Ada sesuatu yang sangat berbeda saat saya melewati kawasan Terminal Bus Tirtanadi Solo. Kali Pepe dengan bendung Tirtanadi tampil makin memikat. Apalagi dengan Papan Kawruh Tirta, mari belajar tentang sungai.
Secara bentang alam, Kota Solo berada di kawasan fisiografi cekungan. Berada di wilayah yang lebih rendah dari daerah sekitarnya. Berbatasan dengan Kali Bengawan Solo di sebelah Timur dan Kali Pepe yang mengalir membelahnya.
Menjadi daerah yang rentan terendam air saat muka air Bengawan Solo meningkat. Limpahan air berpotensi menyusup dan menghambat aliran Kali Pepe, menyebabkan beberapa titik di Kota Solo terendam.
Nah Kali Pepe menjadi sarana penata drainase Kota Solo. Mengalirkan air berlebih. Saat tertentu memerlukan bantuan pompa untuk membuang kelebihan air secara cepat.
Kali ini, tidak akan menyoal rancangan bangun drainase Kota Solo. Namun, lebih ke bagaimana Pemkot Solo mengintegrasikan sarana drainase, bendung dan mendandaninya hingga tampil molek. Minimal buat pelintas jalan menoleh hingga berhenti sejenak.
Langgam Kroncong Tirtanadi
Sengaja mencari YouTube Keroncong Tirtanadi karya komponis besar, Almarhum Gesang yang merupakan putra daerah Solo. Kali Pepe mendapat julukan Tirtanadi. Tirta bermakna air, nadi adalah pembuluh darah kehidupan.
Eyang Gesang mencakung di tepian sungai. Bercengkerama santai dengan warga Solo. Mendengar desir air masuk menerobos pintu bendung. Mengabadikannya dalam tembang.
Tirtonadi yang permai di tepi sungai
suatu kebun yang permai, indah dan ramai
itu suaranya air mendesir-desir
darilah pintu air, terjun menari
di sana tempatnya
rakyat seluruhnya melepaskan lelah
dan hibur hatinya
sepanjang lembah sungai teratur rapi
sungguh cantik dan permai di Tirtonadi
Sarana rekreasi sosial, perekat silaturahmi komunitas warga setempat. Menjadi persinggahan para pejalan melepas lelah.
Berpuluh tahun silam, tata kota sekitar Kali Pepe terbilang sangat indah. Berada di dekat taman Balekambang dengan Partini Tuin dan Partinah Bosch yang keren. Wisata bantaran sungai, ameng-ameng pinggir Bengawan bukan hanya dongeng masa lalu.
Namun sayangnya, saya belum sempat mencoba praon, naik perahu kecil. Dari lini media mass yang saya lihat, di sana tersaji eksotiknya praon Kali Pepe saat malam. Sentuhan lampion sungguh menghadirkan rasa yang berbeda.
Papan Kawruh Tirta
Tirtanadi suatu pendekatan ekologis. Memandang dan memposisikan sungai sebagai nadi kehidupan suatu wilayah. Nadi secara keutuhan alam ciptaan. Kali sebagai nadi ekonomi suatu wilayah.
Bendung Tirtanadi bukan hanya bangunan fisik penata kecepatan aliran semata. Bendung dengan komponen khas yaitu bendung karet.
Jembatan melintang untuk amatan dinamika muka air dimodifikasi menjadi jembatan kaca.
Terbayang apabila dibuka untuk umum tanpa peraturan yang ketat. Juga tanpa dibarengi dengan kesadaran pemeliharaan oleh pengunjung, pasti akan rusak. Biarlah, papan kawruh tirta dikelola dengan penataan yang khusus dan ketat.Â
Toh setiap pengunjung juga dapat belajar dari penataan bantaran sungai. Mengamati desiran air dari pintu air, hingga keragaman hayati di taman Tirtanadi.
Sebutan lain dari tanaman tersebut adalah tanaman sosis raksasa, merujuk pada buahnya yang mirip sosis. Tanaman yang menjuntai ke tepian sungai, sarat buah. Membuat tepian kali Pe makin sejuk.
Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.
Sejenak di tepian Kali Pepe, menyesap kearifan lokal bendung Tirtanadi yang apik. Mau singgah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H