Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengenal Gandum Tropika dan Kirab Panen

13 September 2018   19:20 Diperbarui: 17 September 2018   06:57 2148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panen gandum di Getasan (dok pri)

Mengenal gandum tropika

Gandum tropika? Cukup banyak bagian masyarakat yang belum mengenal gandum tropika. Selama ini, kosa kata gandum selalu mengait gambaran hamparan kuning keemasan di negara lain. 

Indonesia memiliki beberapa varietas gandum diantaranya Nias, Selayar hingga Dewata. Penamaan varietas dengan nama pulau, terbayang ribuan pulau Nusantara.

Bagi masyarakat Kota Salatiga, hamparan gandum mulai diperkenalkan sejak tahun 2000. Pusat Studi Gandum Tropika, UKSW merintisnya di pinggang G. Merbabu. Tidak hanya aspek teknis budidaya, pengolahan bulir dan tepung gandum dalam pangan lokal. Memadukan budidaya gandum dalam kearifan budaya lokal juga dilakukan melalui acara kirab panen.

Kirab panen gandum

Tradisi kirab panen atau lazim disebut wiwit, merupakan rangkaian ungkapan syukur petani atas panen padi raya di akhir musim penghujan. Kata kirab bermakna perjalanan bersama-sama atau beriring-iring secara teratur dan berurutan dari muka ke belakang dalam suatu rangkaian upacara (adat, keagamaan, dan sebagainya).

Kirab panen, diadopsi oleh keluarga besar Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW pada acara panen gandum di akhir musim kemarau. Periode tanam gandum adalah awal musim kemarau.

Untuk segala sesuatu ada waktunya, ada waktu menabur benih dan kini tuaian telah menguning sedia dipanen.

Pasukan kirab diawali oleh tim penari Prajuritan. Melambangkan mahasiswa bersama masyarakat petani bersama berikrar, sedia menjadi Panji Bumi Pertiwi.

Prajurit yang sigap merespon tantangan pemenuhan kebutuhan pangan seraya menjaga kelestarian bumi. Prajurit yang trengginas berpikir global dengan tetap meluhurkan nilai budaya lokal dalam tindakannya.

Tari prajuritan Kopeng (dok pri)
Tari prajuritan Kopeng (dok pri)
Elemen berikutnya adalah simbol empat unsur alam. Tanah, air, api dan angin. Keempat unsur penyala kehidupan yang saling melengkapi.

Unsur alam yang menyala membakar, mengobarkan, meneduhkan memadamkan serta rapat menyimpan. Keempat unsur yang disediakan di Taman Eden bahkan sebelum manusia diciptakan.

empat unsur alam tanah-air-api-angin (dok pri)
empat unsur alam tanah-air-api-angin (dok pri)
Dua ksatria gagah pengawal gunungan, bersenjatakan ilmu pengetahuan pengaman kehidupan. Pandang matanya siaga menatap ke depan masa depan sejahtera bangsa. Generasi kini yang akan menjadi pelaku pilar kadaulatan pangan.
Penjaga gunungan (dok pri)
Penjaga gunungan (dok pri)
Gunungan sayur yang dipikul oleh empat ksatria pilihan melambangkan pengucapan syukur atas anugerah alam nan subur di lereng Merbabu.

Sayuran menjadi emas hijau tumpuan harapan masyarakat Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Gunungan sayur (dok pri)
Gunungan sayur (dok pri)
Dalam pewayangan, gunungan menduduki peran sentral sebagai penanda pembuka dan berakhirnya pagelaran, tancep kayon. Gunungan berhiaskan simbol flora dan fauna, kiasan kesatuan ekosistem penunjang kehidupan. Rusaknya ekosistem menjadi penanda rusaknya kehidupan.

Bagi masyarakat gunung, kata gunung selalu memiliki daya pesona yang khas. Secara fisik kegagahan gunung menimbulkan rasa aman, 'berlari ke gunung' sering diungkapkan sebagai penanda gunung sebagai benteng perlindungan. Pemazmur yang menyeru "Allahku, gunung batuku" bermakna alegoris (kias) yang berarti, Allah tempat perlindunganku. Gunung dipergunakan dalam kiasan tempat berlindung.

Puncak gunung yang senantiasa menengadah mengajarkan pada titah untuk senantiasa menengadah dalam doa dan syukur. Badan gunung tak lelah memberikan dirinya sebagai sarana kehidupan kesejahteraan umat bersama. Kaki gunung dengan kuat mencengkeram bumi agar kuat menyangga kehidupan meneladankan kekuatan pengetahuan dan kerendahhatian.

Gunungan sayur juga mengingatkan kepada peneliti gandum untuk semakin kreatif merakit teknologi yang mengintegrasikan gandum dengan sayur. Meramunya menjadi elemen kesejahteraan masyarakat. Gunungan sayur merangkum pengakuan bahwa "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, ...."

Berduyun-duyun peserta kirab mengiring gunungan sayuran. Setiap warga sivitas akademika mengambil bagian dalam pengucapan syukur ini. 

Aneka wujud persembahan dibawanya sebagai perlambang bahwa setiap talenta dan kemampuan akan diracik menjadi persembahan bagi Ibu Pertiwi yang penuh kasih. Rangkaian buah yang disangga meneladankan bahwa hidup harus berbuah, buah sebagai identitas diri dan buah yang dapat dinikmati oleh sesama.

Kirab Wiwit Panen Gandum, mengisyaratkan kepada kita bahwa bertani adalah membangun relasi, relasi manusia dengan Sang Pencipta, antar sesama titah ngaurip serta relasi dengan alam. Indahnya berbagi, tertata dalam harmoni keselarasan. Ayo sungkem mring Ibu Pertiwi... selaras dengan gending Ketawang Ibu Pertiwi.

Gandum dan pangan lokal

Panen gandum di Getasan (dok pri)
Panen gandum di Getasan (dok pri)
Setiap kami berbicara tentang gandum, muncul harapan dan pertanyaan, mampukah gandum bersaing dengan padi dan sayur? Mengapa ya harus bersaing... Angan kami, bila budaya konsumsi pangan berbasis tepung ini diramu dengan sumberdaya lokal Nusantara.

Aneka sumber pangan kaya tepung dioptimalkan. Gandum menjadi bagian dari mata rantai penyambungnya. Jadi bukan masalah ganti mengganti. Semisal optimalisasi pangan berbasis MOCAF, modified cassava flour, si tepung ubi kayu. Ataupun tepung talas dan ubi-ubian yang lain.

Beberapa daerah mengandalkan pangan berbasis tepung jagung. Bila Amerika Selatan bangga dengan pangan tepung jagung semisal tortilla, mengapa kita harus menyeragamkan pangan? Begitupan pada daerah dimana bumi pertiwi menyediakan bahan pangan yang lain, mari optimalkan menjadi sarana kesejahteraan.

Mari bersyukur atas ibu pertiwi yang paring boga atau memberi kecukupan pangan selaras dengan alam budaya. [Narasi kirab..... sebagai apresiasi atas olah tenaga pikir para teruna kebun. Selamat berkarya...]

Catatan: sebagian narasi ini, pernah menjadi bagian dari tulisan di Majalah Manager Scope.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun