Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Belajar Peduli Kesehatan Mental dari Pupuh Tembang Dandanggula

12 Oktober 2019   00:40 Diperbarui: 12 Oktober 2019   15:14 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali pada cerita di awal tulisan. Kidung yang ditembangkan Mbah adalah sebagian pupuh (bait) Dandanggula. Salah satu dari tembang Macapat.

Pada dasarnya, tembang macapat adalah geguritan (puisi berbahasa Jawa) yang dibawakan dengan nada terpola. Macapat mencakup 11 tembang dari Maskumambang, Mijil, Kinanthi, Sinom, Asmarandana, Gambuh, Dandanggula, Durma, Pangkur, Megatruh, hingga Pocung.

Tembang yang melambangkan siklus kehidupan manusia sejak masih dalam kandungan. Seperti pada maskumambang, janin berharga melebihi emas yang berada di rahim sang bunda. Asmarandana, saat asmara laksana dahana atau api yang membakar.

Durma, saatnya manusia berderma, apapun dari hidupnya. Pangkur, saatnya manusia undur dari hiruk pikuknya duniawi, menggapai berkat sorgawi. Hingga berakhir pada Pocung, saat manusia meninggal dipocong kembali ke asalnya tanah.

Tembang macapat, penerimaan diri manusia memiliki tahapan tanpa bisa ditawar waktunya. Macapat juga masalah berdamai dengan diri sendiri, dengan sesama dan alam. Menempatkan diri pada kedaulatan kuasa Tuhan. Bukankah ini menjadi modal dasar pengelolaan kesehatan mental?

Kidung yang saya dengar saat kecil adalah tembang macapat Dandanggula anggitan Sunan Kalijaga. Sejumlah pupuh sebagai media dakwah. Pupuh pertama sungguh terkenal dengan sebutan mantra wredha atau kidung mantra tolak bala (tiga).

Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jin setan datan purun
paneluhan tan ana wani
miwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirna

Terjemahan bebas dengan makna yang tidak sedalam aslinya. Kidung lantunan doa di waktu malam. Permohonan agar sentausa terbebas dari penyakit. Terbebas dari semua bencana. Jin dan setanpun tidak mau menyentuh. Teluh sihir tidak ada yang berani. Apalagi perbuatan jahat, guna-guna tidak mempan. Api laksana air. Pencuripun tiada yang menuju diri. Segala bahaya akan sirna.

Saat Mbah nembang untuk Pak Lik yang rewel. Mbah menempatkan diri manusia sebagai titah hamba Tuhan. Mendaraskan doa di keheningan malam. Memohon dijauhkan dari segala penyakit baik fisik maupun jiwa.

Kadang dilanjutkan dengan pupuh ini, larik terakhir penegasan bahwa oleh kuasaNya, gangguan kejiwaan segera pulih. Tidak 'rewel' lagi. Persemaian benih sadar kesehatan mental.

Wiji sawiji mulane dadi
Apan pencar saisining jagad
Kasembadan dening zate
Kang maca kang angrungu
Kang anurat kang anyimpeni
Dadi ayuning badan
Kinarya sesembur
Yen winacakna ing toya
Kinarya dus rara gelis laki
Wong edan nuli waras

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun