Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Sega Berkat MPR dan Filosofi Daun Jati Ramah Lingkungan

15 Juni 2023   09:33 Diperbarui: 16 Juni 2023   06:12 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sega Berkat alas daun jati (Dokumentasi pribadi)

Kedatangan kami bisa disebut agak terlambat. Sebelumnya penata dolan sudah mengontak pengelola warung makan sehingga masih disediakan masakan. Bahkan soun dipasok masakan baru yang masih panas.

Berdecap paduan antara nikmat sega atau nasi pulen beraroma khas daun jati dengan derajat pedasnya oseng tempe. Masakan rasa rumahan dinikmati di gandhok di depan dapur. Mengulik kenangan akan sega berkat masa kecil.

Sega berkat atau nasi berkat, sajian makanan daerah Wonogiri. Merambat juga ke kabupaten sebelahnya Gunung Kidul dan Pacitan. Ketiga kabupaten pemangku gunung sewu. Empunya Gunung Sewu Global UNESCO Geoparks.

Tradisi kami di pinggang Gunung Lawu ada ulih-ulih. Nasi dengan lauk sederhana dibungkus daun jati. Sebagai rasa terima kasih kepada kerabat yang hadir pada hajatan. Mulai dari sepasaran bayi (bayi usia 5 hari), pun hajatan lain. Berbeda dengan ater-ater (hantaran), yang diantar langsung ke rumah.

Sega berkat MPR wujud dari kreativitas penjualnya. Masa prihatin ekonomi era pandemi pengungkitnya. Bermula dari penyedia abon sapi. Melebarkan sayap ke sega berkat.

Rezeki menghampiri insan tekun kreatif. Peminat racikan sega berkatnya meningkat. Penyedia sarapan hingga makan siang. Makan di tempat, dibungkus hingga pesanan. Terlihat tumpukan box makan penyajiannya tetap dialasi daun jati.

Filosofi daun jati

Daun jati dalam bahasa daerah Jawa disebut jompong. Tampilannya sederhana dengan bagian luar daun berbulu terasa agak kasar (kasap, bahasa Jawa). Ujaran tangannya nggodhong jati (berasa daun jati) dapat membuat anak gadis murung.

Padahal bisa dimaknai positif rajin bekerja. Pembelajaran tentang penilaian dari tampakan luar sekilas yang belum tentu hakiki. Jangan nilai daun dari kasapnya bulu, hehe.

Luwih aji godhong jati aking (lebih berharga daun jati kering). Ungkapan yang sangat dalam. Daun jati kering dinilai tidak berharga karena mudah remuk. Lah kalau seseorang diumpamakan, masih lebih berharga daun jati kering. Betapa remuk redam, penghinaan tiada tara. Pengingat menjaga ajining diri (harga diri).

Saat kemarau panjang, hamparan tanaman jati menata diri. Mengurangi penguapan agar mampu bertahan dengan menggugurkan daunnya. Daun sebagai pemasok energi melalui proses fotosintesis rela gugur bersama demi keberlanjutan hidup. Nrima ing pandum dalam siklus kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun