian dari FTP UGM, menunjukkan daun jati memiliki sifat fisik sebagai pembungkus yang baik. Amatan karakter ketebalan, kekuatan tarik dan kekuatan sobek. Ketebalan menjadi sarana mempertahankan panas, menjaga kehangatan makanan yang dibungkusnya. Daun jati ideal umur dewasa.
Daun jati juga sebagai pembungkus pengawet alami. Tim Kelompok Riset Pangan Universitas Jember menyarankan penggunaan daun jati sebagai pembungkus daging kurban. Alami, sehat dan halal, serta ramah lingkungan.
"Dari sisi empiris, daun jati telah teruji memiliki kandungan senyawa kimia potensial yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga dapat mengawetkan bahan pangan yang dikemasnya," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (9/7/2022).
Telaah karakter kimia, kandungan senyawa kuinon dan flavonoid memiliki daya antimikroba, menekan pertumbuhan bakteri, fungi, dan virus. Penghambat kerusakan pangan. Rasa sepat adanya tannin berfungsi sebagai antioksidan. Cukup banyak telaah karakteristik kimia daun jati sebagai pengawet alami.
Wasanakata
Menikmati sajian sega berkat beralaskan daun jati tidak hanya mengenyangkan perut. Memanjakan nostalgia masa lalu. Menghadirkan sentilan berkembang bersama alam. Memadukan tradisi dan teknologi bersama menjaga harmoni alam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI