Mohon tunggu...
novy khayra
novy khayra Mohon Tunggu... Penulis - Aspire to inspire

Novy Khusnul Khotimah, S.I.Kom, M.A, SCL - Pegawai Negeri Sipil - Master Universitas Gadjah Mada - Penulis Buku -SDG Certified Leader

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dualisme Pengorbanan dan Perlindungan bagi Sukarelawan di Indonesia

2 Februari 2022   16:38 Diperbarui: 2 Februari 2022   16:38 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarelawan (sumber : jogjakeren.com)

"Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari di saat terbitnya matahari: berbuat adil terhadap dua orang (mendamaikan) adalah sedekah; menolong seseorang naik kendaraannya, membimbingnya, dan mengangkat barang bawaannya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah; Berkata yang baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan sholat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah." (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Tawaran menjadi relawan dalam misi Ekspedisi Indonesia Baru kini ramai menjadi perbincangan di media sosial Twitter. Kerelawanan memang hal positif, meski demikian ada sisi kelam hingga sebagian netizen menyatakan sebagai bentuk perbudakan meski telah diklarifikasi.

 Namun sejauh mana batas suatu kegiatan disebut kerelawanan atau perbudakan? Lalu bagaimana membaca fenomena kerelawanan di Indonesia yang berada diantara dualisme pengorbanan dan perlindungan bagi mereka?

 Sukarelawan dalam Pandangan Sosial Budaya Agama 

 Indonesia patut berbangga dalam hal kerelawanan seperti halnya pada bab sedekah, berdasarkan data Laporan World Giving Index (WGI) oleh CAF (Charities Aid Foundation) 2021 menunjukkan bahwa tingkat kerelewanan di Indonesia tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata tingkat kerelawanan dunia.

 Kerelawanan ini salah satunya dipengaruhi oleh ajaran Islam sebagai agama terbesar di negara ini yang pada intinya menyatakan bahwa bersedekahlah. Jika tidak bisa dengan harta, maka dengan ilmu, jika tidak mampu juga melalui ilmu, maka bersedekahlah dengan tenaga. Bentuk sedekah tenaga inilah kemudian dimaknai dan diimplementasikan dalam bentuk kerelawanan.

 Merujuk KBBI, kata "sukarelawan" itu berarti orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak karena diwajibkan atau dipaksakan). Menurut UU No. 11 Tahun 2009 Kesejahteraan Sosial, Relawan Sosial adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan.

 Potensi Sukarelawan Indonesia yang Besar dan Bisa Dioptimalkan

 Selain berdasarkan data dari WGI yang telah menyatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat kerelawanan tiga kali lipat dari ratarata dunia, penduduk yang mayoritas adalah usia muda adalah potensi yang dapat dioptimalkan. Berikut ini alasan optimalisasi kerelawanan untuk kebaikan Indonesia masa depan :

 Pertama, Kerelawanan menjembatani kesenjangan pendidikan, kesehatan, dan sosial

Program kerelawanan seperti Indonesia Mengajar, misalnya dapat dikatakan sukses karena telah membantu berbagai siswa di pelosok nusantara menjangkau pendidikan dari pengajar-pengajar muda. Pengajar-pengajar muda ini rata-rata fresh graduate sarjana yang mendaftarkan dan mengabdikan diri sebagai tenaga pendidik selama satu tahun lamanya. Berkat semangat muda dan inspirasi yang mereka bawa dan sebar, kemudian menggerakkan aktor-aktor lokal untuk berswadaya membangun diri,anak-anak, dan lingkungan mereka.

 Meski bukan program kerelawanan yang pertama, karena sebelumnya sudah ada KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang merupakan syarat SKS di Perguruan Tinggi. Penulis berasumsi bahwa Indonesia mengajar lebih ideal, sebab jangka waktu setahun lebih relevan dibanding KKN yang hanya maksimal 2 bulan bahkan ada yang kurang dari 3 minggu. Semakin singkat waktu, efektivitas keberhasilan program semakin minim bila target utamanya adalah pemberdayaan.

 Kedua, Kerelawanan mencegah perbuatan negatif generasi muda

Tidak kita pungkiri bahwa tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh remaja cukup tinggi, misal tawuran, pembegalan, penyalahgunaan narkoba, sex bebas sebelum nikah, aborsi remaja putri, perkosaan, dan sebagainya. Hal ini tidak lain disebabkan pikiran dan tenaga remaja yang tidak tersalurkan dalam kegiatan yang positif.

 Dengan mengajak atau memaksa remaja untuk aktif dalam kegiatan positif termasuk kerelawanan, otomatis tingkat kriminalitas atau perbuatan negatif pada remaja dapat ditekan. Karena fokus pikiran seseorang tersebut adalah untuk peningkatan kapasitas dirinya sebagai relawan bukan tindakan negatif yang dapat berakibat destruktif.

 Ketiga, Kerelawanan mendewasakan karena belajar dari pengalaman yang dialami sendiri 

Mengambil contoh kecil dari program Indonesia Mengajar, dari buku Indonesia Mengajar yang saya baca para pengajar muda mengakui dirinya menjadi orang yang berbeda setelah menjalani program selama satu tahun. Pengalaman ini pada intinya membuat mereka lebih bijaksana, lebih bersyukur, lebih berharga sebagai manusia. Karena dapat menjadi manusia bermanfaat bagi manusia lainnya.

 Pengalaman-pengalaman dan pengajaran-pengajaran seperti ini sangat perlu kita bagi dan perluas dampaknya bagi Indonesia keseluruhan. Karena tidak hanya akan melunturkan ego dan meningkatkan altruisme, namun juga membentuk pribadi yang tahan banting, toleran, dan selfless. Hal yang tidak kalah penting bila telah membudaya akan membentuk kepribadian bangsa yang tangguh dalam membangun masa depan karena dapat membentuk kepribadian yang bertanggung jawab.

 Pengorbanan Sukarelawan tanpa Perlindungan?

 Motivasi sukarelawan sering kali tidak hanya berdasarkan atas nilai kemanusiaan, melainkan sebaimana yang telah penulis kemukakan sebelumnya bahwa agama menjadi dasar penting para relawan-relawan ini yaitu bersedekah tenaga. Itu sebabnya banyak dari para relawan bersukarela dan bersenang hati bilamana tidak mendapat imbalan materi sama sekali. Hal ini karena mereka berharap melampaui sekadar materi yaitu balasan pahala atau amal untuk bekal setelah mati.

 Meski motivasi semacam ini sangat mulia, namun tidak jarang ada relawan yang harus meregang nyawa. Seperti kisah bunker Kali Adem, 2 relawan yang terpaksa harus terpanggang hidup-hidup setelah gagal mengajak masyarakat untuk berlindung bersama mereka ke dalam bunker. Nyatanya bunker tersebut tidak cukup mampu melindungi manusia dari amukan panas wedus gembel Gunung Merapi.

 Selain itu, berdasarkan data dari Palang Merah Indonesia menyatakan bahwa sekitar 50 orang relawan PMI meninggal akibat terpapar covid-19. Hal ini karena relawan intens sekali bolak balik berurusan sama masyarakat yang bisa saja tidak mengukur batas metabolisme fisik dirinya sendiri.

 Pengorbanan semacam ini sebaiknya mendapat perhatian lebih baik dari organisasi pemerintah maupun NGO (Non-Govermental Organization) yaitu seperti dukungan jaminan sosial maupun asuransi. Jaminan sosial dan asuransi ini sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian mereka.

 Tak hanya itu jaminan sosial dan asuransi sekaligus dapat menjadi motivasi dan pembenahan manajemen kerelawanan agar bukan hanya menambah minat dikalangan masyarakat, melainkan juga memperbaiki manajemen agar lebih terstruktur dan terorganisir. Ketika sistem kerelawanan terstruktru dan terorganisir, maka resiko terburuk seperti kematian akibat kelelahan, kecelakaan atau kelalaian karena ketidaktahuan dapat ditekan secara optimal.

 Kapan Menjadi dan Berhenti dalam Karir Sukarelawan?

 Menjadi sukarelawan memiliki nilai positif yang banyak sekali seperti yang telah saya sebutkan diatas. Namun sukarelawan tidak bisa menjadi pekerjaan tetap sepanjang hidup mengingat berdasarkan sifatnya yang sukarela. Dengan kata lain harus tetap semangat baik ada maupun tiada imbalannya. Meski demikian, sayang sekali bagi seorang insan manusia yang sekali dalam hidupnya tidak pernah menjadi sukarelawan.

 Pada dasarnya waktu terbaik menjadi sukarelawan tidak terbatas waktu, karena ini naluri alami manusia untuk saling menolong dan membantu. Kapan saja kita semua dapat menjadi relawan, seperti misalnya tiba-tiba ada kecelakaan dijalan secara sigap langsung menolong korban dengan menelpon ambulance atau mengantar ke rumah sakit.

 Meski demikian, ada waktu-waktu keemasan seseorang menjadi sukarelawan yaitu usia dewasa muda 20-30 tahun. Pada rentang usia ini adalah waktu yang tepat untuk mencari ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menjadikan diri lebih berkompeten dan bijaksana. Selain itu, pada usia ini manusia memiliki energy yang optimal untuk berkarya dan bermanfaat bagi sesama.

 Selain berdasarkan usia, waktu kapan menjadi sukarelawan adalah saat seseorang yang telah bebas financial di usia berapapun.  Seseorang yang telah bebas financial biasanya tidak terlalu ambisius mengejar kenikmatan duniawi. Maka kenikmatan orang-orang yang rata-rata telah bebas financial adalah melalui filantropi, seperti Leonardo Dicaprio , Bill Gates, Pendiri Green Peace, dan sebagainya.

 Lalu apakah yang belum bebas financial tidak boleh menjadi relawan? Tentu saja boleh! Namun semua kembali lagi pada keikhlasan individu masing-masing. Jangan sampai merasa diperbudak atas nama kerelawanan. Karena jarak antara kerelawanan dan perbudakan hanya ditentukan oleh hati masing-masing pribadi. Apakah selama melakukan kegiatan kerelawanan dilakukan dengan senang hati atau malah merasa terbebani?

 Wallahualam Bisshowab

 

Referensi :

 https://filantropi.or.id/indonesia-kembali-jadi-negara-paling-dermawan-di-dunia/

 https://nasional.kompas.com/read/2021/07/17/15065031/pmi-sekitar-50-orang-relawan-meninggal-akibat-covid-19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun