Jamu dan Etnobotani
Menarik untuk menelaah jamu dan racikan materi yang digunakan melalui kajian etnobotani. Wulandari dan Azrianingsih (2014) melakukan penelitian di salah satu pusat jamu gendong di Malang yaitu  Desa Karangrejo, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang.
Konsumen jamu gendong meliputi anak-anak hingga dewasa. Mereka memiliki persepsi bahwa jamu gendong aman dikonsumsi karena terbuat dari bahan alami, bebas dari bahan kimia, murah, dan khasiatnya lebih terasa.
Aneka khasiat mulai dari menjaga stamina, mengobati penyakit hingga alasan spesifik yaitu kecantikan. Ragam jamu yang dijajakan juga beraneka mulai dari Beras Kencur, Kunyit Asam, Sinom, Cabe Puyang, Pahitan, Kunci Suruh, Kudu Laos, Uyup- uyup/Gejahan, Temulawak dan Sari Rapet.
Bakul Jamu dan Keluarga Tangguh
Keberadaan bakul jamu sebagai bagian penjaga kesehatan masyarakat diakui dari masa ke masa. Begitupun dari aspek ekonomi. Pelaku industri jamu mulai dari skala rumahan hingga skala yang lebih luas.
Melibatkan rantai pasok yang cukup kompleks dari pekebun, penyedia bahan baku jamu aneka wujud dari dedaunan, rimpang segar maupun simplisia. Menautkan sub sistem agribisnis hulu, tengah hingga hilir. Merangkul produsen, penyedia hingga konsumen.
Industri jamu menjadi komponen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Cakupan bisnis yang dijalankan individu, rumah tangga, atau badan usaha ukuran kecil. Skala usaha yang mendukung pergerakan pembangunan serta perekonomian Indonesia. Melibatkan segmen masyarakat yang luas. Mendukung keluarga tangguh.
Pada umumnya bakul jamu menjadi bagian penyedia. Mendapatkan pasokan bahan baku dari produsen penanam maupun pedagang pengumpul. Melayani konsumen secara langsung. Bukan hanya transaksi nominal ekonomi. Ada ikatan khas antara bakul jamu dengan pelanggannya.
Peran bakul jamu pada pemeliharaan stamina saat pandemi sangat terasa. Satu sisi peran mereka dibutuhkan oleh masyarakat, sisi yang lain mereka juga harus berjuang untuk kehidupan keluarga di tengah suasana pandemi.