Cukup banyak penulis di Kompasiana yang secara khusus menyuguhkan artikel budaya. Racikan artikel yang bukan hanya dari sisi pengetahuan kognitif. Tulisan yang lahir dari pelaku budaya lokal, entah seni budaya ataupun tatanan kemasyarakatan lokal.
Tulisan yang tidak hanya berbagi informasi. Sekaligus menguarkan energi kecintaan terhadap budaya setempat melalui setiap pokok yang dipaparkannya. Semisal penulis yang setia membabar budaya kaldera Tengger. Ada lagi dari sisi budaya masyarakat Dayak, Kalimantan. Pun dari Nusa Tenggara Timur yang khas.
Sempat membaca lontaran kegundahan, artikel budaya kurang diminati pembaca. Mari jangan menyerah toh pendekatan alat ukurnya juga relatif debatable. Beberapa penulis dengan kreatif menaja artikel. Wujud kecintaan budaya tiada tara.
Pendekatan judul dan foto atau gambar pembuka. Menarik calon pembaca untuk menikmati isi sajian. Estafet nilai budaya antar generasi tiada henti. Bukan untuk mandeg pada pengaguman tradisi lama. Memberi diri sebagai pijakan budaya masa kini.
Estafet nilai yang memungkinkan kontekstualisasi budaya agar selalu selaras perkembangan zaman. Terbuka dengan improvisasi tanpa kehilangan jati diri hakiki. Bukankah setiap zaman mengukir sejarah budayanya sendiri?
Ketoprak, Seni untuk Kritik Membangun
Tanpa terencana ternyata ada beberapa artikel ketoprak yang saya sajikan di Kompasiana. Sungguh ini bukan karena mengerti seni budaya ketoprak. Semata karena tertarik untuk sedikit belajar.
Kesenian ketoprak ibarat opera dalam budaya lokal Jawa. Pemain diharapkan memiliki kemampuan aneka seni budaya, mencakup musik, tari, maupun peran. Aneka ranah kecerdasan dilintasinya. Seni ketoprak mengasah kecerdasan majemuk para pelakunya.
Berbicara tentang seni untuk kritik membangun, ketoprak salah satunya. Bagaimana mengajar tanpa menggurui ataupun seni mengemas tuntunan dalam tontonan. Siapapun tidak suka dikritik atau digurui secara langsung. Menyampaikan dan menerima kritik secara cerdas dibangun melalui seni budaya.
Sila singgah: Kesenian Ketoprak, Media Pembelajaran Tanpa Menggurui. Juga, Seni Ketoprak dan Kemasan Tuntunan dalam Tontonan
Ketoprak, seni budaya kuna ah.... ketinggalan zaman. Eits tunggu dulu. Bukankah budaya adalah hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Mesti tanggap dengan perubahan zaman kan ya.