Salin warna pada bunglon juga berkaitan dengan reaksinya atas faktor klimatik disekitarnya. Perubahan suhu lingkungan maupun intensitas cahaya yang diterimanya. Teknologi sensor suhu dan perubahan warna juga diinspirasi salin warna pada bunglon
Menarik, pergantian warna pada bunglon juga sebagai sarana komunikasi. Mengekspresikan suasana hati. Menjadi bagian dari sarana pikat memikat pasangan untuk meneruskan keturunan. Ekspresi komunikasi saat perebutan wilayah.
Pendek kata, kemampuan salin warna pada bunglon adalah built in kapasitasnya. Custome atau "perabot tanam" sesuai dengan kebunglonannya.Â
Bagian dari anugerah pemberian Illahi untuk memperlengkapinya berperan dalam ekosistem dunia utuh. Salin warna untuk menjalankan fungsi kehidupannya.
Imitasi bunglon
Manusia dikaruniai kemampuan meniru. Termasuk mengimitasi kemampuan dari makhluk lain, semisal bunglon. Kemampuan untuk adaptasi dengan lingkungan, meneruskan keturunan, hingga pernyataan eksistensi melalui salin warna. Sah-sah saja, bunglonpun kalem-kalem saja.
Namun bila imitasi salin warna tidak lagi memenuhi kaidah piramida ekologi. Salin warna untuk melanggengkan kepentingan pribadi maupun kelompok yang melebihi takarannya. Salin warna bukan karena kebutuhan namun memuaskan keinginan. Rasanya ini bukan salin warna alami sang bunglon.
Imitasi salin warna yang menyebabkan sifat bunglon tiwikrama. Berubah menjadi sesuatu yang menakutkan, menyeramkan, mengguncang keseimbangan tatanan. Â Ini yang diprotes oleh bunglon asli.
Bunglon asli dengan kemampuan salin warna merasa dipecundangi. Pencemaran sebutan melalui pergeseran karakter dan tujuan salin warna. "Bunglon merasa dikambinghitamkan, nih simbok......". Walah, malah menarik tali sang kambing. Begitu curhatan sang bunglon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H