"Weladalah bidadari cantik. Akulah yang menanam golden rice ini. Aku memiliki kepedulian tinggi dengan problema malnutrisi balita dunia. Ambillah bila kau mau. Sekalian dengan hatiku, ambillah."
"Enthit.....siapakah yang menanam jagung QPM (quality protein maize) ini?"
"Suara merdumu merontokkan hatiku, dyah ayu. Akulah yang menanam. Jagung QPM dengan kandungan asam amino esensial lisin dan triptofan yang lebih tinggi dari jagung biasa. Terobosan perbaikan gizi abad kini. Ambillah bila kau mau. Sekalian dengan hatiku, ambillah."
"Enthit.....siapakah yang menanam buah semangka berdaun sirih ini?"
"Kekepoanmu mengalahkan kewarasanku, cantik. Akulah yang menanam. Aslinya sih lagu karya Rinto Harahap yang dinyanyikan Broery Pesolima. Terinspirasi penerapan bioteknologi pertanian. Ambillah bila kau mau. Seluruh kekayan dan hatiku hanya untukmu."
Nah kan, jadilah dongeng futuristik. Serasa fiksi ilmiah yang pada saatnya terwujud. Kini berkembang penelitian untuk peningkatan hasil pertanian baik dari sisi produksi dan kualitas.
Perspektif Kecukupan Pangan
Percakapan Enthit dan Ragil Kuning sangat terasa sebagai negosiasi. Pertanyaan dan jawaban, ada persyaratan yang dipenuhi. Hingga berakhir bahagia.
Materi pertanyaan tentang padi, jagung dan mentimun. Padi dan jagung menjadi simbol pangan kecukupan karbohidrat. Mentimun dapat dimaknai sebagai simbol pangan sayur dan buah. Penyedia vitamin, serat dan mineral. Bukankah paduannya menyoal kecukupan pangan?
Mari simak sang pemeran. Ragil Kuning. Seorang perempuan, cerdas, murah hati dan memiliki kesetiaan teruji. Mari pandang sebagai Ibu Pertiwi. Ibu bumi dengan segala kebaikannya.
Enthit, jelmaan ksatria berbudi. Pantang putus asa mencari putri belahan jiwanya. Mari pandang Enthit adalah perlambang para peneliti juga para pemimpin negeri.