Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sensitivitas Budaya dan Pendampingan Pejuang Kanker Perempuan

3 Februari 2020   22:43 Diperbarui: 4 Februari 2020   04:15 1568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendampingan Pejuang Kanker (ilustrasi pcc.com)

Setiap tanggal 4 Februari diperingati sebagai Hari Kanker Sedunia. Wujud dukungan semangat bagi setiap pejuang kanker. Juga untuk setiap elemen yang berkontribusi menanganinya.

Tidak akan membahas data statistika prevalensi kanker di Indonesia. Namun menyoroti, begitu hasil diagnosis disampaikan, hampir selalu disambut dengan kekalutan. Bukan hanya bagi yang bersangkutan namun berlaku bagi keluarga terdekat.

Kanker yang semula bersifat personal menjadi penyakit keluarga. Ketika seseorang didiagnosis kanker, saat itu juga seluruh keluarga dan orang-orang yang mengasihinya merasakannya. Merambatkan imbas emosional, psikologis, tak dipungkiri fisik hingga finansial

Apalagi bila yang mendapat putusan adalah kepala keluarga (bisa laki-laki, bisa perempuan). Mengemban tugas menenangkan diri sendiri sekaligus keluarganya. Sehingga seringkali dibutuhkan pendampingan yang baik bagi pejuang kanker maupun pendampingnya.

Secara khusus untuk perempuan. Begitu banyak sisi budaya yang secara tidak sadar membuatnya menyimpan rasa sakit. Begitu diperiksa, ternyata sudah berada pada stadium yang lebih lanjut.

Sensitivitas budaya menjadi salah satu faktor penting. Pendampingan pejuang kanker perempuan memerlukan pemahaman sensitivitas budaya.

Sensitivitas Budaya
Sensitivitas atau kepekaan budaya (cultural sensitivity) juga disebut sebagai empati budaya (cultural empathy). Merujuk pada penghargaan secara sadar atas budaya yang berbeda. Baik perbedaan budaya antar bangsa, bahkan antar suku dalam bangsa.

Ada upaya kemampuan untuk memahami sesuatu kajian dengan perspektif atau cara pandang orang lain. Cara pandang yang merangkum nilai, norma pun keyakinan yang hidup dalam sistem masyarakat tertentu.

Pemahaman akan sensitivitas budaya akan mempengaruhi strategi dan teknik berkomunikasi maupun bertindak. Pada gilirannya mengurangi hal-hal yang tidak perlu terjadi. Meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan bersama.

Sensitivitas Budaya dan Pendampingan Pejuang Kanker Perempuan
Laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama dalam mengelola rumah tangga. Secara budaya ada nilai, norma dan keyakinan yang tak tertulis bahwa laki-laki sebagai kepala. Perempuan sebagai penyeimbang dan perawat keluarga.

Seorang perempuan yang sakit secara fisik. Bawah sadarnya segera menepis, kalau saya sakit, bagaimana dengan anggota keluarga. Seolah bagi seorang ibu atau perempuan sakit adalah tabu. Rasa sakit ditekannya, apabila terlihat tentu level kesakitannya karena sudah tak tertanggungkan lagi.

Secara biologis, laki-laki dan perempuan memiliki andil yang sama dalam proses regenerasi. Begitupun pemahaman atas organ reproduksinya. Namun kenyataannya secara budaya, perempuan memiliki "tekanan lebih" dalam menjaga kesehatan organ reproduksinya.

Himbauan deteksi dini untuk kanker yang dominan terjadi pada perempuan yaitu kanker serviks (leher rahim) dan payudara sering terlalaikan. Bukan tidak paham. Digayuti, apa pandangan orang bila seorang perempuan melakukannya.

Melongok kurikulum pelatihan pendampingan pejuang kanker yang dilaksanakan oleh Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) sangat menarik. Yayasan ini sudah melaksanakan 7 angkatan pelatihan. Peserta adalah penyintas, relawan hingga profesional.

Kompetensi yang dilatihkan meliputi: pengetahuan dasar kanker, diagnosa dan terapi, dampak emosional akibat kanker dan sensitivitas budaya, teknik konseling pasien kanker, serta membangun hubungan dan kemampuan berkomunikasi.

Sensitivitas budaya, pemahaman berdasarkan perspektif seseorang dengan tata nilai masyarakat tertentu, membantu pendampingan. 

Metode penanganan dan pendampingan yang banyak berasal dari negara dengan sistem budaya berbeda diadaptasikan pada budaya setempat. Bahkan suku setempat.

Letupan dampak emosional kadang dipicu oleh nilai sistem budaya yang berlaku. Sensitivitas budaya diterapkan untuk pemahaman dampak emosional. Empati budaya direntangkan sebagai jembatan untuk berdamai dan mencari solusi.

Semoga sensitivitas budaya dan pendampingan pejuang kanker perempuan, berjalan beriringan. Membuat setiap pejuang kanker perempuan memiliki nilai diri yang utuh sebagai pribadi dan bagian komunitas budaya. Memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Selamat terus berjuang saudaraku. Apresiasi kepada setiap pribadi yang terlibat dalam pendampingan pejuang kanker perempuan. Salam sehat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun