Memasuki pintu gerbang utama, melangkah ke dalam pasar. Bentuk desain mengingatkan pada pasar tradisional dengan arsitektur los pasar. Simbol keterbukaan mengakomodasi pasar sebagai ruang paseduluran.
Mengingatkan pasar sebagai ruang komunikasi tanpa sekat. Bukan hanya transaksi jual beli barang dan jasa. Mewadahi pertukaran informasi. Pusat kulak warta adol prungon, transaksi informasi.
Segera tersadar simbok keluar dari kendaraan dengan tergesa karena jalanan macet. Weladalah hanya menenteng ponsel saja. Gagal sudah niatan berburu kipo penganan khas Kotagede ataupun jajan pasar lain. Apa tumon mau transaksi dengan dompet elektronik?
Tetap dapat memanjakan mata dengan amatan saja. Penjual anyaman janur wadah kupat berjajar di emperan depan juga di sepanjang Jl Mondorokan. Terasa sekali suasana jelang lebaran.
Tangan cekatan menganyam kelontong ketupat. Seraya meladeni pembeli yang tinggal isi beras dan memasaknya. Ketupat atau kupat kerata basa dari ngaku lepat. Esensi bermaafan di hari raya Idul Fitri.
Keluar dari pasar terlihat sosok anggun gardu ANIEM di pojok barat laut. Warga sekitar menyebutnya babon (induk) ANIEM. ANIEM adalah singkatan dari Algemene Nederlandsch Indische Electrisch Maatscapij. Perusahan penyedia listrik swasta pada era Hindia Belanda.
Menurut sumber Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, ANIEM mulai membangun jaringan lsitrik di Kota Yogyakarta pada 1914. Gardu ANIEM Kotagede dibangun pada tahun 1918. Sosok megah ini hasil rekonstruksi dari kerusakan gempa Yogya. Bagian dari sejarah perlistrikan.