Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Candak Kulak dalam Perspektif Budaya Kemandirian

30 Agustus 2021   07:21 Diperbarui: 30 Agustus 2021   15:43 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi candak kulak (Dokumentasi pribadi)

Sahabat pembaca Kompasiana, apa yang terbayang saat mendengar kosa kata candak kulak? Yaak benar sekali Kredit Candak Kulak yang tenar dengan sebutan KCK. Kini diperbaharui dengan KUR Mikro (Kredit Usaha Rakyat untuk usaha mikro). Mari menilik candak kulak dalam perspektif budaya kemandirian.

Candak kulak dalam perspektif budaya kemandirian

Naik angkot menuju kebun menghadirkan warna warni kisah. Berjumpa dengan ibu sepuh berbusana kain jarik memangku bakul berisi ayam sepasang. Jago dan babon sajodho alias sepayang ayam jantan dan dan induk betina.

Terjadi percakapan ringan dalam bahasa daerah tentunya. "Kagunganipun nggih Bu, bade kasade?" (Miliknya ya, Bu, hendak dijual?)

Beliau menjawab ramah, bahwa bukan ayam peliharaan sendiri. Membeli dari tetangga dan hendak dijual di pasar tradisional berupa pasar tiban non permanen di kota kami.

Aktivitas inipun tidak setiap hari beliau lakukan. Sedapatnya dagangan. Saat musim petai ya membawa petai, lain kali mengusung setandan pisang. Waktu dan jenis dagangan yang tidak ajeg rutin.

Beliau berbagi kisah, suaminya pensiunan dari suatu instansi dan para putranya sudah mentas, artinya sudah mandiri secara ekonomi. Ibu sepuh yang tetap senang bakulan candak kulak karena menyenangkan.

Secara berkala berjumpa orang lain, penjual maupun pembeli, menambah lingkup pergaulan. Memaknai candak kulak sebagai sarana mengalirnya berkat pemeliharaan Tuhan. Mendapat untung secukupnya untuk mencukupkan kebutuhan.

Bukan hanya melulu keuntungan uang. Ada suka cita, merasa tetap berarti di masa sepuh. Kemandirian yang merawat jiwa.

Candak kulak dalam perspektif kemandirian ekonomi kerakyatan

Melacak banyaknya pelaku bakulan candak kulak, sungguh merupakan daya ungkit lancarnya roda perputaran usaha ekonomi mikro dan kecil. Memangkas rantai tata niaga yang lumayan panjang. Empunya barang dagangan dalam jumlah terbatas tidak perlu menjualnya sendiri ke pasar untuk mendapatkan uang.

Masa perputaran uang juga dipangkas. Barang dagangan dari kulakan segera dijual. Tanpa menunggu pertimbangan njlimet tentang harga baik. Apalagi niatan menumpuk stok barang.

Pelaku bakulan candak kulak menjalankan fungsi sosial ekonomi yang khas di tengah masyarakat. Utamanya pada daerah pedesaan agraris. Menjadi jujugan andalan bagi lingkungannya.

Kebutuhan mendesak untuk membayar sesuatu, pemilik ternak kecil dapat membawanya kepada pelaku candak kulak. Ada saatnya langsung dibeli dengan kesepakatan harga tertentu. Empunya barang segera mendapat uang. Dagangan menjadi milik sepenuhnya bakul.

Ada kalanya, pelaku bakulan candak kulak hanya menjalankan fungsi menjualkan barang. Artinya empunya barang tidak segera mendapat uang, menunggu barang terjual dulu melalui jasa bakul candak kulak.

Aneka kisah bakulan candak kulak. Sebagai penyelamat ekonomi warga kecil sekitarnya. Tak jarang empunya barang mendapatkan dulu sebagian nilai penjualan untuk keperluan mendadak.

Ada kalanya bias harga kurang wajar. Masyarakat sekitar adalah warga pemerhati yang sangat teliti. Pelaku candak kulak yang dirasa agak tegaan tercatat dalam hati oleh para empunya barang. Tanpa perlu sanksi tertulis, tata sosial yang menilainya.

Membahas candak kulak mengingatkan kosa kata majemuk saling melengkapi (tembung camboran) dalam bahasa daerah Jawa. Menurut bausastra (kamus bahasa Jawa), candak kulak bermakna "bebakulan kanthi tuku barang dagangan apa wae kanthi pawitan cilik-cilikan banjur enggal-enggal didol maneh"

Terjemahan bebasnya demikian. Candak kulak adalah berdagang dengan membeli dagangan berupa apa saja dengan modal kecil dan segera dijual lagi.

Minimal terdapat 3 komponen. Pertama, jenis dagangan berupa apa saja tanpa spesifikasi jenis khusus. Kedua, modal kecil. Ketiga, masa perputaran barang sangat singkat segera dijual lagi. Mengisi pilahan pelaku ekonomi mikro, komponen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Spesifikasi dagangan sangat terbuka dari hasil bumi hingga barang simpanan keluarga. Kata candak bermakna pegang. Merujuk pada kuantitas sesuai kapasitas tangan. Seberapa yang dapat dibawa secara mandiri.

Perkembangannya, kuantitas candak kulak tidak dibatasi oleh tangan secara riil. Lah candak kulak satu pick up sayuran hasil bumi. Sepasang sapi berukuran tambun. Hingga sejauh ketikan jemari, menjualkan koleksi bonsai secara daring.

Begitupun untuk permodalan. Variasi dari tanpa modal, modal kecil terbatas hingga fasilitasi KUR Mikro (Kredit Usaha Rakyat untuk usaha mikro). Secara nasional perbankan menata skema kredit produktif kelas ini.

Smesco.go.id melansir berita, UMKM sebagai salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional. Ditilik dari kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07 % atau senilai Rp 8.573,9 triliun. Juga dari aspek serapan 117 juta pekerja. Si mungil usaha mikro mendominasi sebanyak 107,4 juta pekerja.

Artikel ini merupakan catatan tercecer Hari UMKM Nasional tanggal 12 Agustus. Peringatan dipaskan dengan hari lahir Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Peneguh semangat UMKM sebagai motor penggerak ekonomi kerakyatan.

Wasana kata

Candak kulak profesi primordial usaha mikro bagian dari ekonomi kerakyatan. Perwujudan sosial budaya yang berakar dalam masyarakat. Membuhul kemandirian pelaku menuju masyarakat yang berdaulat.

Artikel ke 270. Terima kasih Uda Irwan Rinaldi Sikumbang untuk KUR Mikro

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun