Mengenal gandum tropika
Gandum tropika? Cukup banyak bagian masyarakat yang belum mengenal gandum tropika. Selama ini, kosa kata gandum selalu mengait gambaran hamparan kuning keemasan di negara lain.Â
Indonesia memiliki beberapa varietas gandum diantaranya Nias, Selayar hingga Dewata. Penamaan varietas dengan nama pulau, terbayang ribuan pulau Nusantara.
Bagi masyarakat Kota Salatiga, hamparan gandum mulai diperkenalkan sejak tahun 2000. Pusat Studi Gandum Tropika, UKSW merintisnya di pinggang G. Merbabu. Tidak hanya aspek teknis budidaya, pengolahan bulir dan tepung gandum dalam pangan lokal. Memadukan budidaya gandum dalam kearifan budaya lokal juga dilakukan melalui acara kirab panen.
Kirab panen gandum
Tradisi kirab panen atau lazim disebut wiwit, merupakan rangkaian ungkapan syukur petani atas panen padi raya di akhir musim penghujan. Kata kirab bermakna perjalanan bersama-sama atau beriring-iring secara teratur dan berurutan dari muka ke belakang dalam suatu rangkaian upacara (adat, keagamaan, dan sebagainya).
Kirab panen, diadopsi oleh keluarga besar Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW pada acara panen gandum di akhir musim kemarau. Periode tanam gandum adalah awal musim kemarau.
Untuk segala sesuatu ada waktunya, ada waktu menabur benih dan kini tuaian telah menguning sedia dipanen.
Pasukan kirab diawali oleh tim penari Prajuritan. Melambangkan mahasiswa bersama masyarakat petani bersama berikrar, sedia menjadi Panji Bumi Pertiwi.
Prajurit yang sigap merespon tantangan pemenuhan kebutuhan pangan seraya menjaga kelestarian bumi. Prajurit yang trengginas berpikir global dengan tetap meluhurkan nilai budaya lokal dalam tindakannya.
Unsur alam yang menyala membakar, mengobarkan, meneduhkan memadamkan serta rapat menyimpan. Keempat unsur yang disediakan di Taman Eden bahkan sebelum manusia diciptakan.
Sayuran menjadi emas hijau tumpuan harapan masyarakat Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Bagi masyarakat gunung, kata gunung selalu memiliki daya pesona yang khas. Secara fisik kegagahan gunung menimbulkan rasa aman, 'berlari ke gunung' sering diungkapkan sebagai penanda gunung sebagai benteng perlindungan. Pemazmur yang menyeru "Allahku, gunung batuku" bermakna alegoris (kias) yang berarti, Allah tempat perlindunganku. Gunung dipergunakan dalam kiasan tempat berlindung.
Puncak gunung yang senantiasa menengadah mengajarkan pada titah untuk senantiasa menengadah dalam doa dan syukur. Badan gunung tak lelah memberikan dirinya sebagai sarana kehidupan kesejahteraan umat bersama. Kaki gunung dengan kuat mencengkeram bumi agar kuat menyangga kehidupan meneladankan kekuatan pengetahuan dan kerendahhatian.
Gunungan sayur juga mengingatkan kepada peneliti gandum untuk semakin kreatif merakit teknologi yang mengintegrasikan gandum dengan sayur. Meramunya menjadi elemen kesejahteraan masyarakat. Gunungan sayur merangkum pengakuan bahwa "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, ...."
Berduyun-duyun peserta kirab mengiring gunungan sayuran. Setiap warga sivitas akademika mengambil bagian dalam pengucapan syukur ini.Â
Aneka wujud persembahan dibawanya sebagai perlambang bahwa setiap talenta dan kemampuan akan diracik menjadi persembahan bagi Ibu Pertiwi yang penuh kasih. Rangkaian buah yang disangga meneladankan bahwa hidup harus berbuah, buah sebagai identitas diri dan buah yang dapat dinikmati oleh sesama.
Kirab Wiwit Panen Gandum, mengisyaratkan kepada kita bahwa bertani adalah membangun relasi, relasi manusia dengan Sang Pencipta, antar sesama titah ngaurip serta relasi dengan alam. Indahnya berbagi, tertata dalam harmoni keselarasan. Ayo sungkem mring Ibu Pertiwi... selaras dengan gending Ketawang Ibu Pertiwi.
Gandum dan pangan lokal
Aneka sumber pangan kaya tepung dioptimalkan. Gandum menjadi bagian dari mata rantai penyambungnya. Jadi bukan masalah ganti mengganti. Semisal optimalisasi pangan berbasis MOCAF, modified cassava flour, si tepung ubi kayu. Ataupun tepung talas dan ubi-ubian yang lain.
Beberapa daerah mengandalkan pangan berbasis tepung jagung. Bila Amerika Selatan bangga dengan pangan tepung jagung semisal tortilla, mengapa kita harus menyeragamkan pangan? Begitupan pada daerah dimana bumi pertiwi menyediakan bahan pangan yang lain, mari optimalkan menjadi sarana kesejahteraan.
Mari bersyukur atas ibu pertiwi yang paring boga atau memberi kecukupan pangan selaras dengan alam budaya. [Narasi kirab..... sebagai apresiasi atas olah tenaga pikir para teruna kebun. Selamat berkarya...]
Catatan: sebagian narasi ini, pernah menjadi bagian dari tulisan di Majalah Manager Scope.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H