Bagi pengembang wisata, kawasan lembah Karst Mulo menjadi pembeda yang unik. Bila umumnya permainan flying fox yang memacu adrenalin ini menjual ketinggian. Di lembah karst Mulo, sebaliknya yang dijual adalah kedalaman. Â
Kami mendatangi kedua titik awal dan akhir peluncuran, mencoba menyerap rasa gejolak adrenalinnya. Kunjungan lewat pukul 16, sudah sepi pengunjung pun sinar mentari mulai terlihat meredup, ceruk-ceruk lembah terlihat mulai menggelap.
Luweng Jemblong dan Batu Sholat
Perjalanan memutari areal lembah Karst melewati tiang flying fox, pengunjung akan disuguhi formasi geologi yang unik. Luweng Jemblong. Luweng adalah bahasa Jawa berarti lubang menganga vertikal, jemblong merujuk tetiba jatuh. Luweng Jemblong menggambarkan lubang menganga yang terbentuk karena tetiba tanah runtuh ambles.
Tanpa bantuan petugas, kami tak mampu menengarai dimana bagian tebing untuk turun ke bawah. Mendekati pinggirannyapun kami merasa was-was. Sehingga tak mendapat gambaran nyata seperti apa sebutan batu shalat di Luweng Jemblong ini.
Susur Goa dan Danau Bawah Tanah
Petugas pokdarwis Mulo menjelaskan ada 2 paket susur goa. Pertama adalah Goa Lengkep yang berada di sebelah Barat, seberang jalan. Goa ini bersifat condong horisontal, jalurnya cukup pendek. Dengan dampingan pemandu, tingkat kesulitannya lebih ringan dan cukup banyak diminati pelancong.
Nah yang berat adalah susur goa Ngingrong. Terlihat mulut goa di dasar lembah persis di bawah tebing terjal. Mulut goa cukup lebar. Para penyusur goa Ngingrong akan bergerak mendatar alias horisontal, lanjut dengan bagian vertikal tegak ke bawah dan berakhir di kawasan danau bawah tanah. Medan Goa Ngingrong vertikal sekaligus horisontal dengan tingkat kesulitan dan risiko tinggi.
Kami mengitari lembah hingga tepat seberang tebing yang menaungi mulut goa Ngingrong. Sedikit mencicip kecuramannya, 2 teruna kebun kami turun hanya 1 teras di bawah permukaan. Kami yang di atas sudah berteriak, ayook kembali ke atas...