Kompasiana sebagai blog kroyokan juga bagian dari edukasi Keanekaragaman Warisan Dunia Wujud Prasasti Kehidupan. Menyemaikan benih kesadaran cinta cagar. Semisal mengunjungi cagar alam/budaya terdekat. Saling berbagi informasi dan pembelajaran dari cagar.
Cukup banyak penulis di Kompasiana yang memiliki kompetensi dan eligible untuk kajian ini. Sebut saja Bapak Djulianto Susantio pakar numismatik, arkeologi, sejarah, museum, budaya dan lainnya. Artikel beliau menjadi acuan belajar.
Mari tengok parade karya Arkeolog Bapak Wuri Handoko yang menyuguhkan aneka warisan budaya dari Indonesia Bagian Timur. Ada lagi arkeolog yang berkarya di Sumatera Pak Hadi, lumayan lama beliau tidak menulis.
Menyimak tulisan Pak Teguh Hariawan, beliau ahli IPA yang mendeklarasikan diri selaku blusuker. Menyajikan artikel sejarah dan situs budaya yang sungguh ciamik dinikmati.
Gaya lain mari simak artikel Mbak Visca dan Mbak Christie Damayanti. Latar belakang beliau berdua adalah arsitektur. Artikel yang beliau anggit banyak meliput cagar maupun situs warisan dunia UNESCO dengan warna arsitektur.
Begitupun Kompasianer Pak Tonny Syiariel, Travel Management Consultant and Professional Tour Leader. Artikel beliau nyaris semua artikel utama. Suguhan dengan narasi dan foto yang membius pembaca. Menyuguhkan aneka situs warisan dunia UNESCO dari perspektif pariwisata.
[Tentunya ini hanya sebagian Kompasianer. Keterbatasan pengenalan karena sempitnya teba dan wawasan.]
Semoga Kompasiana berkenan meracik topik pilihan cagar alam/budaya. Memfasilitasi dan mendorong edukasi Keanekaragaman Situs Warisan Dunia Wujud Prasasti Kehidupan. Estafet budaya pelestari kehidupan.
*Bertepatan dengan blog competition yang digelar Kompasiana tentang relief alat musik di Candi Borobudur.
Wasana Kata
Mengkaji situs warisan dunia bukan melulu berbicara kebesaran masa lalu. Namun menyesap pembelajaran dan meleburnya dalam kontekstualisasi kekinian. Terwujud estafet roh Keanekaragaman Warisan Dunia Wujud Prasasti Kehidupan.