Perbincangan tentang sinamot semacam mahar pada tradisi pernikahan adat Batak selalu seru. Kali ini saya berkesempatan menikmati dan menghayati sinamot dalam perspektif narasi kasih ibu. Bersyukur mendapat pembelajaran langsung dari sekjen Partuha Maujana Simalungun (PMS), Japaten Purba selaku protokol acara. Sinamot istilah dalam bahasa Batak Toba, partadingan dalam bahasa Simalungun. Beliau mengizinkan saya menyapanya dalam sebutan botou.
Sinamot (Partadingan) dalam Narasi Kasih Ibu
Sinamot atau partadingan yang sudah ditetapkan sebelumnya, diserahkan oleh keluarga pihak calon pengantin laki-laki saat acara maralop, yaitu acara menjemput calon pengantin perempuan.
Rombongan keluarga calon pengantin laki-laki memasuki rumah calon pengantin perempuan dengan pimpinan pemandu adat. Kelengkapan partadingan digendong oleh ibu calon pengantin laki-laki dengan selendang ulos/hio.
Melalui serangkaian pembicaraan yang semuanya dilangsungkan dalam bahasa daerah Simalungun, tibalah saatnya menyerahkan partadingan sebagai salah satu prasyarat pernikahan. Keluarga calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan bersama-sama menghampiri orang tua calon pengantin perempuan.
Tentunya dengan menyemat sirih di jemari dan beberapa penyerta kelengkapan adat. Diantaranya sepiring beras dengan potongan kunyit. Usai bersalam dengan menghaturkan sirih, prosesi penyerahan partadingan dimulai. Dengan tuntunan pemandu adat, calon pengantin perempuan mengambil potongan kunyit dan mengoleskannya ke dada ibunda dan ayahanda.
Lantunan nada hormat bahasa daerah Simalungun berbaur bahasa Indonesia, calon pengantin perempuan berterima kasih kepada ayah bunda yang telah membesarkannya. Senantiasa berdoa agar orang tua senantiasa dikaruniai kesehatan. Ibunda calon pengantin perempuan menyambutnya dengan dioleskannya potongan kunyit di dahi putrinda. Mendaras syukur selama ini menjaga kesehatan keselamatan sang putri dan berdoa agar lestari berkat keselamatan yang diterimanya.
Saatnya ibu calon pengantin laki-laki menyerahkan bungkusan partadingan kepada calon pengantin wanita. Pemandu adat menuntunnya, hanya inilah mahar kami menjemputmu. Narasi yang dikembangkan oleh ibunda: "nak, engkau sungguh berharga tak ternilai bagi keluargamu. Kami menjemputmu dengan mahar kasih sayang. Yang kami serahkan hanya simbol bagian dari kasih sayang kami. Engkau menjadi bagian berharga dalam keluarga kami"
Sang calon pengantin perempuan meneruskan mahar yang diterimanya kepada Ibundanya dengan panduan pendamping adat. "Hanya inilah mamak, mahar yang kudapat dan kusampaikan kepada orang tua" Bersama saling memegang, calon pengantin perempuan dan keluarga calon pengantin laki-laki menyerahkannya kepada orang tua calon pengantin perempuan.
Usai membuka bingkisan mahar dan protokol menjelaskan maknanya, kembali bingkisan mahar dirapikan dan diserahkan petugas kepada ibunda calon pengantin perempuan.
Pemandu adat pendamping keluarga calon pengantin laki-laki memberitahu akan ada narasi menarik. Visualisasi bingkisan partadingan/mahar yang digendong dan dijunjung di atas kepala dan maknanya. Bersyukur Eda, mamak calon pengantin perempuan menyampaikan narasinya dalam bahasa Indonesia.
"Bila bingkisan ini mamak gendong, ingatlah Nak, saat mamak mengendongmu. Menjagamu agar tidak jatuh. Tak mamak rasakan penatnya pinggang dan bahu. Menggendongmu adalah amanah yang mamak rasakan" Demikian tangkapan singkat atas narasi mamak calon pengantin perempuan.