Menatap ke tebing seberang sungai, terlihat ornamen tulisan Welcome to Muntilan Adipura. Tebing sungai di sisi Kecamatan Muntilan. Tanpa taman hati di bagian teras berundak.
Sejenak melongok di Taman Seribu Cinta. Menikmati keindahan, kesegaran juga edukasi bantaran sungai. Meluruskan fungsi sungai sebagai badan air, menambah kemanfaatannya bagi keelokan lingkungan.
Jembatan Blongkeng dan Hantu Canguk yang Baik Hati
Secara fisik, jembatan merujuk pada bangunan datar melintang di atas sungai. Berfungsi untuk penyeberangan, menghubungkan dua sisi wilayah sungai. Hampir semua jembatan memiliki mitos.
Mitos yang berkembang di sungai atau kali Blongkeng adalah Canguk. Sebutan yang tidak sepopuler sosok hantu semisal kuntilanak. Canguk menjadi primadona di kawasan kali Blongkeng terutama di kawasan bawah jembatan.
Menyimak dari sisi pembelajaran sosial, rasanya ini juga bagian 'pasemon' pembelajaran tidak langsung. Kearifan lokal yang berkembang untuk menata lingkungan. Limpahkan cinta untuk sungai sehingga sungai tetap menjadi sumber berkat. Salah satunya adalah sumber protein hewani berupa ikan.
Kali Blongkeng dan Aliran Lahar Gunung Merapi
Meski tidak sebesar Kali Putih yang berada di arah Barat Daya Merapi, Kali Blongkeng yang berada di sisi Barat Merapi juga menjadi sarana aliran lahar. Merunut dari arah hulu, Kali Blongkeng berhulu dari Gunung Merapi, menampung aliran Kali Lamat.
Kali Lamat merupakan sungai yang berhulu di puncak gunung Merapi. Begitu hujan deras terjadi, sungai tersebut berpotensi mengalirkan material lahar dingin. Saat erupsi Merapi 2010, terdapat 1,4 juta kubik material vulkanik di hulu Kali Lamat. Siap menggelontor dan memasuki Kali Blongkeng.
Kali Blongkeng mengalir menuju pertemuan dengan Kali Elo, lalu bersama menuju Kali Progo. Kali Progo ini menjadi kali besar yang bermuara di pantai Selatan Jawa. Menuju lautan lepas Samudera Indonesia.