Menurut Dee Lestari, kebahagiaan penulis adalah bila kelana aksara berdampak positif pada pembacanya. Saya yakin kompasianer juga merasakan kebahagiaan melalui berbagi karya, kelana aksara yang memerdekakan diri.
Data angka di pojok kanan adalah kuantifikasi kelana pirsa. Dibaca, begitu keterangan yang tertera, ada pula sebutan view. Kembali meminjam data Pak Tjiptadinata, betapa lebih dari 6 322 000, hampir 6,5 juta views.
Nah, saya lebih mudah memahami sebagai view atau dilihat (dipirsani), karena sulit menentukan kriteria sungguh dibaca. Kelana pirsa menunjukkan berapa pemirsa yang singgah entah sepersekian detik atau mengagihkan waktu cukup menikmati racikan aksara kita.
Secara pribadi, saya sering mengira-ira, dari sekian pemirsa semisal lima (5) persen membaca mendedikasikan waktu beliau di racikan kelana aksara kita. Menggerakkan hati mengucap terima kasih atas perhatian pembaca.
Menjadi penggerak kelana aksara menaja artikel yang memerdekakan kelana pirsa. Artikel menemui pembacanya dengan caranya sendiri.
Kriteria ini juga digunakan oleh pengelola Kompasiana dalam penetapan K rewards dll. Keterbacaan eh keterlihatan dengan segala aspek penyertanya. Semisal ikutan iklan secara agregat. Pun penetapan artikel terpopuler yang diupdate setiap saat dalam rentang 12 jam pertama sejak tayang.
Lanjut pada dua data di tengah adalah jumlah komen di kiri dan jumlah nilai vote di kanan. Bukankah ini pernyataan kelana sapa? Menulis di Kompasiana berbeda dengan media lain. Terjadi tegur sapa antar penulis dan pembaca.
Kelana sapa yang menciptakan keakraban. Interaksi lanjutan di luar akun sering terjadi. Kesamaan visi kepenulisan menjadi pengikatnya. Dibarengi antar tindakan nyata dalam pewujudan visi misinya.
Secara sekilas data kelana sapa per artikel menjadi dasar penetapan artikel nilai tertinggi (NT). Nah untuk kriteria ini, izinkan saya menyapa Ibu Lina pasangan sehati Pak Tjiptadinata sebagai teladan ibu suri artikel NT. Ketelatenan beliau bertegur sapa sungguh nyata luar biasa.