Penetapan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO, diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Salah satu pola yang terkenal adalah kawung.Â
Mumpung masih suasana Hari Batik Nasional. Pernahkah kita mempertanyakan, mengapa Ki Lurah Semar tokoh punakawan berbusana pola kawung?
Ki Lurah Semar Badranaya
Kisah Ki Lurah Semar Badranaya melekat dalam ingatan karena seringnya almarhum Bapak menuturkannya melalui dongeng. Semar merupakan tokoh pewayangan asli karya pujangga lokal, menyisip dalam lakon wiracarita Mahabharata.
Meski berkedudukan sebagai abdi, Semar diyakini bukan sebagai rakyat biasa namun penjelmaan dewa yaitu Batara Ismaya, sehingga mewarisi sifat ambek luhur bijaksana serta adil paramarta. Dalam kesehariannya Semar sangat dekat dengan para satria pemegang tampuk kekuasaan negeri.
Sering juga diajak rerasanan tentang pengambilan keputusan kehidupan kekeluargaan trah, bermasyarakat ataupun dalam pemerintahan. Mungkin secara psikologis para pembesar merasa nyaman dengan berbagi rasa dengan abdi, tidak harus berbicara formal, menjaga imej tanpa pula takut kehilangan wibawa.
Menyadari posisinya, Semarpun secara apik menyediakan diri menjadi pendengar uneg-uneg dan dengan hati seluas samudra menyimpan rahasia praja.Â
Namun Semar bukan hanya bertindak selaku pendengar pasif, pada saat yang dirasa tepat dan dengan cara yang tepat pula Semar menyuarakan nyanyian kebenaran, hati keadilan yang kemudian mewarnai tindakan satria punggawa praja.
Menyimak perawakannya, Semar memiliki tipe tubuh yang khas. Sebagai titisan Bhatara Ismaya beliau pernah khilaf, dewa juga silau kekuasaan hingga rebutan nguntal gunung. Tak sembarang gunung namun Arga Garbawasa, rahim kehidupan, tempat mata air berawal.
Takdir bersurat, gunung yang tertelan tak mampu dimuntahkan sehingga membuat perut super buncit. Meski tim dokter kahyangan sanggup menggembalikan perut sixpack tanpa harus ke gym, Ki Semar memilih postur khasnya sebagai pengingat keserakahan membawa sengsara.
Batik pola kawung
Batik berhasil mendapat pengakuan Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi dari UNESCO. Bukan hanya menyajikan keindahan motif, setiap pola memiliki filosofi budaya luhur bangsa Indonesia. Salah satunya adalah pola kawung.
Bulatan buah kawung yang dibelah dua, menampakkan empat cekungan ke empat penjuru sudut. Bentukan ini menginspirasi dan dilekatkan pada pola kain batik oleh pembatiknya.
Kain motif kawung secara simbolik mengandung makna kemurnian, kesucian hingga kesempurnaan. Ada pula yang memaknai kawung erat dengan kata suwung artinya kosong. Menyimbolkan tindakan mengosongkan nafsu dan hasrat duniawi.
Pribadi yang bersedia mengosongkan diri, tidak mengutamakan niat diri, netral tidak berpihak. Mampu momong suasana, mengawal aliran kehidupan selaras dengan alam dan zamannya. Tetap memegang visi kesempurnaan kehidupan bersama.
Ki Lurah Semar Berbusana Motif Kawung
Ki Lurah Semar, manusia titisan Dewa Ismaya, pribadi yang berakhlak sangat baik dan bijaksana, digambarkan selalu mengenakan motif kawung ini. Selalu mengawal kehidupan para Pandawa dengan cara momong tidak berpihak. Kearifan karya pujangga lokal dalam menjaga kehidupan berbangsa bernegara.
Implementasi kekinian
Dalam keseharian kekinian, saya yakin cukup banyak Semar yang mengabdi di semua lini kehidupan. Sebagai pengejawantahan Batara Ismaya berharap semar masa kinipun dapat menyuarakan kebenaran dan mewarnai kehidupan di lingkungannya.Â
Jiwa-jiwa Semar juga merasuk dalam dunia blog semisal kompasiana yang saya temui di postingan para sahabat.
Tersemat jiwa Semar berbusana motif kawung di pelbagai bidang. Menjelma pada birokrat, teknokrat, juga para kawula kebanyakan. Memang jumlahnya tidak melimpah, namun beliau-beliau ada. Kecuali Semar gadungan yang mudah beralih rupa, silau oleh goda.
Semoga Semar kekinian tetap mengenakan motif kawung dalam menjalankan tugas. Mengarah pada kesempurnaan hidup berbangsa, mengosongkan atau setidaknya meminimalkan hasrat pribadi. Selamat mengenakan motif kawung dalam kehidupan keseharian, meneladan Ki Lurah Semar.
Selamat Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2019
Salatiga, prih 23.16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H