Memiliki kekayaan batin. Mengalami sederet gemblengan pendidikan karakter. Mengikuti langgam tembang macapat beliau sudah melewati masa maskumambang (pembentukan dan perkembangan janin), mijil (kelahiran), kinanthi (pendampingan pertumbuhan), sinom (masa muda), pun romantika  asmarandana.
Sudah pula melewati masa gambuh, dandanggula (manis pahitnya kehidupan). Melanglang durma, memberikan pengabdian melalui kehidupannya bagi masyarakat dan bangsa. Hingga kini memasuki periode pangkur, masa meninggalkan nilai yang berakar pada kefanaan yang bersifat sementara. Banyak orang mengatakan saatnya hamandita.
Proses ini tidak selamanya linier dan mengikuti fungsi umur. Cukup banyak warga usia relatif muda memiliki karakter durma penuh pengabdian hingga waskita bijaksana dalam pikir dan sikap.
Kehormatan, yah warga lanjut usia layaknya bermahkotakan kehormatan. Kehormatan yang bukan berpangkal pada gelar maupun pangkat. Kehormatan yang melekat karena selarasnya kata ucap, buah pikir dan laku tindak. Kehormatan yang berakar dari integritas tinggi.
Cukup banyak warga lanjut usia yang SMART. Beliau hidup sehat, mandiri, aktif dan produktif. Menjadi berkat bagi lingkungan mulai dari keluarga, komunitas dan orang-orang yang diperjumpakan dengannya.
Karunia kelemahan saat lanjut usia
Tidak dipungkiri bahwa pada saat lanjut usia juga sering dibarengi dengan aneka kelemahan. Berkurangnya kemampuan fisik semisal pendengaran, penglihatan menjadi tidak seawas dulu. Terjadi pengalihan kendali diri, tidak selamanya menjadi leader, ada saatnya hidup dalam bimbingan atau pertolongan orang lain.
Kelemahan bisa mendatangkan rasa frustasi. Namun sekaligus kelemahan ini menjadi bagian dari karunia. Hah, bagaimana bisa menerima kelemahan menjadi karunia?
Karunia kelemahan dirasakan saat kita belajar tentang keniscayaan perubahan. Tiada yang abadi kecuali perubahan. Perubahan dari muda menjadi lanjut usia. Perubahan dari perkasa menjadi biasa saja. Tidak selamanya kuat. Menerima kelemahan sebagai bagian alami perubahan. Saat itulah karunia kelemahan dirasakan.
Kelemahan juga mengajarkan saat menerima kendali pihak lain berdampingan dengan kemandirian kita. Bersyukur sekali saat melihat banyak warga lansia yang mampu mandiri dalam banyak aspek keseharian.
Menjadi sangat melelahkan saat 'rasa bisa sendiri' berbenturan dengan keterbatasan. Terjadi penolakan bantuan kendali dari orang lain. Kendali tidak selalu berarti dikuasai orang lain. Bersahabat dengan teknologi semisal alat bantu dengar, kursi roda juga bagian dari berdamai dengan kendali. Saat berdamai menyatukan kemandirian dengan kelemahan, itulah rasa karunia.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!