Bulatan buah kawung yang dibelah dua, menampakkan empat cekungan ke empat penjuru sudut. Bentukan ini menginspirasi dan dilekatkan pada pola kain batik oleh pembatiknya.
Kain motif kawung secara simbolik mengandung makna kemurnian, kesucian hingga kesempurnaan. Ada pula yang memaknai kawung erat dengan kata suwung artinya kosong. Menyimbolkan tindakan mengosongkan nafsu dan hasrat duniawi.
Pribadi yang bersedia mengosongkan diri, tidak mengutamakan niat diri, netral tidak berpihak. Mampu momong suasana, mengawal aliran kehidupan selaras dengan alam dan zamannya. Tetap memegang visi kesempurnaan kehidupan bersama.
Ki Lurah Semar Berbusana Motif Kawung
Ki Lurah Semar, manusia titisan Dewa Ismaya, pribadi yang berakhlak sangat baik dan bijaksana, digambarkan selalu mengenakan motif kawung ini. Selalu mengawal kehidupan para Pandawa dengan cara momong tidak berpihak. Kearifan karya pujangga lokal dalam menjaga kehidupan berbangsa bernegara.
Implementasi kekinian
Dalam keseharian kekinian, saya yakin cukup banyak Semar yang mengabdi di semua lini kehidupan. Sebagai pengejawantahan Batara Ismaya berharap semar masa kinipun dapat menyuarakan kebenaran dan mewarnai kehidupan di lingkungannya.Â
Jiwa-jiwa Semar juga merasuk dalam dunia blog semisal kompasiana yang saya temui di postingan para sahabat.
Tersemat jiwa Semar berbusana motif kawung di pelbagai bidang. Menjelma pada birokrat, teknokrat, juga para kawula kebanyakan. Memang jumlahnya tidak melimpah, namun beliau-beliau ada. Kecuali Semar gadungan yang mudah beralih rupa, silau oleh goda.
Semoga Semar kekinian tetap mengenakan motif kawung dalam menjalankan tugas. Mengarah pada kesempurnaan hidup berbangsa, mengosongkan atau setidaknya meminimalkan hasrat pribadi. Selamat mengenakan motif kawung dalam kehidupan keseharian, meneladan Ki Lurah Semar.
Selamat Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2019