Bagi simbok, Kompasiana laksana ladang pembelajaran. Tersedia jajaran contoh hasil belajar. Bertebaran ragam sumber materi ajar. Juga bedengan demonstrasi proses belajar.
Teba pembelajaran yang sangat luas. Meningkatkan ketrampilan hobi tata boga, seni bermusik, olah kebun, juga mengasah kepekaan sosial. Nah, salah satunya adalah bidang kepenulisan.
Munsyi di Kompasiana
Kepenulisan, hal ihwal menulis. Bahasan yang tidak pernah usai bagi pembaca juga penulis yang berkiprah di Kompasiana. Ada kalanya menikmati sebagai pembaca hasil karya tulis teman. Kesempatan lain, belajar menuliskan ide pemikiran yang terlintas.
Menulis sangat membutuhkan keterampilan berbahasa. Semisal penggunaan pola gramatikal dan pemilihan kosakata secara tepat. Bersyukur di Kompasiana begitu banyak munsyi yang dengan suka cita berbagi.
Munsyi? Begawan macam apa pula? Yup, munsyi beliau menyandang pengertian sebagai guru bahasa atau ahli bahasa laiknya pujangga. Menguarkan kewibawaan keahlian berbahasa dari aneka proses. Semacam begawan di padhepokan.
Kewibawaan yang bersumber dari otoritas proses pendidikan. Sebagian lagi karena kecintaan yang dibarengi dengan proses belajar, menggali sumber keilmuan tiada henti. Ada pula yang mengembangkan diri karena tuntutan tugas pekerjaan keseharian, semisal editor.
Para munsyi di Kompasiana berbaris berbagi ilmu dan kiat berbahasa penujang kepenulisan. Bagaimana menaja judul yang bertenaga, meracik dialog sehingga artikel cerita renyah dikunyah. Oho semua serba memikat. Pembaca manggut-manggut hingga kening berkerut.
Baca juga: Kompasiana, Akademi Menulis Tanpa Eliminasi
Berguru dan unjuk ajar
Seruan para munsyi bersahutan laiknya gema di padang gurun. Menyentuh pendengaran hingga menggerakkan tangan pelaku kepenulisan untuk mencoba mencoba menerapkannya. Mendengar atau membaca tanpa melakukan ibarat tanpa daya. Mari berguru dan unjuk ajar.
Saatnya mencoba, salah dan belum berhasil, hal yang biasa. Memeriahkan padang Kompasiana dengan kisah hantu, membuat denyut jantung berpacu. Kebun memiliki senarai panjang tanaman yang bernama dagang menyeramkan.
Berpanduan wejangan Munsyi Daeng KP, begitu simbok menyapa beliau, kiat meracik judul. Mohon diperhatikan ejaan dan tanda baca. Penggunaan kosakata yang mencerminkan isi dan bertautan dengan kata kunci.
Baiklah, proses dimulai. Tersedia materi Kaktus Tanaman Hantu, Rambut Setan dan Napas Setan, aha semuanya lumayan seram. Digoreng menjadi artikel seperti apa ya?
Lanjut dengan pemilihan kata untuk pijakan bedah isi. Merawat atau menanam? Hmm... ini bukan keterampilan simbok. Terpilihlah kata mengulik dari kata dasar ulik yang cocok dengan naluri kepo simbok.
Sudut sajian artikel mulai dirancang. Sajian menyeramkan udah banyak ditayangkan. Bagaimana dengan kajian keseimbangan ekologi kelokalan. Setiap ciptaan memiliki fungsi merawat ekosistem. Baiklah, Si Cantik menjadi panduan arah penulisan.
Tralala... Mengulik Kaktus Tanaman Hantu, Rambut dan Nafas Setan si Cantik dari Kebun.... Sedikit lega merasa sudah berproses berguru kepada munsyi di Kompasiana. Cliing ditayangkan dan sukses beberapa detik menempati jendela teratas artikel terbaru.
Hanya perlu beberapa saat, tampilan judul berubah. Mengulik Kaktus Tanaman Hantu, Rambut, dan Napas Setan Si Cantik dari Kebun
Saatnya admin Kompasiana beraksi membabar ilmu. Mari cermati beberapa perbaikan pada tayangan judul ini.Â
(1) Aha terjadi penambahan tanda baca koma sesudah kata rambut sebelum kata dan. Tersipu malu daku... lupa kaidah tanda baca koma.
(2) Begitupun perubahan huruf besar pada kata Si melengkapi Si Cantik. Kembali terkagum dengan kecermatan, untuk belajar menempatkan huruf besar dan huruf kecil pada judul.
(3) Apa? Duh kata nafas mengapa diganti dengan napas? Dahi berkerut, apa sih salahnya? Kamus Besar Bahasa Indonesia menjadi jujugan tanya. Alamak....nafas adalah bentuk tidak baku dari napas. Menghela nafas eh napas. Betapa sering simbok menulis kata nafas bukan napas.
Tidak hanya itu, masih berbonus pembetulan kata dok pri menjadi dokumentasi pribadi yang tersemat di belakang foto ilustrasi. Terima kasih ya mbak mas admin yang berperan sebagai munsyi di Kompasiana.
Nah sahabat Kompasianer, inilah sejumput proses belajar. Berguru kepada munsyi di Kompasiana. Menurut para pakar, belajar adalah perubahan perilaku. Menjadi sedikit berubah. Entahlah proses perubahan permanen atau angin-anginan dalam penambahan kemampuan.
Baca juga: Setiap Artikel adalah Rabuk bagi Penulis dan Pembacanya
Sebagai bukti nyata, masih bertebaran kekeliruan praktik penerapan kaidah berbahasa dalam artikel yang sahabat baca ini. Belajar adalah proses berubah tiada akhir. Upaya mengidupi semangat Bulan Bahasa.
Bagaimana dengan pengalaman sahabat? Mari berbagi pengalaman melalui kolom komentar, agar saling memperkaya. Komentar wujud gizi peduli.
Terima kasih kepada para munsyi di Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI