Menyimak kawasan cagar budaya, menyerap sari pembelajaran untuk melaras kehidupan.
Bagi penyuka kawasan cagar budaya, trip Pasar Gede Hardjonagoro di Solo menjadi salah satu incaran. Hanya dengan berdiri di salah satu tempat strategis, cukup tolah toleh tertangkap pandang 5 (lima) cagar budaya.
Cagar budaya Pasar Gede, Kelenteng Tiek Kok Sie, Tugu Jam, Jembatan Pasar Gede, dan Tugu Pemandengan. Mari kita mendedah, menyingkap pembelajaran darinya.
Cagar Budaya Pasar Gede Hardjonagoro
Merupakan pasar tertua di Surakarta, masa pembangunan 1927-1930. Era pemerintahan Pakubuwono X, kini pasar berumur 93 tahun. Arsitektura bangunan perpaduan antara gaya Belanda dan Jawa, rancangan arsitek Belanda Thomas Karsten.
Fasad depan yang gagah anggun membuat sebutan ageng atau gede, Pasar Gede. Penamaan Hardjonagoro berawal dari seorang warga keturunan Tionghoa yang dianugerahi gelar KRT Hardjonagoro. Terlihat sejak awal harmoni antar suku yang hidup berdampingan.
Menarik bahwa pasar menjadi bagian dari konsep Catur Gatra Tunggal. Kesatuan empat komponen yaitu keraton, alun-alun, masjid, dan pasar. Dasar falsafah paduan antara pemerintahan, kehidupan religi, komunikasi pengayom-rakyat dan geliat ekonomi.
Pasar Gede Hardjonegoro ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan SK Wali Kota Solo No: 646/1-2/1/2013 Tanggal SK: 3 Mei 2013. Kode pengelolaan KB002063. Warisan budaya yang dilindungi, estafet nilai kehidupan yang diteruskan kepada generasi penerus.
Mendapat sematan surganya pasar tradisional. Juga pasar priyayi, menyajikan dagangan kualitas unggul. Utamanya adalah kebutuhan pokok sehari-hari. Berbeda dengan Pasar Klewer tetangganya yang difokuskan pada sandang.
Bagaimana tampilan di dalam? Hehe disajikan lain kali. Bakalan kalap dengan aneka kuliner. Mau dawet Sargede, cabuk rambak atau penganan lain dengan tampilan dan rasa menggoda. Pun pastinya etalase dagangan kebutuhan pokok yang ditata apik.
Untuk menata kepadatan kendaraan tersedia tempat parkir di jalan Ketandan, posisi di sisi kiri pasar. Pembelanja akan ditawari jasa ibu gendhong yang tersenyum ramah membawakan belanjaan. Atau mau naik becak yang berjajar di depan pasar. Eits lain kali diceritakan.
Ini saya sertakan tautan artikel apik anggitan Herlambang dkk. Pengenalan Cagar Budaya Pasar Gede Harjonagoro Surakarta Bagi Generasi Muda Melalui Video Time Lapse. Keren menautkan nilai antar generasi salah satu misi cagar budaya.
Cagar Budaya Kelenteng Tiek Kok Sie
Gairah pasar yang dimotori oleh warga keturunan Tionghoa tidak melunturkan tradisi dan religinya. Muncul kebutuhan tempat beribadah. Keberadaan kelenteng di Jl Ketandan jawabannya. Posisi di kiri depan Pasar Gede.
Penegas tata kota pada zamannya. Komunitas pendatang berada di luar kawasan keraton. Dipisahkan oleh batas alami aliran Kali Pepe.
Perkembangannya menjadi tempat ibadah antar beberapa aliran. Juga untuk fasilitas kepentingan sosial. Arsitektur bangunan yang khas merah kuning keemasan.
Kelenteng Tiek Kok Sie ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan SK Wali Kota Solo No: 646/1-2/1/2013 Tanggal SK: 3 Mei 2013. Pengelolaan satuan KB002084.
Cagar Budaya Tugu Jam Pasar Gede
Persis di pojok kanan atau pintu masuk Pasar Gede dan Kelenteng berdiri anggun Tugu Jam. Dibangun pada masa Pakubuwono X. Bertujuan untuk membangun kesadaran dan kedisiplinan rakyatnya.
Posisinya sangat strategis Dari arah Jembatan Pasar Gede, ke kanan ke jalan Ketandan dan serong kiri jalur protokol Jl Urip sumahardjo. Kini menjadi bagian tata berlalu lintas demi mencegah terjadinya kecelakaan karena terletak di tengah-tengah simpang jalan.
Tugu Jam Pasar Gede ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan SK Wali Kota Solo No: 646/1-2/1/2013 Tanggal SK: 3 Mei 2013. Kode pengelolaan KB002091.
Kini posisi Tugu Jam juga sebagai elemen keindahan kota. Berhiaskan lampion ceria saat pergiliran hari raya keagamaan. Salah satu spot kesayangan para fotografer maupun pengumpan gambar di media sosial.
Cagar Budaya Jembatan Pasar Gede
Secara bentang lahan menjadi penghubung antara kawasan niaga dengan pemerintahan. Mulai dari Kantor Balaikota, perbankan hingga masuk ke areal keraton. Melintasi Kali Pepe yang menyimpan cerita sejarah panjang.
Sajian tentang jembatan ada pada artikel sebelumnya. Harmoni ekologi, sosial ekonomi pun religi terjempatani oleh cagar budaya Jembatan Pasar Gede. Kini ditata apik menjadi salah satu ikon Kota Solo.
Tugu Pemandengan
Sering tertukar pemahaman antara Tugu Pemandengan dengan Tugu Jam Pasar Gede. Tugu Pemandengan berada di depan Balaikota dulu kantor pemerintahan Belanda. Berupa tugu segi empat mengerucut setinggi 3 meter. Memiliki empat lentera mengarah 4 penjuru mata angin.
Sengaja menunggu dan menjepret saat bus Werkudara melintas di depan Kantor Balai Kota. Menghampiri Tugu Pemandengan, lanjut mengikuti Jembatan Pasar Gede, belok di dekat Tugu Jam. Seraya menatap Kelenteng dan gagahnya Pasar Gede.
Kalau Yogya memiliki titik kosmologi dengan sumbu Merapi-Keraton-Plengkung Gading menuju selatan. Tugu Pemandengan juga menjadi titik kosmologi raja di Solo. Kini dikenal sebagai titik nol Solo.
Diantara ke 5 warisan budaya yang dibabar, Tugu Pemandengan adalah yang tertua. Diperkirakan dibangun saat jumeneng (bertahtanya) Pakubuwono VI hingga Pakubuwono X. Mewarnai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang.
Pemandengan, berasal dari kata pandeng. Melihat dengan cermat, penuh perhatian, tanpa terganggu kiri kanan. Filosofi bagaimana Raja pemegang pemerintahan melalui meditasi fokus mandeng mencermati kehidupan rakyat dengan dasar kuasa dan kasih dari Illahi.
Pengingat untuk setiap titah memiliki 'Tugu Pemandengan' dalam kehidupannya. Berkeluarga, berkarya pun bermasyarakat. Nurani sebagai pengarah pandeng.
Nah kan, sekali mampir di Pasar Gede, setidaknya 5 cagar budaya terengkuh. Mau beranjak sedikit akan diperjumpakan dengan cagar budaya yang lain. Sungguh Solo kota budaya yang menawan.
Saat bergiat di sektor produksi, mari ingat sisi religi, jembatan harmoni, waktu kita terbatas, tetap fokus pada nurani pemandengan. Demikian gumam Simbok kebun. Salam harmoni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H