Secara biologis, laki-laki dan perempuan memiliki andil yang sama dalam proses regenerasi. Begitupun pemahaman atas organ reproduksinya. Namun kenyataannya secara budaya, perempuan memiliki "tekanan lebih" dalam menjaga kesehatan organ reproduksinya.
Himbauan deteksi dini untuk kanker yang dominan terjadi pada perempuan yaitu kanker serviks (leher rahim) dan payudara sering terlalaikan. Bukan tidak paham. Digayuti, apa pandangan orang bila seorang perempuan melakukannya.
Melongok kurikulum pelatihan pendampingan pejuang kanker yang dilaksanakan oleh Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) sangat menarik. Yayasan ini sudah melaksanakan 7 angkatan pelatihan. Peserta adalah penyintas, relawan hingga profesional.
Kompetensi yang dilatihkan meliputi: pengetahuan dasar kanker, diagnosa dan terapi, dampak emosional akibat kanker dan sensitivitas budaya, teknik konseling pasien kanker, serta membangun hubungan dan kemampuan berkomunikasi.
Sensitivitas budaya, pemahaman berdasarkan perspektif seseorang dengan tata nilai masyarakat tertentu, membantu pendampingan.Â
Metode penanganan dan pendampingan yang banyak berasal dari negara dengan sistem budaya berbeda diadaptasikan pada budaya setempat. Bahkan suku setempat.
Letupan dampak emosional kadang dipicu oleh nilai sistem budaya yang berlaku. Sensitivitas budaya diterapkan untuk pemahaman dampak emosional. Empati budaya direntangkan sebagai jembatan untuk berdamai dan mencari solusi.
Semoga sensitivitas budaya dan pendampingan pejuang kanker perempuan, berjalan beriringan. Membuat setiap pejuang kanker perempuan memiliki nilai diri yang utuh sebagai pribadi dan bagian komunitas budaya. Memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Selamat terus berjuang saudaraku. Apresiasi kepada setiap pribadi yang terlibat dalam pendampingan pejuang kanker perempuan. Salam sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H