Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kopi Pencerita Senja dan Kunang-kunang Rezeki

6 Oktober 2019   19:51 Diperbarui: 6 Oktober 2019   20:21 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ketrampilan barista (sumber:m.suara.com)

Menemani kerabat yang pecinta kopi, mari singgah di Langit Senja. Salah satu tempat ngopi kekinian yang lumayan bertebaran di Kota Salatiga. Salah satu menu pencirinya adalah kopi pencerita senja.

Teringat masa silam. Menikmati kopi lazimnya di rumah bersama keluarga. Atau di warung kopi yang umumnya didominasi oleh laki-laki paruh baya berkemul sarung. Ngopi sambil ngobrol di lapo kopi.

Kini ngopi tak sekedar meneguk larutan berkafein melalui kerongkongan. Kopi menjadi media ekspresi. Kopi pencerita senja, mengait ilusi imajinasi romansa kisah. Laiknya pendongeng meracik kisah senja.

Kopi pencerita senja menjadi nukilan kecil salah satu pewakil dari varian kopi gelombang ketiga (Third Wave Coffee). Juga gambaran kunang-kunang rezeki yang menghampiri insan yang berkreasi inovatif. Mari simak alurnya.

Gelombang Ketiga, Kopi sebagai subyek 

Kita mengenal upacara minum teh, cara masyarakat memperlakukan minuman anggur secara elegan. Pada dasarnya teh, anggur, kopi dan kakao menempati arti khusus di hati masyarakat. Komoditas tersebut memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghormatan dalam proses dan cara menikmatinya.

Pergerakan gelombang kopi ditandai dengan masa gelombang ketiga (3rd wave coffee). Kopi menjadi subyek. Beranjak dari obyek, saat kita menikmati kopi sebagai asupan energi dan rasa.

Kopi menjadi istimewa saat dipandang sebagai subyek. Ada suatu kisah, penciri khas, dicintai hingga menjiwai suatu proses yang dikhususkan. Diperlakukan dengan hormat saat pemetikan, sangrai hingga seduh.

Istilah Third Wave Coffee pertama kali dikemukakan oleh Thrish Rothgeb pada sebuah artikel di Wrecking Ball Coffee Roasters pada 2002 (satu). Ditandai dengan ketertarikan peminum kopi terhadap subyek kopi.

Peneguk kopi mengetahui asal muasal kopi yang dikehendaki. Menikmati proses penyajiannya. Lalu mengapresiasinya melalui respon tegukan dan binar wajahnya. Terjadi ikatan rasa antara kopi dan penikmatnya.

Sajian bervariasi mulai jenis biji kopi, tingkat sangrai, sajian tunggal hingga campuran dengan aneka pendamping. Kopi susu kekinian salah satu variannya. Kopi dan peminumnya membentuk interaksi khusus.

Kunang-kunang Rezeki

Cairan kopi yang melalui batang tenggorokan kita, melalui serangkaian proses panjang dari industri hulu hingga hilir. Merangkum produksi di lahan, di pabrik hingga peracik. Melibatkan banyak pelaku agrobioindustri kopi.

Banyaknya pihak yang terlibat juga diharapkan kopi menjadi sarana berkat kemakmuran bagi setiap komponen pelaku. Mulai dari pelaku di lahan beserta pendukungnya. Pelaku di sektor prosesing. Hingga sektor kedai kopi alias ujung tombak rantai akhir ke konsumen penikmat.

Bila saat First Wave Coffee, penanda utama adalah produksi masal. Fokus adalah inovasi kemasan, kepraktisan peyajian. Pelaku utama adalah industri besar dengan tumpuan strategi pemasaran. Tetesan rezeki hanya mencakup industri dan rantai pemasarannya.

Berikutnya era Second Wave Coffee. Penanda utamanya adalah munculnya coffee shop di kota besar semisal Starbucks. Menikmati menjadi gaya hidup baru. Terlihat sekat kelas masyarakat yang tebal. Nah tetesan rezeki juga terkonsentrasi. Ibarat lampu petromaks dengan daya yang cukup terang.

Kebangkitan Third Wave Coffee ditandai dengan maraknya kedai kopi kekinian. Pergerakan yang cepat menjalar hingga pelosok. Harga secangkir kopi cukup terjangkau dengan suasana yang instagramable dan gratis wifi. 

Menjamurnya kedai kopi susu kekinian, merangkul banyak tenaga kerja. Umumnya berusia muda, dengan tingkat pendidikan memadai. Tak sekedar suka, mereka juga memperlengkapi diri dengan ketrampilan barista.

ketrampilan barista (sumber:m.suara.com)
ketrampilan barista (sumber:m.suara.com)
Begitupun pramuresto yang bertugas, cukup banyak mahasiswa yang bekerja paruh waktu. Menjelaskan karakter sajian. Menggambarkan rasa kopi yang akan tersaji, mengingat banyaknya varian yang nyaris serupa.

Yaak gelombang ketiga ini menarik cukup banyak gerbong pelaku usaha. Mulai dari gerbong penyedia jasa ketrampilan. Maraknya pelatihan barista bersertifikat. Profesi tukang racik kopi menjadi salah satu pilihan.

Bila dilihat dari ketinggian rasanya tebaran kedai kopi kekinian ini bagaikan kunang-kunang di hamparan sawah. Berkerlip di banyak tempat. Tidak sehebat nyala petromak, namun ada distribusi rezeki. Kunang-kunang rezeki dari kedai kopi kekinian.

Selamat menikmati secangkir kopi pencerita senja, produk gelombang ketiga. Rasakan binar cahaya kunang-kunang rezeki yang ditebarkan. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun