Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filosofi Ribut-Rukun ala Semar, Sibling Rivalry Tingkat Dewa

12 April 2021   09:24 Diperbarui: 12 April 2021   14:44 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Hyang Tunggal menimbang aneka hal. Memilih waktu yang tepat untuk menetapkan penunjukan putra mahkota. Tak dinyana apa yang dipikirkan orang tua berbeda dengan ketepatan waktu para putranya. 

Persaingan bukan hanya cerita rakyat biasa. Jagad kedewataan pun mengalaminya. Keriuhannya juga tidak tanggung-tanggung dari baku hantam hingga perselisihan hebat. Keributan yang luar biasa, adu sakti antar para dewa muda.

Gempar adu digdaya mengguncang kedamaian Kahyangan Jonggringsaloka. Saatnya sang ayahanda Batara Dewa Hyang Tunggal bertindak. Aturan permainan digelar. Gunung Mahasamun atau Arga Garbawasa pada versi lain sebagai targetnya. Siapa yang berhasil menelan dan memuntahkannya kembali, itulah pemenangnya. Adu nguntal gunung.

Antaga sang sulung membuka laga. Berbekal rasa percaya diri ditopang kemampuan, dihisapnyalah sang gunung. Memperpesar kapasitas tangkapan yaitu mulut dan perut. Perlahan gunung tercerabut, pucuknya mulai memasuki mulut. Tetiba duargh..... gunung meletus di mulut dan terlontar kembali. Menyisakan kerusakan luar biasa pada paras Antaga.

Belajar dari pengalaman Antaga, Ismaya mengubah strategi. Mengerahkan daya ajian, gunung diperkecil skalanya. Terangkat, mulus memasuki mulut dan mengisi perut yang langsung menambun. Saatnya memuntahkan kembali. Olala gunung mini yang sudah tersedot di perut tak kuasa dimuntahkannya. Ismaya terkapar pingsan.

Bagaimana dengan Manikmaya? Kedahsyatan energi persaingan perebutan kekuasaan dan kehormatan tahta kedewataan membuat hatinya gentar. Diceritakan Manikmaya bersembunyi di balik bebatuan dan pingsan mengiringi Antaga dan Ismaya.

Penuh keprihatinan Batara Dewa Hyang Tunggal manengku puja. Mendapat dukungan dari ayahandanya Sang Hyang Wenang. Rahmat dewata melingkupinya. Antaga, Ismaya, dan Manikmaya beroleh pulih.

Saling berpelukan menata sembah menanti titah sang ayahanda. Gunung mahasamun adalah perlambang keserakahan. Arga Garbawasa, bukan sembarang gunung, rahim kehidupan, tempat mata air berawal.

Persaingan antar saudara (sibling rivalry) terjadi di aras kahyangan kadewataan. Dewa juga silau kekuasaan hingga rebutan nguntal gunung. Khilaf yang diikuti saling minta maaf. Ribut yang diikuti oleh rukun. Dinamika ribut rukun bukan ribut-ributan terus.

Ribut rukun ala Semar

Bagaimana kelanjutan perselisihan tiga dewa muda? Batara Dewa Sang Hyang Tunggal memutuskan. Tahta kedewataan diampu oleh si bungsu Manikmaya dengan gelar Batara Guru. Mendapat tugas menata dan menjaga harmoni dunia Kahyangan, jagad manusia dan alam siluman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun