Memenuhi hasrat melongok dan menyimak kemajemukan, kami berkunjung lagi pada pertengahan 2022. Kali ini disengajakan dengan tiket kunjungan penuh. Bukan hanya di areal plaza namun menuju areal dalam jajaran kelenteng di sisi Barat.
Pengunjung menyisir mulai dari depan yaitu kelenteng Dewa Bumi, berurut hingga ujung belakang. Jalur kembali melalui jalur yang sama sehingga bila ada minat yang terlewat dapat dilirik ulang saat mau keluar.
Baik sajian ini mengikuti alur balik, dimulai dengan kelenteng di ujung belakang. Areal ini agak jarang pengunjung karena biasanya perhatian tersedot pada klenteng besar. Pengelola tidak kurang akal, dibangunlah spot foto Fushimi Inari yang instagramable.
Balik ke fokus krlenteng inilah Kelenteng Kyai Nyai Tumpeng yang bersanding dengan Kyai Cundrik Bumi. Bila dilongok lebih detail isinya penanda semacam pusara. Terasa bauran budaya, penamaan dengan frasa Jawa.
Kyai Nyai Tumpeng berkenaan dengan sediaan logistik pangan. Sedangkan cundrik bermakna senjata tajam. Pemaknaan dangkal simbok, keamanan masyarakat tidak hanya bertumpu pada persenjataan. Kecukupan pangan bagian dari aspek keamanan.
Mari maju sedikit. Inilah Kelenteng Kyai Jangkar. Secara fisik tersimpan jangkar perahu. Terkait cerita pelayaran Laksamana Cheng Ho.
Menariknya di sekitar kelenteng tumbuh tanaman dengan batang merambat, kayu rantai yang menyerupai temali atau tali dadung yang digunakan tambang kapal. Tumbuhan ini menempel pada tebing kemudian dirambatkan ke penyangga besi untuk mudah dilihat pengunjung.
Nah di bagian tengah Kawasan klenteng, inilah kelenteng utama pemujaan Sam Poo Kong. Menjadi pusat dari kegiatan religi di Kawasan ini. Secara fisik pengunjung mudah mengenali sebagai bangunan termegah dengan ribuan lampion.