Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

[Event Semarkutiga] Untaian Doa dalam Dayok Binatur (Warisan Budaya Nasional dari Simalungun)

11 Juli 2019   15:38 Diperbarui: 11 Juli 2019   22:32 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dayok Binatur kuliner tradisional Nusantara dari Simalungun (dok pri)

Sajian makanan mampu menyentuh panca indra kita penikmatinya. Dari indra penglihatan, tersaji komposisi warna maupun bentuk yang memikat. Indra penciuman, segera menghidu aroma yang khas untuk mengenali komponen penyusunnya. Indra peraba tak mau kalah, merasakan teksturnya, kelembutan, kekenyalan dan sebutan lain yang mengena di hati.

Tak lengkap bila indra rasa pencecap tak berperan serta. Olah lidah mendesiskan seruan rasa yang tercecap. Alat pendengaranpun saling mengait berkontribusi mengaitkan apa yang sudah pernah didengarnya. Lengkap sudah panca indra berkolaborasi untuk memerikan narasi penganan ini.

Begitupun saat mendapati satu piring suguhan saat acara maralop di wilayah Simalungun. Indra penglihatan, penciuman dan pendengaran segera memerintah otak dan ucap menyeru, ooh dayok binatur. Tentunya segera dibarengi ketrampilan tangan dan lidah.

Ternyata tak hanya berhenti mengait panca indra. Tampilan suguhan ini menyeret indra keenam, indra alat untuk merasakan sesuatu secara naluri (intuitif). Pastilah ada makna tersirat mengapa penganan ini hadir di acara adat. Naluri yang memancing rasa kepo sedikit ingin lebih tahu.

Teringat pernah membacanya, 'Dayok Binatur' asal Sumatera Utara, khususnya Simalungun secara resmi ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda tingkat nasional (medanbagus.com). Dimeteraikan melalui sertifikat nomor 63368/MPK.E/KB/2016 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Untaian Doa dalam Dayok Binatur
Penampilan dayok binatur yang ditata dalam piring, terlihat susunan aneka potongan sebagai seekor ayam utuh. Mulai dai bagian Ulu (kepala) dibagian depan hingga Ihur (ekor) di bagian belakang Secara harafiah, penamaan dayok bermakna ayam dan binatur adalah diatur agar teratur. Daging ayam yang dipersiapkan, dimasak dan ditata sesuai adat.

Bersyukur mendapat pembelajaran langsung dari sekjen Partuha Maujana Simalungun (PMS), Bapak Japaten Purba selaku protokol acara. Dayok binatur selalu ada dalam acara adat baik keagamaan maupun tradisi sosial. Dayok binatur sering diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya agar kehidupannya berada dalam keteraturan. Laiknya untaian doa dalam dayok binatur.

Estafet doa melalui dayok binatur (dok pri)
Estafet doa melalui dayok binatur (dok pri)
Mutiara doa masyarakat Simalungun kepada generasi penerusnya untuk hidup teratur, santun, jujur dan menjunjung tinggi etika peradaban. Keteraturan yang bersendi mau diatur oleh yang Maha Pengatur, perangkat yang bertugas mengatur. Ada pula masanya untuk berkiprah mewujudkan keteraturan, menjadi pengatur yang menghormati aturan dan memanusiakan. Siklus atur mengatur demi terbangunnya keteraturan.

Warisan Budaya Tak Benda Tingkat Nasional dari Simalungun Kaya Filosofi
Warisan budaya meliputi benda atau atribut tak berbenda yang merupakan jati diri suatu masyarakat atau kaum yang diwariskan dari generasi-generasi sebelumnya. Pewarisan untuk  melestarikannya bagi  generasi penerus. Warisan budaya dapat berupa benda, seperti monumen, artefak, dan kawasan, atau tak benda, seperti tradisi, bahasa, dan ritual.

Secara hierarki dikenal warisan budaya dunia (world heritage) yang ditetapkan oleh UNESCO. Pada tingkat nasional juga ditetapkan warisan budaya. Secara berkala dilakukan evaluasi. Nah Dayok Binatur khas Simalungun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB)  tingkat nasional. Ditandai melalui sertifikat nomor 63368/MPK.E/KB/2016 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dayok binatur termasuk ranah kemahiran dan kerajinan tradisional untuk mendukung ritual tradisi.

Pemilihan ayam yang termasuk unggas kaya protein hewani dibarengi filosofi khas. Ayam jantan simbol pekerja keras, berkokok dinihari, gagah dan ulet bekerja. Ayam betina dengan kerelaan menahan diri bahkan berpuasa saat mengerami telurnya. Siap mengembangkan sayapnya untuk melindungi anak dari bahaya. Sekaligus siap melepaskan anaknya untuk mandiri ceker-ceker.

Saat memasaknya juga dibutuhkan sifat jujur, teliti, tak diizinkan ada bagian atau potongan yang tertinggal agar dapat tersusun ayam utuh. Aha, dibutuhkan pengetahuan pemahaman anatomi tubuh ayam. Terdapat bahan khas saat memasaknya yaitu sari remasan batang sikkam (salam) yang dimemarkan.

Begitupun saat menyampaikan kepada penerima pada acara tradisi terasa khas. Pemberi, bisa bapak ibu memberikan kepada anak sebagai penerima. Beberapa pasang tangan saling memegang wadah dayok binatur. Terjadi transfer energi positif estafet doa antar generasi.

Relasi terhubung melalui dayok binatur (dok pri)
Relasi terhubung melalui dayok binatur (dok pri)
Mendengarkan narasi saat penyerahan sungguh merdu. Disampaikan dalam bahasa daerah, berisi nasihat dan doa untuk menggapai keteraturan. Tradisi ini sangat lekat, hingga para perantaupun tetap melestarikan tradisi. Merambah ke sektor bisnis dimana ada kebutuhan mengungkit jasa penyedia. Tidak hanya Simalungun namun suku Batak secara umum.

Doa keteraturan untuk orang yang dikasihi. Betapa dahsyatnya bila doa ini digerakkan secara nasional menjadi keteraturan bangsa. Pantaslah nilai filosofi dayok binatur dari Simalungun dinikmati menjadi warisan budaya tak benda (WBTB) tingkat nasional, menjadi kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Relasi Keutuhan Pencipta dan Ciptaan
Sepiring dayok binatur, potongan ayam yang teratur sebagai keutuhan melambangkan relasi keutuhan pencipta dan ciptaan. Betapa sebagai titah, manusia bersandar pada penyelenggaraan Tuhan. Melantunkan doa untuk keteraturan hidup para anak-anaknya.

Dayok binatur dalam bingkai relasi keutuhan ciptaan (dok pri)
Dayok binatur dalam bingkai relasi keutuhan ciptaan (dok pri)
Relasi ini mengikat alam baik abiotik maupun biotik flora fauna. Perlambang doa melalui seekor ayam. Membutuhkan aneka bumbu termasuk pewarna alami yaitu kulit batang sikkam. Manusia, ayam dan tumbuhan bumbu rempah hidup di alam yang sama. Terbuhul pemahaman saling berinteraksi. Pendekatan ekologis, humanis mendasari relasi religius.

Mengait pada kultur antar suku, ada kemiripan dengan filosofi ayam/pitik ingkung dalam tradisi ritual Jawa. Dari ayam ingkung yang utuh dicuil, potong alami dengan tangan bahkan disuwir menjadi banyak bagian. Pun sari dari relasi keutuhan ciptaan model Bali yang terkenal dengan Trihitakarana. Tiga penyebab kebahagiaan yang bersumber pada hubungan manusia dengan sesama manusia, alam sekitar, dan Tuhan Sang Pencipta.

Ternyata dari suapan makanan tak hanya asupan gizi dan citarasa yang didapat. Pembelajaran filosofi budaya juga dapat diserap. Menambah syukur 'gizi jiwa' dari kuliner Nusantara. 

Selamat bersantap.

Dok: Banner semarkutiga
Dok: Banner semarkutiga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun