Lalu dijunjungnyalah bingkisan partadingan mahar di atas kepala. "Demikianlah nak, partadingan mahar ini mamak junjung di atas kepala sebagai kebanggaan kami atasmu. Mengingatkan bagaimana kami orang tua menjunjungmu dengan segenap doa dan daya, untuk menjadikanmu seperti sekarang ini. Tak lagi kami ingat bagaimana cucuran keringat kami dalam menjunjungmu" Meski intonasi suara tetap keras, tatapan mata berkabut dan aliran air mata di pipi tak mampu menutupi rasa haru.
Mengikuti prosesi ini, menghadirkan perspektif lain dari simbolisasi mahar partadingan. Bagaimana kasih sayang ibu diwujudnyatakan dalam pengasuhan anak. Narasi kasih sayang yang dibangun dalam prosesi ini. Meski sangat dangkal pemahaman saya karena keterbatasan pemahaman bahasa bagian dari budaya Simalungun.
Kearifan lokal komponen penyerta partadingan
Sejak awal, protokol yang sekjen Partuha Maujana Simalungun, menghantarkan pesan budaya. Semakin tergerusnya budaya luhur adat Simalungun, dan bertekad untuk memelihara dan meneruskannya kepada generasi lebih muda.Â
Penggunaan bahasa daerah Simalungun sebagai langkah perwujudan. Pada bagian yang sangat penting esensinya, beliau menyelipkan bahasa Indonesia, untuk melibatkan pemahaman tetamu yang tidak memahami bahasa daerah.
Membuka bingkisan pernik partadingan, dimulailah membabar isi dan maknanya. Bermula dengan membuka kain batik pembungkusnya. Bagaimana batik menjadi elemen budaya Tanah Toba yang khas ulos? Dibabarkannya kaitan hubungan silaturahmi raja-raja di Jawa dengan para raja di Tanah Toba. Esensi dari keragaman yang selalu ada benang merah kesatuan budaya.
Tampaklah semacam kantong dari anyaman pandan. Petugas mengeluarkan isinya satu-persatu. Semuanya meliputi 18 komponen. Angka genap, budaya Simalungun erat dengan angka genap pasangan 4 - 8, 6 - 12, 12 - 24 dan seterusnya. Mengandung makna, setiap komponen saling menggenapi. Budaya yang mengemukakan harmoni.
Terlihat seperangkat bahan menyirih dari tembakau, pinang, sirih dan kapur. Budaya menyirih yang akrab dengan keseharian masyarakat Batak. Senada dengan nginang dalam budaya Jawa. Pun dari daerah NTT, sirih dan pinang menjadi komoditas adat yang penting.
Tentunya sejumlah uang yang nilai besarannya sesuai dengan kesepakatan atau hasil perundingan sebelumnya. Beras menjadi komponen ritual adat yang penting. Mulai dari menyambut tetamu dengan memburaikan ke atas, disawur (bhs Jawa) sambil menyeru horas..horas..horas.
Tidak mampu mengingat rincian isi dan maknanya, juga kesulitan mencari literatur pendukungnya. Hal menarik adalah keberadaan semacam pisau, kunyit, kapas dan pilinan benang tiga warna. Suatu doa yang apik.
Apabila nantinya pasangan pengantin dikaruniai keturunan, pisau atau aslinya sayatan tipis dari buluh bambu sebagai pemotong ari-ari saat persalinan. Kunyit digunakan sebagai alas memotong ari-ari. [Pemangku adat meluruskan, pemaknaan simbol kunyit yang sering diterjemahkan sebagai emas]Â
Kandungan semacam antibiotik alami dalam kunyit akan menghindarkan efek infeksi saat pemotongan ari-ari. Keberadaan kapas sebagai pembebat luka bekas potong ari-ari. Pun benang tiga warna dengan aneka makna sebagai pengikatnya.