Sore itu, saya dikagetkan dengan suara keresek lemah dari arah tanaman selada yang ditanam di pot pagar. Terlihat seekor bunglon dengan warna hijau senada dengan helaian daun selada. Lebih muda dari warna daun sledri di pot sebelahnya.
Refleks saya membatin, dasar bunglon suka menyamarkan warna. Entah mengapa terasa tatapan mata bunglon terlihat agak jengkel. Dikiranya saya kerabat Angling Dharma, bisa mengerti bahasa bunglon, mungkin hendak curhat. Jadilah curhatan sang bunglon.
Bunglon dalam kiasanÂ
Kosa kata bunglon tidak melulu pada kata benda, merujuk pada reptil genus Calotes. Sering digunakan dalam majas perbandingan simbolik. Majas atau kiasan yang menggambarkan sesuatu dengan simbol benda, binatang, atau tumbuhan.
"Lah, si A memang bunglon" Sebutan bunglon dilekatkan dengan karakter seseorang bahkan kadang sekumpulan orang yang suka berubah pendirian demi keuntungan pribadi maupun kelompok. Bukan sebutan yang manis ataupun pujian.
Merasuk dalam banyak sendi kehidupan. Ada karakter 'bunglon' dalam bidang bisnis. Sebagian menyusup dalam perpolitikan, dekat dengan pengaruh kekuasaan. Bunglon dalam tatan sosial budaya.
Kiasan yang berasal dari keistimewaan bunglon yang mampu berubah warna. Karakter bawaan genetik bunglon menyikapi lingkungan sekitarnya.
Bunglon salin warna
Pada dasarnya, bunglon memiliki aneka pigmen warna dasar dengan kombinasinya. Keberadaan zat nanokristal merespon cahaya sehingga menghasilkan warna tertentu yang dapat dilihat oleh makhluk lain.
Fungsi salin warna pada bunglon sebagai sarana perlindungan diri. Adaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Terutama dalam kaitan piramida ekologi.
Salin warna pada bunglon juga berkaitan dengan reaksinya atas faktor klimatik disekitarnya. Perubahan suhu lingkungan maupun intensitas cahaya yang diterimanya. Teknologi sensor suhu dan perubahan warna juga diinspirasi salin warna pada bunglon
Menarik, pergantian warna pada bunglon juga sebagai sarana komunikasi. Mengekspresikan suasana hati. Menjadi bagian dari sarana pikat memikat pasangan untuk meneruskan keturunan. Ekspresi komunikasi saat perebutan wilayah.
Pendek kata, kemampuan salin warna pada bunglon adalah built in kapasitasnya. Custome atau "perabot tanam" sesuai dengan kebunglonannya.Â
Bagian dari anugerah pemberian Illahi untuk memperlengkapinya berperan dalam ekosistem dunia utuh. Salin warna untuk menjalankan fungsi kehidupannya.
Imitasi bunglon
Manusia dikaruniai kemampuan meniru. Termasuk mengimitasi kemampuan dari makhluk lain, semisal bunglon. Kemampuan untuk adaptasi dengan lingkungan, meneruskan keturunan, hingga pernyataan eksistensi melalui salin warna. Sah-sah saja, bunglonpun kalem-kalem saja.
Namun bila imitasi salin warna tidak lagi memenuhi kaidah piramida ekologi. Salin warna untuk melanggengkan kepentingan pribadi maupun kelompok yang melebihi takarannya. Salin warna bukan karena kebutuhan namun memuaskan keinginan. Rasanya ini bukan salin warna alami sang bunglon.
Imitasi salin warna yang menyebabkan sifat bunglon tiwikrama. Berubah menjadi sesuatu yang menakutkan, menyeramkan, mengguncang keseimbangan tatanan. Â Ini yang diprotes oleh bunglon asli.
Bunglon asli dengan kemampuan salin warna merasa dipecundangi. Pencemaran sebutan melalui pergeseran karakter dan tujuan salin warna. "Bunglon merasa dikambinghitamkan, nih simbok......". Walah, malah menarik tali sang kambing. Begitu curhatan sang bunglon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H